Khutbah Sayidah Fathimah Az Zahra di Hadapan Abu Bakar

Pembahasan khotbah Sayidah Fathimah az-Zahra as terkait masalah Fadak di Masjid Nabawi terjadi pasca meninggalnya ayah beliau, Nabi Muhammad Saw. Mensyarahi khotbah ini secara sempurna membutuhkan kesempatan yang lebih luas lagi, tapi saya berusaha menyampaikan pembahasan terkait masalah khotbah ini di antara terjemah dan syarah. Tentunya semua itu dengan pertolongan Allah Swt.
Sanad Khotbah Fadak
Dari sisi sanad periwayatan khotbah ini harus saya katakan bahwa ulama Syiah dan Sunni telah menukil khotbah ini dan periwayatan khotbah ini tidak khusus dinukil oleh Syiah. Karena ulama Ahli Sunnah menukil khotbah ini lewat jalur yang berbeda-beda. Salah seorang yang menukil khotbah ini adalah Ibnu Abil Hadid. Dalam bukunya Syarah Nahjul Balaghah di akhir surat yang ditujukan Imam Ali as kepada Utsman bin Hanif, Ibnu Abil Hadid menyinggung masalah Fadak dan ia mengutip khotbah ini yang diriwayatkan dari sanad yang berbeda-beda dari Ahli Sunnah.
Dari sejumlah periwayatan yang ada, Abdullah bin Hasan al-Mutsanna dikenal sebagai orang yang menukil khotbah ini. Hasan al-Mutsanna adalah keturunan dari Imam Ali as yang juga dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh (murni, -pen). Penyebutan itu dikarenakan ia dari silsilah ayahnya ia merupakan cucu Imam Hasan as dan begitu juga dari sisi ibu. Oleh karenanya mereka menyebutnya al-Madhdh yang berarti murni berasal dari Imam Hasan, baik dari sisi ayah maupun ibu.
Kembali pada masalah penukilan khotbah ini, Ibnu Abil Hadid menyebut dirinya menukil khotbah ini dari sanad Ahli Sunnah dan tidak ada hubungannya dengan periwayatan dari Syiah. Ibarat Ibnu Abil Hadid demikian:
وَاعْلَمْ اِنَّمَا نَذْكُرُ فِي هذَا الْفَصْلِ مَا رَوَاهُ الرِّجَالُ الْحَدِيْثِ وَ ثِقَاتُهُمْ وَ مَا اَوْدَعَهُ اَحْمَدُ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ الْجَوْهَرِى فِي كِتَابِهِ …
“Wa’lam Innamaa Nadzkuru Hadza al-Fashl Maa Rawaahu ar-Rijaal al-Hadits wa Tsiqaatuhum wa Maa auda’ahu Ahmad ibnu Abdil Aziz al-Jauhari fi Kitaabihi…”
(Ketahuilah bahwa sesungguhnya kami hanya menyebut pasal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh para perawi hadis dan mereka yang dapat dipercaya dan apa yang ditinggalkan oleh Ahmad Ibnu Abdil Aziz al-Jauhari di bukunya…)
Nama buku al-Jauhari adalah Saqifah wa Fadak (Saqifah dan Fadak). Buku yang cukup terkenal. Al-Jauhari sendiri dipercaya dalam meriwayatkan hadis dan termasuk ulama besar yang dipuji oleh ulama yag lain. Sementara khotbah ini banyak diriwayatkan dalam buku-buku hadis syiah seperti Bihar al-Anwar, al-Ihtijaj, Balaghaat an-Nisaa, As-Syaafi, Dalail al-Imamah, al-Tharaif, Kasyf al-Ghammah dan lain-lainnya.
Pergi Ke Masjid
Mukaddimah khotbah Sayidah Fathimah az-Zahra tentang Fadak memberikan gambaran tentang kondisi waktu,ruang dan banyak masalah lainnya yang terjadi waktu itu.
رَوَى عَبْدُاللهِ بْنِ الحَسَنْ بِاِسْنَادِهِ عَنْ آبَائِهِ
“Rawa Abdullah Ibnu al-Hasan bi Isnaadihi ‘an Aabaaihi”
(Abdullah Ibnu al-Hasan meriwayatkan dari ayah-ayahnya)
لَمَّا اَجْمَعَ اَبُو بَكْرٍ وَ عُمَرٍ عَلَي مَنْعِ فَاطِمَةَ فَدَكًا وَ بَلَغَهَا ذلِكَ
“Lamma Ajma’a Abu Bakrin wa Umaru ‘ala Man’i Fathimata Fadakan wa Balaghaha Dzalika”
(Ketika Abu Bakar dan Umar memutuskan –kata Ajma’a maknanya adalah memutuskan dan menghendaki- untuk mencegah tanah Fadak sampai ke tangan Sayidah Fathimah as, berita ini kemudian sampai kepada beliau)
لَاثَتْ خِمَارَهَا عَلَي رَأْسِهَا
“Laatsat Khimaraha ‘ala Ra’siha”
(Fathimah melilitkan kerudungnya di atas kepalanya)
Kata Laatsa berarti melilitkan. Misalnya kita mengatakan “Laatsa al-‘Ammamatu ‘ala Ra’sihi artinya Syaddaha wa Rabathaha yang berarti ia melilitkan ammamah atau sorban di kepalanya. Sementara kata Khimar merupakan kain penutup kepala yang lebih besar dari kerudung perempuan saat ini, sehingga dapat menutup kepala, leher dan dada. Kata ini juga disebutkan dalam al-Quran surat Nur ayat 31 yang artinya, “… Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya …”.
Kata khumur merupakan bentuk jamak dari khimar. Maksudnya, ketika berita ini sampai kepada Sayidah Fathimah az-Zahra as, beliau bangkit dan memakai khimarnya (kain kerudung panjangnya). Sementara kata Laatsa berarti melilitkan. Dari kata khimar jelas sudah bahwa Sayidah Fathimah as memakai kain kerudung hingga menutupi leher dan sampai ke dada.
وَاشْتَمَلَتْ بِجِلْبَابِهَا
“Wa Isytamalat bi Jilbaabihaa”
(Kemudian beliau memakai jilbabnya)
Jilbab merupakan jenis pakaian yang menutup seluruh badan dan dipakai menutupi baju. Mungkin dapat disamakan dengan abaya saat ini, pakaian panjang Arab. Beliau memakai jilbab, pakaian yang menutup seluruh badannya.
وَ اَقْبَلَتْ فِي لُمَّةٍ (لَمَةٍ) مِنْ حَفَدَتِهَا وَ نِسَاءِ قَوْمِهَا
“Wa Aqbalat fi Lummatin (Lamatin) min Hafadatihaa wa Nisaa’i Qaumihaa”
(Dan beliau bergerak bersama orang-orang yang seusia, seiring, teman, penolong dan keluarga beliau (dari kata lumatin, sementara bila dari kata lamatin, berarti sepikiran).
Maksudnya, Sayidah Fathimah az-Zahra berjalan bersama sekelompok orang yang seusia, seiring, atau dari teman-teman, penolong dan dari keluarganya. Sampai pada potongan khotbah Fadak ini, yang ditekankan adalah bagaimana Sayidah Fathimah as berpakaian. Ketika beliau akan pergi ke masjid, dimana ada banyak pria di sana, bagaimana beliau mempersiapkan dirinya dari sisi berpakaian.
Poin penting lainnya adalah mereka yang bersama beliau bergerak menuju ke masjid. Sangat mungkin sekali bahwa mereka yang bersamanya bermaksud untuk menolong beliau. Kira-kira seperti yang terjadi saat ini, bila seseorang ingin tampil di sebuah pertemuan untuk menyampaikan pembelaan, maka ada sekelompok orang yang seide dengannya menyertainya. Tapi ada dua kemungkinan dari fenomena ini; pertama, pribadi lahiriah Sayidah Fathimah az-Zahra as tetap terjaga dan kedua, tubuh lahiriah beliau tidak tampak bagi para pria yang hadir di sana, berada bersama orang-orang yang menyertainya.
تَطَاُ ذُيُوْلَهَا
“Tathau Dzuyulaha”
(Beliau berjalan dengan menginjak bagian bawah pakaiannya)
Kata ini bisa berarti Sayidah Fathimah as ketika berjalan beliau menginjak bagian bawah pakaiannya, atau beliau berjalan dengan cepat karena kesal. Di sini dapat dipahami bahwa pakaian beliau begitu panjang, sehingga terkadang terinjak kakinya. Tapi mungkin juga dari ibarat ini dapat dipahami beliau jalan dengan cepat. Sebagai kelanjutannya,
مَا تَخْرِمُ مِشْيَتُهَا مِشْيَةَ رَسُوْلِ اللهِ
“Maa Takhrimu Misyatuhaa Misyata Rasulillah”
(Beliau berjalan seperti Rasulullah Saw berjalan)
Artinya, gaya jalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak berbeda dengan cara Rasulullah Saw berjalan. Kata Misyah yang dalam kaidah sharaf sesuai dengan bentuk fi’lah memberikan arti bentuk dan cara. Yakni, cara berjalan Sayidah Fathimah az-Zahra as tidak kurang dari gaya jalan ayahnya. Gaya jalan Sayidah Fathimah as sama berwibawanya ketika Rasulullah Saw melangkahkan kakinya. Ringkasnya, selain gaya jalan beliau sama dengan ayahnya, Sayidah Fathimah as telah menampilkan gaya jalan yang sesuai dengan kepribadian seorang muslimah.
Dalam ibarat ini ada dua poin penting yang memberikan penjelasan tentang mengapa Sayidah Fathimah az-Zahra as berjalan ke masjid dengan cepat. Pertama, gaya jalan beliau sama seperti ayahnya yang penuh dengan kewibaan. Kedua, dikarenakan baju beliau yang panjang dan terkadang terinjak kaki beliau.
Memasuki Masjid
حَتَّى دَخَلَتْ عَلَي اَبِي بَكْرٍ وَ هُوَ فِي حَشْدٍ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ الْاَنْصَارِ وَ غَيْرِهِمْ
“Hattaa Dakhalat ‘ala Abi Bakrin wa Huwa fi Hasydin min al-Muhajirin , al-Anshar wa Ghairihim”
(Sehingga beliau memasuki masjid, sementara Abu Bakar dikelilingi oleh orang-orang Muhajirin, Anshar dan yang lain-lain)
Kata Hasyd berarti kelompok atau sekumpulan. Artinya, ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, di dalamnya telah ada Abu Bakar yang dikelilingi oleh banyak orang dari golongan Muhajirin, Anshar dan dari kelompok lainnya.
فَنِيْطَتْ دُوْنَهَا مُلَاءَةٌ
“Faniithat Duunahaa Mulaatun”
(Kemudian dibentangkan tabir yang memisahkan Sayidah Fathimah as dengan masyarakat yang ada di masjid)
Setelah masuk ke dalam masjid dibentangkan kain yang memisahkan beliau dengan masyarakat yang ada di sana. Mulaah berarti kain atau tabir. Artinya ada tabir yang memisahkan beliau dengan para pria yang hadir di masjid. Bahkan pada naskah yang lain ada tambahan “Mulaatun Qibthiyyatun”, yang menjelaskan bahwa jenis kain atau tabir yang dipakai berasal dari Mesir.
Namun poin penting dari bagian ibarat ini adalah ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as memasuki masjid, secara otomatis ada yang memasang tabir antara beliau dengan para pria yang hadir. Dari kata “Fajalasat” yang ada dalam khotbah ini dapat dipahami bahwa sebelum beliau duduk, dengan cepat tabir sudah terpasang. Artinya, ketika mereka mendapat kabar bahwa bahwa putri Rasulullah Saw akan memasuki masjid, dengan cepat mereka mempersiapkan tempat dan membentangkan tabir. Apa yang mereka lakukan ini juga demi melindungi beliau dari pandangan para pria dan sebuah bentuk penghormatan yang tidak hanya ajaran agama, tapi telah menjadi tradisi. Hal ini dapat ditemui dalam acara-acara keagamaan saat ini.
Jeritan Masyarakat
ثُمَّ اَنَّتْ اَنَّةً اَجْهَشَ الْقَوْمُ لَهَا بِالْبُكَاءِ
“Tsumma Annat Annatan Ajhasya al-Qaumu Lahaa bil Bukaa’i”
(Kemudian beliau duduk dan menjerit pilu dan masyarakat mengikutinya dengan tangisan)
Ketika Sayidah Fathimah az-Zahra as duduk dan menarik napas panjang yang terdengar jelas memuat kesedihan yang mendalam, seluruh Muhajirin, Anshar dan siapa saja yang hadir di masjid mulai menangis. Tangisan mereka tidak biasanya. Karena ungkapan “Ajhasya al-Qaumu” berarti seseorang yang menangis tersedu-sedu akibat menahan masalah yang berat, sehingga badannya dihempaskan ke kanan dan kiri. Sama seperti anak kecil yang menjatuhkan dirinya ke ibunya karena kesal yang luar biasa. Jeritan pilu Sayidah Zahra as membuat ruangan masjid dipenuhi tangisan.
فَارْتَجَّ الْمَجْلِسُ
“Fartajja al-Majlisu”
(Majelis pertemuan menjadi tidak terkendali)
ثُمَّ اَمْهَلَتْ هُنَيَّةً حَتَّى اِذَا سَكَنَ نَشِيْجُ الْقَوْمِ وَ هَدَأَتْ فَوْرَتُهُمْ
“Tsumma Amhalat Hunayyatan Hattaa Idzaa Sakana Nasyiiju al-Qaumi wa Hadat Fauratuhum”
(Kemudian beliau memberi kesempatan, sehingga masyarakat yang hadir tenang)
Sayidah Fathimah az-Zahra as kemudian memberikan kesempatan kepada mereka yang hadir untuk menenangkan dirinya. Ungkapan ini dengan jelas menunjukkan bagaimana masyarakat yang hadir untuk beberapa saat menangis, tanpa mampu menahan dirinya. Karena itulah, Sayidah Fathimah az-Zahra as memberikan kesempatan kepada mereka agar dapat menenangkan dirinya dan majelis yang ada juga menjadi tenang. (IRIB Indonesia/Saleh Lapadi)
Segala puji bagi Allah atas segala nikmatNya. Syukur yang tak terhingga atas segala ilhamNya. Pujian yang tak terbatas atas segala pemberianNya, dan nikmat-nikmatNya yang pertama dianugrahkanNya hingga limpahan karunia berikutnya yang diteruskanNya. Semua nikmatNya tak terhitung. membalasNya tak mungkin. Pengetahuan tentangNya tak terjangkau.
Dia mewajibkan makhlukNya untuk bersyukur, agar terus memperoleh kesinambungan dan tambahan nikmatNya. Dia menyeru mereka untuk senantiasa memujiNya atas limpahan nikmat yang dikaruniakan kepada mereka.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia Yang Maha Esa dan Tiada sekutu bagiNya. Itulah kalimat dimana keikhlasanlah yang bisa menakwilkannya, hatilah yang dapat memahaminya, pikiran yang jernihlah yang dapat mengerti maknanya. Dialah Tuhan yang tak dapat dipandang mata. Tak dapat disifati dengan kata-kata. Dan tak dapat dijangkau bentukNya lewat imajinasi dan bayangan manusia.
Ia menciptakan alam semesta tidak dari sesuatu yang ada sebelumnya, atau meniru contoh yang mendahuluinya dia menciptakan semuanya dengan kekuasaanNya. Dia memberinya eksistensi dengan kehendakNya tanpa Dia perlu akan ciptaan-ciptaan itu dan semua itu tanpa memberiNya keuntungan, melainkan semata-mata untuk mengokohkan kebijaksanaanNya. Menyadarkan manusia untuk patuh kepadaNya.
Menampakkan kekuasaanNya, mengajak manusia untuk menyembahNya, dan memperteguh seruanNya. Kemudian Dia jadikan pahala sebagai imbalan atas kepatuhan padaNya dan siksa sebagai balasan atas pelanggaran perintahNya, agar hamba-hambaNya terpanggil untuk mengejar surgaNya dan menjauh dari siksa api nerakaNya.
Aku bersaksi bahwa ayahku Muhammad (saw) adalah hamba Allah dan rasulNya. Allah memilihnya sebelum mengutusnya sebagai Rasul, memberinya nama sebelum memilihnya, mensucikannya sebelum mengutusnya, pada saat seluruh makhluk tersimpan secara ghaib, masih sembunyi di tirai kebingungan, bahkan masih bersemayam dalam ketiadaan. Semua itu dengan pengetahuan Allah akan segala urusan dan kejadian-kejadian yang akan datang di sepanjang zaman.
Allah mengutusnya untuk menyempurnakan perintahNya, melaksanakan hukum-hukumNya, menjalankan ketetapanNya agar rahmatNya menjadi nyata. Dia dapati ummat manusia tercerai berai dalam berbagai agama, memuja api, menyembah berhala dan ingkar kepada Allah dengan seingkar-ingkarnya.
Allah lalu menyinari kegelapannya dengan ayahku Muhammad saw. Ia menyingkap kesusahan yang ada di dalam hati-hati mereka, menerangi kebingungan pandangan mereka, hadir di tengah-tengah manusia dengan membawa petunjuk, menyelematkan mereka dari penyimpangan, membuka pandangan mereka dari kesesatan menunjukkan mereka pada agama yang benar dan menyeru mereka pada jalan yang lurus.
Kemudian Allah mewafatkannya dengan penuh kelembutan dan keistimewaan, dengan kecintaan dan keutamaan. Kini (ayahku) Muhammad saw. berada dalam kesenangan, bebas dari hiruk pikuk dunia, telah dilayani oleh para malaikat al Abrar, diliputi oleh kerelaan Tuhan Yang Maha Sempurna, berada dekat dengan Maha Raja Yang Perkasa. Allah senantiasa memberi shalawat pada ayahku, NabiNya, kepercayaanNya, pilihan dari seluruh makhlukNya. Semoga salam, rahmat, dan berkah Allah senantiasa untuknya.
Wahai hamba-hamba Allah! Kalian adalah pemuka-pemuka yang menyebarkan perintah-perintahNya dan kemungkaran yang dilarangNya. Kalian adalah penyampai agama dan wahyuNya. Kalian juga adalah orang-orang yang dipercaya Allah untuk mengurus dirinya masing-masing dan penyampai pesan-pesanNya kepada ummat-ummat yang lain. Di sisi kalian ada pemimpin haq yang ditunjukNya. Dia telah mengambil ikrar janjinya dari kalian, dan meninggalkannya kepada kalian sebagai peninggalan yang besar.
Itulah Kitab Allah yang natiq (berbicara), Al Qur’an yang benar, cahaya yang terang benderang, dan pelita yang berkilauan, petunjuk-petunjuknya jelas, rahasia-rahasianya tidak rumit dan ayat-ayat lahiriahnya mudah dipahami, pengikut-pengikutnya dicemburui orang lain. Dia mengajak kepada keridhoan pada pengikutnya, membawa pendengarnya pada keselamatan. Dengan Al Qur’anlah buktu-bukti Allah terang benderang, perintah-perintahnya yang ditafsirkan, larangan-larangannya yang diperingatkan, penjelasan-penjelasannya yang lugas, bukti-buktinya yang kuat, keutamaan-keutamaannya yang dituliskan, keringannya yang diberikan, hukum syariatnya yang diwajibkan bisa diperoleh.
Allah telah menjadikan Iman sebagai penyuci kalian dari syirik, sholat sebagai pembersih kalian dari sombong, zakat sebagai penyuci jiwa dan pengail rezqi, puasa sebagai media untuk mengokohkan ikhlas, haji sebagai penopang agama, keadilan sebagai penyatu hati, kepatuhan kepada kami sebagai cara untuk mengukur ummat dan keharmonisan mereka, keimamahan (kepemimpinan) kami sebagai penyelamat dari perpecahan, jihad sebagai hukum demi kemuliaan Islam, sabar sebagai pembantu untuk memperoleh pahala, amar ma’ruf sebagai usaha perbaikan sosial, bakti kepada kedua orang tua sebagai langkah menghindari kemurkaan Allah, silaturrahmi sebagai pemanjang umur dan sarana bagi pertumbuhan nilai, hukum Qishas sebagai penjamin kelangsungan hidup nyawa-nyawa yang tidak berdosa, memenuhi nazar sebagai ganti dari ampunan Tuhan, jujur dalam timbangan dan takaran untuk memberantas penipuan dan agresi hak orang lain, larangan meminum khamer (yang memabukkan) agar dapat bersih dari noda dan najis, menghindarkan diri melakukan fitnah agar terhindar dari laknat Tuhan, larangan mencuri agar terpelihara harga diri, larangan mensyirikkanNya agar pengakuan akan ketuhanan Allah dapat dilakukan secara murni dan ikhlas. Bertaqwalah kalian dengan sebenar-benarnya taqwa. Janganlah akhiri hidup kalian melainkan setelah kalian benar-benar muslim kepadaNya. Patuhilah Allah atas segala perintahNya dan laranganNya, sebab hanya hamba-hambaNya yang alim (arif) saja yang akan takut kepadaNya.
Wahai ummat manusia! Ketahuilah sesungguhnya aku ini adalah Fatimah, ayahku Muhammad (saw). Kuulangi kata-kataku pada kalian bahwa aku tidak berkata dusta atau melakukan sesuatu yang tercela. Telah datang kepada kalian seorang Rasul. Ia merasakan betapa berat penderitaan kalian, sangat mendambakan keselamatan kalian. Ia mengasihi semua orang yang beriman. Apabila kalian memuliakannya dan mengenalnya maka itulah ayahku, bukan ayah wanita-wanita kalian. Dialah saudara putra pamanku (Ali bin Abi Thalib as.), bukan saudara laki-laki kalian. Sungguh sebaik-baik penghargaan adalah untuknya. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya untuknya dan keluarganya. Ia telah menyampaikan dan menunaikan tugas risalah.
Ia telah memperingatkan manusia secara terang-terangan, menentang jalan hidup kaum musyrikin, mengalahkan argument mereka, membongkar rahasia jahat mereka. Ia mengajak ke jalan Tuhannya dengan cara yang bijaksana melalui peringatan-peringatan yang baik. Ia menghancurkan berhala sesembahan mereka sehingga semua mereka hancur dan lari tunggang langgang.
Demikianlah sehingga fajar menyingsing, kebenaran terungkap, pemimpin agama angkat bicara, jurubicara syaitan bungkam, gerombolan kemunafikan tenggelam, dan simpul-simpul kekafiran terurai. Kemudian kalian bersama sejumlah kecil orang-orang baik mengucapkan kalimat ikhlas (tauhid), padahal waktu itu kalian sudah berada di ambang jurang api neraka, tempat penghuni para pemabuk, penyambar orang-orang yang tamak, penangkap orang-orang yang mendahulukan dunia. Di kala itu kalian minum dari tanah liat, makan dedaunan, dan hidup di bawah kehinaan. Setiap kalian khawatir dari orang-orang yang berada di sekitar kalian, kemudian Allah menyelamatkan kalian melalui ayahku Muhammad (saw) dengan seluruh permasalahan yang kalian miliki dan dengan berbagai rintangan yang dihadapi dari srigala-srigala arab dan pengikut-pengikut Ahlul Kitab yang murtad.
Setiap kali mereka menyalakan api peperangan, Allah kemudian mematikannya (melalui ayahku), atau setiap kali pengikut syaitan muncul, atau setiap kali mereka membuka mulutnya, yang di dalam untaiannya tidak puas sampai menginjak sayap dengan kakinya, dengan lelah ia (ayahku) memadamkan bara apinya dengan pedang karena Allah, berjuang di bawah perintah Allah dengan gigih dan sadar, serta mencurahkan segala kemampuannya dan tidak pernah terpengaruh oleh tipu daya dalam berjuang karena Allah (hingga Allah memenangkan agamaNya melalui ayahku).
Namun setelah Allah menempatkan NabiNya pada rumah para Nabi dan tempat para Nabi pilihanNya, kini nampak duri-duri kemunafikan di tengah-tengah kalian. Pakaian agama kemudian jadi kusut, orang-orang yang melampaui batas bersuara, orang-orang yang paling sedikit nama baiknya juga ikut berkicau, yang terbaik dari ahli kebathilan berlagak di tengah kekacauan kalian, lalu syaitan muncul dari tempat persembunyiannya menyambar kalian. Ia kemudian membuat kalian patuh pada ajakannya, dan senantiasa bersama dengan tipu dayanya. Ia menyuruh kalian bangkit dan ia mendapati kalian menyambut panggilannya. Namun ketika kalian murka disaat ia mendapati kalian emosional, ia membujuk kalian (dengan berbagai cara), hingga akhirnya kalian kemudian menghiasi onta yang bukan milik kalian dan mendatangi tempat air yang bukan hak kalian.
Beginilah keadaan kalian, padahal baru saja kalian mengikat janji. Kalian telah jauh melangkah. Ada apa dengan kalian? Mengapa kalian dapat berlaku begitu, padahal kitab Allah ada pada kalian?. Sangat jelas kandungannya, hukum-hukumnya terang benderang, isyaratnya tampak jelas, larangan-larangannya mendasar, perintah-perintahnyapun sangat jelas, lalu kalian tinggalkan. Apakah kalian ingin lari darinya? Atau kalian ingin mencari sistem hukum yang lain?. Alangkah buruknya ganti (pilihan) orang-orang yang zalim (QS. Al Kahfi[18]: 5) dan barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya dan ia di akhirat termasuk dari kelompok orang-orang yang merugi. (QS. Ali Imran[3]: 85).
Wahai sekalian ahli musyawarah, pendukung-pendukung agama dan penjaga Islam, kelengahan apa ini? Di mana terjadi kedzaliman atasku (hakku)? Bukankah Rasulullah (saw), ayahku, telah bersabda: Seseorang dipelihara pada keturunanNya?” Alangkah cepatnya yang kalian perbuat, begitu jauh telah terjadi penguburan (agama), padahal kalian sanggup terhadap apa yang aku perjuangkan dan kalian punya kekuatan terhadap tuntutanku. Atau kalian beranggapan bahwa Muhammad (saw) telah mati?
Sungguh, peristiwa besar dan kegelapan (agama) telah terjadi, keretakannya berjalan cepat, tambalnya telah retak, bumi menjadi gelab, matahari dan bulan mengalami gerhana, bintang-bintang telah ditaburkan karena petakanya, harapan telah putus, gunung-gunung telah diam, kehormatan telah disia-siakan, harga diri telah disingkirkan saat kematiannya.
Demi Allah, itulah tragedi paling besar dan petaka paling berat. Belum ada yang menandinginya, dan tipudaya tercepat. Dengannya Kitab Allah akan dibeberkan secara terbuka pada halaman kalian, sedang pada sore hari dan paginya, diteriakkan, dibacakan, dan didengungkan juga di halaman kalian, yang sebelumnya tidak pernah terjadi untuk para Nabi dan Rasul-rasul Allah, suatu hukum yang pasti dan ketentuan yang mutlak. Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seeorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Al Imran [3]: 144)
Sungguh jauh wahai Bani Qilata, apakah aku akan dihalau mewarisi ayahku, padahal kalian melihat dan mendengarkan serta hadir di dalam forum, dikacaukan oleh kampanye dan diliputi oleh berbagai informasi. Padahal kalian memiliki jumlah, persiapan, peralatan, kekuatan, kalian punya senjata, dan penangkal untuk dapat memenuhi seruan ini, mengapa kalian tidak memenuhinya? Teriakan telah mendatangi kalian, lalu kalian tidak mau menolong, padahal kalian dikenal sebagai petanding, orang baik, suatu pilihan yang telah dipilih untuk kami Ahlul Bait?
Kalian telah memerangi orang Arab, kalian telah menanggung beban dan kesusahan hingga kelelahan, kalian telah menumpas berbagai ummat, dan menantang para pemberani. Kami tidak akan marah, atau kalian sedang marah? Kami perintahkan kalian tapi justru kalian akan menguasai kami sampai Islam berputar. Pada kami susu mengalir setiap hari, hembusan syirik telah tunduk, emosi kebohongan telah diam, dan api kekafiran telah padam, ajakan-ajakan kekacauan telah diam, dan sistem agama telah kuat, lalu kemana kalian pergi setelah semuanya jelas, dan setelah semuanya terbuka?, Atau kalian ingin menyembunyikan segalanya? Kalian mundur setelah maju, apakah kalian akan musyrik kembali? Sungguh kemeralatanlah bagi kaum yang telah melanggar perjanjian mereka. Mengapa kalian tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya)?, padahal mereka telah keras untuk mengusir Rasul dan mereka yang pertama kali memulai memerangi kamu?. Mengapa kamu takut kepada mereka?, padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang-orang beriman?. (QS. At Taubah[9]:13).
Ingat! Sungguh aku telah melihat kalian telah terjebak pada kesenangan sesaat, dan kalian telah menjauhkan yang paling berhak membuka dan menahan, lalu kalian mengisolir diri bersama kesenangan, dan selamat dari kesempitan dengan mendapatkan keleluasaan, lalu kalian melemparkan yang sebelumnya kalian sadari, serta memuntahkan apa yang telah kalian telan. Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim[14]:8)
Ingatlah! Telah kusampaikan pada kalian atas dasar pengetahuanku secara hina sebagaimana kalian diperlakukan ditengah kalian, dan dengan tipuan yang hati kalian dapat merasakannya. Namun semua ini adalah luapan kejiwaan dan kemarahan(ku) serta lahir dari kelemahan dan hati yang berduka, serta pengutaraan argumentasi. Maka ambillah serta simpanlah di belakang hari secara perlahan, namun senantiasa akan menjadi cela, dan ditandai oleh murka Allah, dan kecelakaan yang abadi, berhubungan dengan api neraka Allah yang menyala dan membakar di dalam dada, dan semua yang kalian lakukan, semuanya dalam penglihatan Allah. Sayalah putri Nazir, pemberi peringatan bagi kalian berhadapan dengan azab Allah yang pedih, maka lakukanlah, berbuatlah, kami juga akan berbuat, dan tunggulah, kami juga akan menunggu…………
Dari Assaduq dari Ibnu Abbas bahwa (mendengar) Rasulullah saw. bersabda:
“Adapun putriku, Fatimah, maka ia penghulu wanita di seluruh alam sejak pertama sampai akhir. Dialah segumpal darah daging dariku, dialah cahaya mataku, dialah buah hatiku, dialah ruhku yang ada di kedua sampingku, dialah bidadari wanita di saat berdiri di dalam mihrabnya di depan Tuhannya, cahayanya gemerlap menyinari (zahara) para malaikat langit seperti cahaya bintang menyinari penghuni bumi.”
(Al Bihar, jilid 10)
Rasulullah saw. bersabda:
“Fatimah adalah belahan diriku, barang siapa yang membuatnya marah, ia telah membuatku marah.”
(Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan, bab manaqib keluarga dekat Nabi saw.)
Rasulullah saw. bersabda:
“Fatimah adalah belahan diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.”
(Shahih Bukhari, kitab Nikah; Sahih Muslim, kitab Fadhil ash Shahabh, bab Fadhil Fatimah).
Labbaika Ya Sayyidatun Nisa’il ‘Alamin…!!!
(M. Taufiq Ali Yahya; Perjuangan dan Do’a-doa Fatimah Az Zahra, hal. 129)
Sumber: Tehrani, Mojtaba, Sharhi Koutah bar Khotbeh Fadak, Tehran, Moasseseh Farhanggi Pezhouheshi Masabih al-Hoda, 1390, cetakan kedua.

Reza Sya

No comments: