Perempuan Di Balik Kemegahan Benteng Wolio

Dengan tinggi rata – rata 4,5 meter dan lebar 2 meter, batu yang tersusun rapi berbentuk huruf ‘dal itu tercatat sebagai benteng terluas di dunia. Benteng ini mengengelilingi pusat pemerintahan Kesultanan Buton dengan luas areal kompleks keraton diperkirakan 4.0 ha dengan keliling 3 km. Dikenal nama Benteng Wolio. Seorang perempuan yang memberikan kontribusi sangat luar biasa besar dalam proses pembangunan benteng itu luput dari pandangan kita yang tertutupi oleh kekaguman atas sbuah Maha Karya sejarah, sebagai bentuk majunya sebuah peradaban.
Photo : Lawana Dete Benteng Wolio

Perempuan bangsawan itu bernama Wa Ode Wau, dia menjadi salah satu perempuan terkaya yang tercatat dalam sejarah Kesultanan Buton, dengan kekayaannya tidak kemudian menjadikan dirinya Sombong, angkuh dan bertidak sesuka hati layaknya para para pejabat dan konglomerat sekarang ini. Ia sadar betul bahwa harta yang dilmiliknya bukanlah sepenuhnya menjaadi haknya tetapi sebagian dari harta itu haruslah diberikan kepada orang – orang disekelilingnya yang hidup dalam segala kekurangan.


Kisah ini bukanlah sekedar cerita rakyat atau dongeng yang dalam ceritanya tidak diketahui kapan dan diman kisah itu terjadi?. Begitu banyak cerita bahkan dalam beberapa catatan Gubernur Jenderal dari Belanda yang membenarkan kisah ini.


Bukan sifat dermawan seorang Wa OdeWau yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini tetapi keikhlasannya dalam membangun negeri Butuni. Bahwa kelikhalasannya membangun negeri harunslah menjadi contoh bagi para pemangku jabatan di Negeri ini bukannya mengharapkan sesuatu yang lebih besar dari apa yang telah mereka berikan kepada negeri ini.


Benteng Wolio yang kini menjadi salah satu icon kebanggaan masyarakat Buton sebgai Benteng terluas Di Dunia adalah salah satu bangunan peninggalan sejarah yang pembangunannya sebagai mekanisme perlindungan paling dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam pembangunannya menjadi tidak terpisahkan dari sumbangsih besar Seorang Wa Ode Wau. Entah begaimana nasib benteng Wolio tanpa Wa Ode Wau, pekerjaan pembangunan benteng pada masa kepemimpinan Sultan La Sangaji sempat terhenti selama tiga tahun akibat musim paceklik pada tahun 1595, yang kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh Sultan dayanu Ikhsanuddin sselam kurang lebih enam tahun yang dimulai pada tahun 1612 namun sebelum pembangunan Benteng selesai, pembangunan kembali terhenti pada 1616. Pada tahun 1638 Sultan Gafur Alwadud (La Buke) melanjutkan pembangunan Benteng Wolio selama tujuh tahun hingga selesai pada tahun 1645, pada masa inilah Wa Ode Wau berperan penting dalam pembangunan Benteng Wolio.
Selama tujuh tahun itu Wa Ode Wau menyerahkan sebaki emas dan Perak miliknya kepada sara Kesultanan di setiap musim pergantian, sebagai biaya makan dan minum para pekerja benteng. Tidak ada satu cerita pun yang mengatakan bahwa Wa Ode Wau menginginkan sesuatu untuk dirinya atas emas dan perak yang telah ia berikan. Penyerahan emas dan perak itu ia berikan semata – mata untuk membantu peembangunan benteng agar dapat terselesaikan.

Andai saja para orang – orang kaya di negeri ini memiliki kelikhlasan seperti Wa Ode Wau, tidak perlu terjadi pertarungan diantara mereka dengan mengeluarkan uang yang begitu banyak untuk bisa membangun Negeri ini, Wa Ode Wau tidak pernah menjadi pejabat dalam kesultanan dalam membangun benteng yang kini kita banggakan. Selanjutnya apakah benar yang dikatakan PEMIMPIN kita hari ini? bahwa akan membangun negeri ini dan akan mensejahterakan rakyat, setelah banyaknya uang yang mereka keluarkan untuk menduduki kursi kepemimpinan. Haruskah menjadi pemimpin untuk membangun negeri? Haruskah menjadi pemimpin untuk mensejahterakan rakyat?. Bukankah jika memang itu tujuan mereka, daripada mengeluarkan uang yang begitu banyak untuk menjadi seorang pemimpin, lebih baik uang itu digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Jangan Sampai Mereka Berlomba Untuk Menjadi Pemimpin Dengan Mengorbankan Uang Yang Begitu Banyak Hanya Untuk Melipatgandakan Uang Mereka? ATAU Hanya Sekedar Menginginkan Pengakuan Atas Dirinya?
. Kembali pada sosok Wa Ode Wau, setelah pembangunan benteng Wolio selesai jangankan meminta balasan atas jasanya, bahkan ketika Sara Kesultanan Buton menawarkan emas dan uang perak kepada Wa Ode Wau sebagai balasan atas jasanya. Ia justru menolak dengan halus dengan pernyataan yang Artinya :

“Saya tidak akan mengharapkan sesuatu pemberian dari Sara Kesultanan atas pengorbanan harta benda saya terhadap pembangunan Benteng Wolio tetapi Semata mata untuk kepentingan negeri saya sendiri serta untuk kehormatan kaumku dan anak cucuku dikemudian hari semoga mereka juga mengikuti jejak saya ini”.

Ada sebuah pesan yang tersirat dari pernyataan tersebut, bahwa pengorbanan yang kita berikan untuk negeri janganlah mengharapkan balasan apapun dan lakukanlah bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan negeri atau orang banyak. Meski dalam pernyatan tersebut yang dinginkannya adalah agar anak cucunya mengikuti jejaknya dalam hal ini membangun negeri dengan penuh keikhlasan tetapi tidak salah apabila kita pun yang bukan keturunannya dapat mengikuti jejaknya, agar negeri ini dapat segera terbebas dari penjajahan oleh bangsanya sendiri. Para Pemimpin orang kaya di negeri ini harusnya dapat menanamkan keikhlasan dalam dirinya untuk membangun negeri ini. Bukannya mencari keuntungan dari pembangunan negeri ini yang bahkan pembangunan itu bukan dari dirinya tetapi dari uang rakyat negeri ini. MEREKA (PARA PEMIMPIN DAN ORANG KAYA) ITU KINI LAYAKNYA LINTAH DARAT YANG MENGHISAP DARAH RAKYATNYA SENDIRI.`

No comments: