Peristiwa Halim 1 Oktober 1965
sumber:wikipedia.org
“De hernnering des menchen aan geleden onrecht is lang; gedaan onrect wordt spoedig vergeten ” (Ingatan orang akan penderitaan akibat kelaliman akan lama hilangnya; kelaliman yang seseorang lakukan , akan mudah dilupakan olehnya .Bung Karno, Indonesia Menggugat
Peristiwa kelam ini sudah belangsung lama. Cerita dan kejadian ini sudah banyak ditulis para sejarawan, pelaku sejarah hingga orang yang tertarik terhadap peristiwa tersebut. Saya semenjak kecil sangat tertarik dengan peristiwa ini. Semua tulisan dan buku yang saya temui mengenai hal ini saya baca tuntas. Rata rata buku versi penguasa Orba. Versi kejadian yang saya baca adalah versi sudut pandang yang selama ini banyak dibaca di literatur zaman Soeharto.Namun ketika saya membaca buku “Tuhan, pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku” sebuah pledoi Omar Dhani . saya berkeinginan menulis dari sisi yang lain. Dimana Halim sebagai Pangkalan Angkatan Udara(PAU) santer disebut terlibat dalam peristiwa itu. Dimana diketahui Presiden Soekarno pada tanggal 1 Oktober berada di PAU Halim dimana DN Aidit juga menggunakan salah satu pesawat AURI utuk terbang ke Yogyakarta melalui PAU Halim.
Terseretnya PAU Halim dikarenakan polemik dimana ditemukannya 7 jenazah pahlawan revolusi di sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya yang berdekatan dengan PAU Halim. Walau dikemudian hari dipastikan lubang buaya bukanlah bagian dari PAU Halim.
Sebelum saya lanjutkan menulis, saya perlu klarifikasi terlebih dahulu. Tulisan ini ditulis oleh seorang yang bukan pakar sejarah, bukan pelaku sejarah dan hanya mengandalkan referensi buku, majalah dan berita online . Maka bila ditemukan ketidak akuran data saya mohon maaf dan mohon dikoreksi.
Keadaan Indonesia Sebelum Peristiwa 1 Oktober 1965
Indonesia sedang dalam suasana gegap gempita suasana ganyang malaya, ganyang neokolim. Konfrontasi Indonesia melawan Malaysia sedang dalam keadaan memuncak. Indonesia keluar dari keaggotaan PBB karena merasa diperlakukan tidak adil dan ketidak sukaan Indonesia kepada kekuatan barat yang di motori AS. Hingga keluarlah ucapan Presiden Soekarno yang terkenal ” Let’s Go To Hell With Your Aids” kepada pemerintahan AS ketika itu.
Pada masa itu untuk keperluan konfrontasi dengan Malaysia , maka diadakanlah sukarelawan sukarelawati untuk diterjunkan di wilayah perbatasan dalam rangka Dwikora. Termasuk relawan bekas pembebasan Irian barat semasa Trikora. Ada ide untuk mewadahi sukarelawan suakrelawati tersebut dalam Komando pertahanan rakyat pada organisasi Hankam. Namun ide tersebut melintir menjadi isu pembentukan angkatan V . Padahal ide pembentukan wadah sukarelawan ini di lemparkan Presiden Soekarno pada acara pembukaan kursus Lemhanas di Istana Negara. Presiden Soekarno mendapatkan ide itu dari PM Chine Chou En Lai, karena di RRC terdapat empat angkatan. Yang angkatan yang ke-empatnya adalah Milisia, rakyat yang dilatih dan dipersenjatai.
Ditambah lagi ada penawaran bantuan senjata ringan dari pihak RRC sebanyak 100.000 pucuk . Tawaran ini disampaikan ketika Waperdam I sekaligus Menlu Dr Soebandrio berkunjung ke beijing diawal tahun 1965. Tawaran ini disampaikan sekembali ke tanah air kepada para forum rapat KOTI dan disetujui termasuk Men/KASAB Jend. A.H Nasution.
Di temukan dokumen Gilchrist, yang didalam dokumen yang diketik pada kertas yang biasa digunakan Kedubes Inggris itu ditujukan untuk sekjen kementerian Luar Negeri Inggris . Isi dokumen itu memuat kata “our local army Friend “ yang diinterpresikan sebagai dewan jenderal dan AD. Dokumen tersebut diterima DR Soebandrio selaku ketua BPI (Badan Pusat Intelijen) melalui pos pada tanggal 15 Mei 1965. Lalu dokumen tersebut diserahkan kepada Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1965 . Keesokan harinya Presiden Soekarno memanggil keempat Panglima Angkatan untuk menanyakan kebenaran isi dokumen tersebut. Presiden menayakan kepada Jend . A Yani , apakah di tubuh AD ada hubungan dengan pihak Inggris dan AS. Dijawab ” tidak ada “. lalu pertanyaan tentang adanya dewan jenderal yang di juga jawab dengan “tidak ada”.
Dokumen Gilchrist seperti sengaja dibuat untuk menebar fitnah dan merenggangkan hubungan Presiden Soekarno dengan Jend.A. Yani. Isu dokumen ini membuat kisruh dan berujung dibakarnya kedubes Inggris oleh massa yang tidak senang terhadap pihak neokolim.
30 September 1965
Pada jam 16:00 kamis sore tanggal 30 september 1965. Men/Pangau Omar dani mendapatkan laporan intelijen dari perwira menengah LetKol (udara) Heru Atmojo, selalu asisten Direktur Inteliten AURI tentang adanya gerakan serius didalam tubuh AD. Gerakan ini akan menjemput para jenderal yang terlibat dalam Dewan Jenderal untuk menghadap Presiden Soekarno. Gerakan ini dilakukan oleh perwira muda yang mendapatkan dukungan dari para bawahan hingga para pegawai sipil. Disebutkan nama nama Jenderal yang menjadi target .laporan intelijen ini didapat dari Mayor (udara) Sujono, yang menjabat Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan Udara (Dan.Rem.PPP) yang bermarkas di kramat jati.Dikemudian hari perwira inilah yang terlibat dalam melatih para sukwan dan sukwati di Lubang Buaya.
Menanggapi laporan intelijen yang tidak masuk akal ini , Men/Pangau Oemar dani meminta Letkol Heru Atmojo melengkapi berita intelijen tersebut dari sumber sumber yang terpercaya. Omar Dani juga meminta Letkol Heru Atmojo datang kembali jam 20:00 hari itu juga untuk menjelaskan kepada semua deputi dan panglima komando operasi (Pang Koops).
Malam itu juga di wisma angkasa dikediaman resmi Men/Pangau Omar Dani. Dihadiri Deputi bidang Operasi (DMPO) Komodor Udara Ignatius Dewanto, Deputi bidang Logistik (DMPL) Komodor udara Agustinus Andoko, Pang Koops Komodor udara Leo Wattimena juga Letkol Heru Atmojo selaku orang yang memiliki informasi intelijen. Apa yang disampaikannya sama dengan info pada jam 16:00. Dalam hal ini pula dilaporkan pula LetKol Heru Atmojo akan bertemu dengan Brigjen Suparjo pada jam 05:00 di gedung Penas, Jl By Pass Jakarta Timur.
Mendengar Laporan Intelijen yang kurang logis itu akhirnya tidak dicapai keputusan yang tepat. Keraguan dan kebimbangan para Pati AURI itu tak berhasil mengambil sebuah keputusan selain AURI tidak ingin terlibat masalah internal angkatan lain.
Atas saran Pang Koops Leo Wattimena mengingat situasi keamanan yang mungkin berubah dan tidak kondusif, maka ia menyarankan Men/Pangau berada di markas koops Halim agar terjamin keamanannya. Selain dijaga 1 kompi PGT (Pasukan Gerak Tjepat) juga sudah tersedia pesawat dan awaknya yang selalu stand by . saran ini diikuti Men/Pangau Omar Dani. Tengah malam ia beserta ajudannya merapat ke PAU Halim.Keadaan Jakarta malam itu tenang, sepi dan tidak ada yang mencurigakan.
Sebelum meninggalkan kediaman Men/Pangau, Pang Koops Komodor (udara) Leo Wattimena memberi pesan kepada Mayor (udara) dr Willy ajudan Men/Pangau Omar Dani untuk menghubungi Kolonel (udara) Wisnu Djajengmidardo selaku komandan Wing-ops 001/ PAU Halim. Selain itu setibanya di markas koops di Halim , Leo wattimena memerintahkan perwira piket agar segera memanggil seluruh perwira staff ke markas ops halim. Maka malam itu berdatanganlah Kolonel (udara) Wisnu Djajengmidardo, Letkol (udara) Darsio perwira staff operasi, Mayor (udara) Soebarjono perwira staff Wing Ops 001, mayor (udara) Abdul Kadir kepala Ops Room dan Kapten (udara) Hanafie perwira intel angkatan. Malam itu dengan tegas Komodor (udara) Leo wattimena memberikan briefing kepada seluruh perwira bawahannya “ Saya baru kembali dari rumah kediaman Men/Pangau. Malam ini juga akan terjadi sesuatu di kalangan Angkatan Darat. Beberapa jenderal kontra revolusioner akan ditangkap oleh golongan progresif revolusioner. Mereka akan dihadapkan kepada bung karno. Ini masalah intern Angkatan Darat. Kita tak boleh turut campur dalam urusan intern Angkatan darat, tetapi kita harus tetap waspada. Komandan PAU Halim harus segera mengkonsinyir pangkalan. Batalyon PGT harus segera disiagakan, seluruh hanggar, semua pesawat terbang beserta fasilitasnya harus dijaga ketat. Cegah jangan sampai ada sabotase. Siapkan kamar istirahat di Koops untuk Men/Pangau !”
Malam itu selaku komandan Wing-001/PAU Halim , Kolonel (udara) Wisnu Djayengmidardo meneruskan briefing kepada para staff bawahannya.Selain meneruskan briefing Pang Koops , Kolonel Wisnu Djayengmidardo juga memberikan instruksi khusus “Jika terjadi sesuatu di PAU Halim segera ungsikan seluruh pesawat terbang ke pangkalan udara yang lainnya ! Kita juga harus siap bila sewaktu waktu harus melakukan pengungsian para pejabat negara,dengan short range maupun long range sesuai standart operating procedure”
PAU Halim malam itu seperti tidak tidur, Para perwira, komandan , pilot dan awak pesawat bersiaga penuh. Apalagi tengah malam telah datang Men/Pangau Omar Dani beserta Ajudannya.
Kolonel Wisnu Djayengmidardo yang penasaran tentang laporan intelijen yang ia dapatkan dari komandannya mencoba mencari tahu isi kebenaran info intelijen dengan menanyakan kepada kakak iparnya Kolonel CPM M.Derajat di jalan surabaya,Jakarta. Kakak iparnya yang bertugas di Ditpom AD tak tahu informasi tersebut. Walau telah diajak menemui LetKol CPM Sudianto Kabag Intel Ditpom di taman matraman, kedua pamen AD itu tak tahu mengenai info tersebut. Malam itu pukul 03:00 , Kolonel Wisnu Djayengmidardo merapat di pangkalannya di PAU Halim.
Men/Pangau Omar Dani Konsinyir di PAU Halim
Sesampainya di PAU Halim pada tengah malam, Men/Pangau yang telah mengantuk dan lelah langsung beristirahat di kamar yang telah disiapkan. Men/Pangau berpesan kepada ajudannya agar dibangunkan jam 06:00 pagi .
Hari itu , Jum’at 1 Oktober 1965 pukul 06:00 pagi Men/Pangau dibangunkan ajudannya. Setelah mandi dan bersarapan . Men/Pangau bersama Pang Koops Komodor Leo Wattimena berada di ruang kerja panglima koops. Ajudan Men/Pangau melaporkan tentang kedatangan Mayor (udara) Soejono yang telah datang dua kali ingin menghadap pada pukul 05:00 pagi dan sebelum jam 06:00 . Tetapi karena perintah Men/Pangau yang minta dibagunkan pukul 06:00 maka permintaan mayor (udara) Soejono ditolak ajudan Men/Pangau.
Tepat pukul 07:00 berita RRI menyiarkan berita tentang Gerakan 30 September , secara spontan Men/Pangau dan Pang Koops berkata “ Lho kok sama dengan yang dilaporkan oleh Letkol Heru Atmojo kemarin sore.”
Melihat perkembangan informasi dan situasi yang terjadi dan kebenaran informasi intelijen yang disampaikan asistem Direktur Intelijen Letkol Heru Atmojo pada tanggal 30 september kemarin sore. Men/Pangau yang juga diminta Letkol Heru Atmojo agar segera membuat surat pernyataan resmi Men/Pangau bila ternyata informasi yang dibawanya benar.
Tanpa berpikir panjang Men/Pangau Omar Dani meminta pulpen dan kertas untuk menyusun konsep surat pernyataan , setelah dikoordinasikan dengan Pang Koops Komodor Leo wattimena konsep itu langsung dikirim ke Departeman angkatan Udara (Depau) untuk dikonsultasikan kepada deputi operasi Komodor I Dewanto. Dan dikemudian hari inilah surat pernyatan Men/Pangau tanggal 1 Oktober 1965 yang akan menjadi masalah besar bagi Men/Pangau dan institusinya AURI.
Pukul 08:00 pagi, Men/Pangau Omar Dani mendapatkan telpon dari Letkol Soeparto yang memberitahukan sebentar lagi Presiden Soekarno akan berkunjung secara incognito ke PAU Halim. Letkol Suparto adalah staf pribadi kepresidenan yang kadang menjadi supir pribadi Presiden Soekarno.
Kedatangan Presiden Soekarno ke PAU Halim pagi itu disebabkan situasi yang diluar kebiasan. Malam itu setelah menginap dirumah salah satu istrinya Presiden Soekarno hendak kembali ke Istana . Namun ketika akan mendekati Istana , Presiden dan pengawalnya mendapatkan info agar Presiden tidak memasuki istana karena adanya pasukan liar yang tidak dikenal berada di sekitar Istana. Untuk menjaga keselamatan dan keamanan Presiden , maka diputuskan mencari tempat yang aman. Presiden Soekarno mengambil keputusan untuk menuju PAU Halim. Dan memang sesuai prosedur keamanan, bila keadaan tidak terkendali maka Presiden agar segara diungsikan menuju PAU Halim. Di PAU Halim selalu stand by pesawat AURI untuk membawa Presiden terbang menuju tempat yang lebih aman.
Sesampainya Presiden Soekarno di PAU Halim dan sebagai seorang pemimpin politik yang berpengalaman. Presiden dapat merasakan sesuatu yang tidak beres tengah terjadi. Presiden Soekarno menunggu perkembangan selanjutnya.
Di PAU Halim , keamanan sekitar Halim lebih diperketat karena Presiden berada di markas komando . Presiden yang sudah mendapat laporan tentang gerakan 30 september dan telah terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap perwira tinggi di lingkungan Angkatan Darat .
Dalam sikap dan pendapatnya Presiden Soekarno meminta agar revolusi tetap berjalan, dengan berdarah atau tidak berdarah. WalaupunPresiden tidak setuju dengan pembunuhan. Dalam sebuah revolusi yang besar setiap peristiwa adalah seperti “ a ripple in the ocean”
Tentang kedatangan Presiden Soekarno, Kejanggalan terjadi dimana Mayor Sujono telah lebih tahu info kedatangan Presiden yang akan berkunjung ke PAU Halim pada pukul 05:00 dimana perwira itu membericarakan hal tersebut kepada Komodor (udara) Susanto.Tentang hal ini Men/Pangau menunjukkan keheranannya bagaimana bisa info kedatangan Presiden Soekarno baru ia terima melalui telepon dari Letkol Suparto. Dan info itupun belum ia beritahukan kepada siapapun.
Sebelum kedatangan Presiden Soekarno, Men/Pangau didatangi Letkol Heru Atmojo yang melaporkan bahwa dirinya diajak Brigjen Soepadjo dari Gedung Penas menuju Istana, di sana ia dan Brigjen Soeparjo menunggu Presiden Soekarno. Namun karena hingga jam 07:00 Presiden juga tidak dapat ditemui maka Letkol Heru Atmojo meninggalkan istana menuju Depau di tanah abang bukit. Di Depau ,Letkol Heru disarankan agar segera melapor kepada Men/Pangau di markas koops .
Mendengar Presiden Soekarno akan menuju Halim, Letkol Heru Atmojo akan segera memberitahu Brigjen Soeparjo di Istana. Demi kelancaran dan kecepatan laporan yang mendesak, Letkol Heru Atmojo meminta ijin Men/Pangau untuk menggunakan helikopter yang sebenarnya hanya dikhusukan untuk kepeluan Men/Pangau. Ijin penggunaan helikopter yang diberikan Men/Pangau kelak dikemudian hari ijin ini menjadi sumber masalah tentang penggunaan fasilitas AURI untuk kepentingan orang orang yang terlibat G 30 S.
Kedatangan Presiden Soekarno didampingi oleh Kolonel CPM Maulwi Saelan, AKBP Mangil sebagai pengawal , KomBes Pol Soemirat sebagai ajudan dan Jaksa agung muda Brigjen Soenarjo.
Persiden Soekarno disiapkan rumah istirahat di belakang markas koops, di rumah kediaman Komodor (udara) Susanto. Dipilihnya rumah tersebut karena posisinya yang tepat dibelakang markas koops juga itulah rumah yang paling besar dan paling baik di lingkungan PAU Halim. Selain itu Presiden Soekarno sudah sangat mengenal keluarga komodor Susanto yang dulunya adalah seorang pilot kepresiden, pesawat Dolok Martimbang.
Tak lama kedatangan Presiden di PAU Halim. Brigjen Sabur komandan resimen cakrabirawa datang ke Halim. Brigjen sabur datang langsung dari Bandung karena keperluan dinas memberikan ceramah si Seskoad. Setelah mendapatkan laporan dari Kolonel Maulwi Saelan wakilnya, Barulah Brigjen Sabur melapor kepada Presiden dan memberitahukan SOP pengamanan presiden dalam keadaan darurat.
Pada hari itu juga ada permintaan pesawat AURI dari Laksda Makki Perdanakusuma untuk menjemput ibu Gondokusuma, ibu mertua A.H Nasution di bandung untuk menemani cucunya ade irma suryani yang tertembak pada peristiwa penculikan Jenderal A.H Nasution yang gagal. AURI menyediakan pesawat dakota untuk keperluan itu.
Brigjen Soepardjo Menemui Presiden Soekarno di PAU Halim
Pagi itu setelah diberitahu keberadaan Presiden Soekarno oleh Letkol Heru Atmojo, Brigjen Soepardjo bergegas menuju PAU Halim. Setelah bertemu dengan Men/Pangau dan melepaskan pistol yang ada dipinggangnya. Brigjen Soepardjo diijinkan menemui Presiden. Dalam pertemuan itu disampaikan tentang upayanya bersama teman temannya yang telah mengambil tindakan terhadap para perwira tinggi angkatan darat.Perwira muda dan bawahanya mengeluh atas sikap kelakuan dan ketidak pedulian para Jenderal terhadap bawahannya.Atas pernyataannya tersebut Presiden minta bukti kepada Brigjen Soepardjo, namun hingga menghilangnya Brigjen Soepardjo bukti itu tak pernah diperlihatkan kepada Presiden Soekarno.
Kedatangan Brigjen Soepardjo menemui Presiden Soekarno sebenarnya adalah meminta presiden mendukung gerakan G 30 S Namun permintaan itu ditolak Presiden. Dan Presiden meminta Brigjen Soepardjo agar segera menghentikan petualangannya untuk menghindari pertumpahan darah diantara anak bangsa.
Penolakan dan perintah Presiden Soekarno untuk menghentikan gerakan G 30 S membuat Brigjen Soepardjo kecewa berat. Dengan wajah kusut, lelah dan kurang tidur Brigjen Soeparjo meninggalkan PAU Halim. (bersambung)
Pada tanggal 1 Oktober 1965.PAU Halim menjadi sangat sibuk dikarenakan Presiden Soekarno yang tidak bisa memasuki Istana dan merasa terancam keselamatannya memilih PAU Halim sebagai tempat aman sebagaimana SOP pengaman Presiden dalam keadaan darurat. Di PAU Halim inilah pada tanggal 1 Oktober 1965 begitu banyak kejadian yang dikemudian hari membuat PAU Halim dicurigai menjadi basis kekuatan G 30 S .Kedatangan Brigjen Soepardjo yang meminta dukungan Presiden Soekarno walau ditolak menjadi sebuah rangkain cerita menarik tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Pada hari itu, 1 Oktober 1965. Presiden Soekarno memerintahkan kepada ajudannya, Kombes Pol Soemirat agar menghubungi dan memanggil seluruh pejabat militer dan sipil agar segera menghadap ke PAU Halim. Adapun pejabat militer dam sipil yang dipanggil adalah :
· Men/Pangal , Laksamana Madya (laut) RE Martadinata
· Men/Pangak ,Inspektur Jenderal Pol. Soetjipto Yoed0dihardjo
· Pangdam V Jaya Mayjend Umar Wirahadikusumah
· Jaksa Agung Brigjen Soetardio
· Waperdam II Dr Laimena
Pada saat itu Presiden telah mendapat laporan dari Brigjen Sabur tentang Men/Pangad A Yani yang termasuk salah seorang yang telah diculik dan belum diketahui nasibnya. Terdapat banyak ceceran darah dirumah kediaman pribadinya. Sedang waperdam I Dr Soebandrio sedang melakukan kunjungan ke Sumatra Utara dan Aceh sedang Waperdam III Chaerul Saleh tengah berada di China dalam satu kunjungan .Maka berturut turut pejabat yang dipanggil itu memenuhi perintah Presiden, Sejak pukul 12:00 berdatanganlah Men/Pangal RE Martadinata, Waperdam II Dr Leimena, Men/Pangak IrJen Pol Soetjioto Yoedodiharjo mengunakan helikopter kepresidenan, helikopter ALRI dan AKRI. Jaksa Agung Brigjen Soetardio dan ajudan presiden Kolonel Bambang Widjanarko juga datang ke PAU Halim. Satu satunya pejabat militer yang tidak memenuhi panggilan adalah Pangdam V Jaya, Mayjen Umar Wirahadikusuma. Sebuah kejadian yang langka ketika itu.
Pada pukul 13:00 , Presiden Soekarno meminta pendapat Men/Pangau Omar Dani dan Men/Pangal RE Martadinata, Men/Pangak Irjen Pol Soetjipto untuk memberikan masukan nama pengganti Mayjen A Yani. Usulan yang disampaikan ketiga panglima angkatan belum mengena di hati Presiden Soekarno. Hingga akhirnya Presiden Soekarno sendiri yang menetapkan nama Mayjen Pranoto Reksosamudro asisten Men/Pangad bidang personil sebagai caretaker Men/Pangad.
Pada siang hari setelah makan siang bersama panglima ketiga angkatan , waperdam II dan Jaksa Agung , Presiden Soekarno meminta kertas untuk menuliskan suatu pernyataan : “satu : Bung karno dalam keadaan sehat wal’afiat di halim perdanakusuma. Dua: semua pihak diperintahkan untuk menghentikan tembak menembak dan jangan ada lagi pertumpahan darah, Tiga : Tunggu penyelesaian politik oleh Presiden”
Setelah siaran rutin,Pada pukul 14:00 RRI menyiarkan pengumuman lanjutan G-30-S tentang penurunan pangkat Kolonel keatas menjadi Lei.Kol, tentang adanya Dewan Revolusi dan pendemisioneran kabinet.
Presiden Soekarno menanyakan kepada para panglima angkatan nama nama yang dimasukakn dalam Dewan Revolusi yang baru disiarkan. Ketiga panglima tak ada yang tahu sama sekali dengan Dewan Revolusi .
Setelah makan siang itu juga, putra putri Presiden Soekarno berdatangan ke PAU Halim. Megawati, Sukmawati, Rahmawati dan Guruh berpamitan untuk diungsikan sementara menuju Bandung dengan helikopter AURI.
Sementara itu Waperdam II meneruskan pembicaraan dengan Men/Pangal. Men/Pangak, Jaksa Agung dan Brigjen sabur di ruang tamu tanpa menyertakan Men/Pangau Omar Dani.Dikemudian hari diketahui isi perbincangan tersebut terkait telpon Panglima Kostrad Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih pimpinan AD dan meminta Presiden Soekarno segera meninggalkan PAU Halim, karena presiden telah masuk pada tempat yang salah selambat lambatnya menjelang tengah malam.
Mayjen Soeharto juga telah melakukan operasi militer guna mengejar kekuatan G-30-S. Mengambil alih pusat telkom dan merebut RRI dari kelompok G-30-S, termasuk melokalisir Ibukota Jakarta.
Mayjen Soeharto mencurigai PAU Halim dan AURI terlibat gerakan G-30-S dan melarang perwira perwira Angkatan Darat memasuki PAU Halim. Larangan ini diberlakukan karena Angkatan Darat telah kehilanag 6 Perwira tinggi, 1 perwira muda dan tertembaknya Men/Kasab A.H Nasution juga terlukanya putri A.H Nasution.
Menjelang sore, PAU Halim kedatangan pasukan AD asal Batalyon Infantri 454/Raiders Diponegoro. Pasukan ini segera dihadang dan diminta meninggalkan PAU Halim dengan dijaga ketat pasukan PGT AURI hingga menuju kawasan Kramat jati.
Niat dan pernyatan Mayjen Soeharto untuk menyerang PAU Halim membuat gusar pejabat yang masih berada di Halim. Penyerbuan pasukan angkatan darat ke Halim menjadi pertanyaan tersendiri di kalangan AURI. Tentang siapa yang sedang dikejar pasukan Mayjen Soeharto ini . Apakah pasukan batalyon 454/raiders yang tadi sore ataukah ada pihak lain yang dimaksud .
Menjelang pukul 22:00, Atas saran Waperdam II Dr Laimena Presiden Soekarno meninggalkan PAU Halim menuju istana bogor. Dipilihnya Bogor, karena relatif masih dekat dengan pusat pemerintahan disamping tersedia helikopter kepresidenan yang selalu siap digunakan. Untuk keamanan , Pangdam Siliwangi ,Mayjen Ibrahim Ajie siap melakukan pengawalan dan penjagaan
Setelah perginya Presiden Soekarno meninggalkan PAU Halim maka seluruh pejabat tinggi juga segera meninggalkan Halim, maka pada pukul 23:00 Halim kembali sepi.
D.N Aidit Meminta Fasilitas Pesawat
Menjelang tengah malam Brigjen Soeparjo kadang kembali ke PAU Halim dan minta bantuan transportasi untuk Menko/Ketua MPRS DN Aidit yang akan berkunjung ke Yogyakarta untuk menenangkan massa terkait kejadian hari ini. Permintaan ini dipenuhi Men/Pangau dengan menyediakan pesawat C-47 dakota karena permintaan ini berasal dari pejabat negara yang sedang dalam kapasitas perjalanan dinas.
Sepanjang hari tanggal 1 oktober 1965, Tidak ada pejabat negara maupun panglima angkatan yang bertemu dengan DN Aidit termasuk Presiden Soekarno. Tanpa diketahui siapapun ternyata DN Aidit di sembunyikan oleh Mayor (udara) Soejono di sebuah rumah di kompleks Rajawali (dulu kompleks MBAU)
Referensi Tulisan
Buku “TUHAN,Pergunakan Hati,Pikiran dan Tanganku . Pledoi Omar Dani”,
Novaly R
No comments:
Post a Comment