Lamuri; Cerita Ular hingga Keramik Dinasti Ming
Situs Lamuri
TULISAN Arab itu terukir di sebuah nisan. Bagian atas nya terdapat motif stupa, mirip nisan raja-raja India kuno.
Nisan umumnya berbentuk batu segi empat yang berdiri tegak. Semakin ke atas semakin meruncing seperti piramida.
Jenis batu nisan ini dinamakan nisan Plakpling, yang diyakini sebagai bentuk peralihan dari masa pra-Islam ke Islam ini terdapat di puncak bukit Lamreh, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar.
Semua nisan tadi ditemukan di bukit Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi ini berjarak sekitar 36 kilometer dari pusat kota Banda Aceh.
Para pengunjung membutuhkan waktu sekitar 50 menit jika mengendarai kenderaan roda dua dengan jarak tempuh sekitar 80 km/jam. Lokasi ini, medannya yang berbatu, licin, dan terjal.
Pada salah satu nisan, tertulis kata Muhammad. Sosok ini diyakini salah satu pewaris tahta kerajaan Islam Lamuri pada masa peralihan dari Hindu ke Islam.
Di nisan lain, juga ada bertuliskan Abdullah. Posisinya terletak di sebelah Timur laut bukit, tepatnya mengarah ke arah timur yang berhadapan dengan bukit Lubok di sebelah timur. Tak ada penjelasan siapa sebenarnya Abdullah.
Di sekitar nisan ini juga banyak ditemukan pecahan keramik serta gerabah kuni yang diyakini merupakan sisa dari peninggalan kerajaan Lamuri.
Menurut salah satu arkeolog asal Aceh, Dedi Satria, pecahan-pecahan keramik yang lebarnya sekitar 2 centimeter ini umumnya berasal dari Cina pada masa dinasti Ming dan Yuan. Selain itu, di sekitar lokasi ini juga banyak ditemukan tembikar merah yang berasal dari kerajaan India kuno serta stoneware glacirt hijau yang terukir bunga teratai dari Thailand.
Sementara itu, di sekitar bukit ini terdapat tumpukan bebatuan yang berjejeran panjang. Gundukan bebatuan ini diyakini merupakan sisa benteng pertahanan akhir yang membujur ke berbagai penjuru.
“Lokasi ini kemungkinan besar merupakan benteng pertahanan akhir dimana di dalamnya terdapat beberapa pondasi yang juga terdapat tempat untuk jamuan para tamu,” ujar Dr Husaini Ibrahim, MA selaku Ketua Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya (PPISB) Unsyiah ketika ditemui Atjehpost.co, Senin, 29 September 2014.
Menurutnya, benteng pertahanan kerajaan Lamuri ini sangat kuat dimana garis benteng pertahanan mencapai tiga lapis yang membentang dari perbukitan Lubuk hingga Lamreh yang membujur menjadi satu arah. Adapun ketiga lapisan benteng pertahanan ini diantaranya lapisan pertama terdapat parit yang lebarnya sekitar lima meter.
“Pada parit ini berisi buaya-buaya serta ular yang berbisa sehingga musuh yang ingin menyerang terlebih dahulu haruslah berhadapan dengan predator berbisa tersebut. Sistem pertahanan ini mirip seperti benteng pertahanan pada masa kerajaan India kuno,” ujar Dr Husaini lagi.
Pakar sejarah Unsyiah ini juga menuturkan, lapisan benteng pertahanan ini mencapai ketinggian puluhan meter dan lebarnya sekitar dua meter sehingga sulit sekali ditembus oleh musuh.
Selanjutnya, pada benteng pertahanan kedua dan ketiga ini mendapat pengawalan dari ribuan prajurit yang menghubungkan ke satu jalur menuju benteng pertahanan akhir.
Nisan umumnya berbentuk batu segi empat yang berdiri tegak. Semakin ke atas semakin meruncing seperti piramida.
Jenis batu nisan ini dinamakan nisan Plakpling, yang diyakini sebagai bentuk peralihan dari masa pra-Islam ke Islam ini terdapat di puncak bukit Lamreh, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar.
Semua nisan tadi ditemukan di bukit Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi ini berjarak sekitar 36 kilometer dari pusat kota Banda Aceh.
Para pengunjung membutuhkan waktu sekitar 50 menit jika mengendarai kenderaan roda dua dengan jarak tempuh sekitar 80 km/jam. Lokasi ini, medannya yang berbatu, licin, dan terjal.
Pada salah satu nisan, tertulis kata Muhammad. Sosok ini diyakini salah satu pewaris tahta kerajaan Islam Lamuri pada masa peralihan dari Hindu ke Islam.
Di nisan lain, juga ada bertuliskan Abdullah. Posisinya terletak di sebelah Timur laut bukit, tepatnya mengarah ke arah timur yang berhadapan dengan bukit Lubok di sebelah timur. Tak ada penjelasan siapa sebenarnya Abdullah.
Di sekitar nisan ini juga banyak ditemukan pecahan keramik serta gerabah kuni yang diyakini merupakan sisa dari peninggalan kerajaan Lamuri.
Menurut salah satu arkeolog asal Aceh, Dedi Satria, pecahan-pecahan keramik yang lebarnya sekitar 2 centimeter ini umumnya berasal dari Cina pada masa dinasti Ming dan Yuan. Selain itu, di sekitar lokasi ini juga banyak ditemukan tembikar merah yang berasal dari kerajaan India kuno serta stoneware glacirt hijau yang terukir bunga teratai dari Thailand.
Sementara itu, di sekitar bukit ini terdapat tumpukan bebatuan yang berjejeran panjang. Gundukan bebatuan ini diyakini merupakan sisa benteng pertahanan akhir yang membujur ke berbagai penjuru.
“Lokasi ini kemungkinan besar merupakan benteng pertahanan akhir dimana di dalamnya terdapat beberapa pondasi yang juga terdapat tempat untuk jamuan para tamu,” ujar Dr Husaini Ibrahim, MA selaku Ketua Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya (PPISB) Unsyiah ketika ditemui Atjehpost.co, Senin, 29 September 2014.
Menurutnya, benteng pertahanan kerajaan Lamuri ini sangat kuat dimana garis benteng pertahanan mencapai tiga lapis yang membentang dari perbukitan Lubuk hingga Lamreh yang membujur menjadi satu arah. Adapun ketiga lapisan benteng pertahanan ini diantaranya lapisan pertama terdapat parit yang lebarnya sekitar lima meter.
“Pada parit ini berisi buaya-buaya serta ular yang berbisa sehingga musuh yang ingin menyerang terlebih dahulu haruslah berhadapan dengan predator berbisa tersebut. Sistem pertahanan ini mirip seperti benteng pertahanan pada masa kerajaan India kuno,” ujar Dr Husaini lagi.
Pakar sejarah Unsyiah ini juga menuturkan, lapisan benteng pertahanan ini mencapai ketinggian puluhan meter dan lebarnya sekitar dua meter sehingga sulit sekali ditembus oleh musuh.
Selanjutnya, pada benteng pertahanan kedua dan ketiga ini mendapat pengawalan dari ribuan prajurit yang menghubungkan ke satu jalur menuju benteng pertahanan akhir.
No comments:
Post a Comment