Kisah di Medan Perang yang Bikin Baper
Widaningsih
Shafiyyah menguasai ilmu sastra dengan baik, sehingga tutur bahasanya mencerminkan kaum terpelajar. Selain itu, Shafiyyah juga mahir menunggang kuda dan dikenal sebagai wanita pemberani. Foto ilustrasi/ist
Shafiyyah binti Abdul Muthathlib dikenal sebagai perempuan muslimah yang sabar, ahli syair atau sastra. Iia juga sebagai bibi seorang manusia mulia yakni Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Shafiyyah berperan penting dalam kehidupan Rasulullah, sehingga ia dijuluki Ibunda Hawari atau penolong Rasulullah. Dia pun menjadi salah satu dari sepuluh orang yang dijamin surga.
Dirangkum dari Kitab 'Nisaa' Haular Rasul' karya Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi, dijelaskan bahwa Shafiyyah adalah seorang putri dari keluarga terpandang, Abdul Muththalib seorang pembesar Quraisy yang terkenal. Ibu dari Shafiyyah adalah Halah binti Wahab, saudara kandung ibu Rasulullah, Aminah binti Wahab. Ibunda Shafiyyah juga dikenal sebagai putri dari keluarga terpandang.
Karena dibesarkan di lingkungan yang baik, Shafiyyah tumbuh menjadi wanita mulia. Ia pernah mendapat tugas mulia, yaitu menjamu para jamaah haji yang datang ke Mekkah. Shafiyyah juga dikenal sebagai wanita cerdas. Ia menguasai ilmu sastra dengan baik, sehingga tutur bahasanya mencerminkan kaum terpelajar. Selain itu, Shafiyyah juga mahir menunggang kuda dan dikenal sebagai wanita pemberani.
Shafiyyah menikah dengan Al Harits bin Harb, suami pertamanya yang kemudian meninggal. Setelah itu, Shafiyyah menikah dengan Al ‘Awwam bin Khuwalid, saudara kandung dari Khadijah binti Khuwalid, Istri pertama Rasulullah. Dengan Al ‘Awwam, Shafiyyah dikaruniai seorang putra bernama Zubair bin Al ‘Awwam.
Di tahun-tahun awal kenabian, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyeru kerabatnya dan berdakwah tentang tauhid. Seruan Allah ini tercantum dalam surat Asy Syu’aro ayat 214. Allah berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
Rasulullah kemudian menyeru para kerabatnya dari atas bukit Shafa. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah berseru, “Wahai Fathmah binti Muhammad! Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib! Wahai Bani Abdul Muththalib! Aku tidak mampu menolong kalian dari azab Allah sedikit pun, (Jika kalian menghendaki sesuatu dariku maka) mintalah hartaku sesuka kalian”.
Di antara semua kerabat, Shafiyyah dan putranya, Zubair bin Awwam, menjadi golongan orang-orang yang pertama memeluk Islam. Mereka adalah orang-orang yang turut berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan tauhid. Bersama Rasulullah, Shafiyyah dan kerabat lainnya menghadapi pertentangan dari kaum kafir Quraisy.
Shafiyyah juga menjadi kerabat Rasulullah yang ikut hijrah ke Madinah. Bersama putranya, ia meninggalkan Makkah dan menuju kota yang memberi harapan lebih baik.
Dalam perjuangan dakwah Rasulullah selanjutnya, Shafiyyah menjadi orang yang dikenal gagah berani. Walaupun ia seorang perempuan dan berusia paruh baya, Shafiyyah ikut turun ke medan perang. Shafiyyah ikut berjuang dalam Perang Uhud dan perang Khandaq.
Ketika perang Uhud, Shafiyyah berusia sekitar 56 tahun. Bersama wanita muslimin lainnya, Shafiyyah merawat mujahid yang terluka, mengambilkan air untuk minum, hingga berperan memperbaiki panah yang rusak.
Kisah yang Bikin Baper
Dalam perang Uhud, kaum muslimin sempat menguasai keadaan dan menekan lawan. Saat kemenangan hampir di tangan, ternyata keadaan berbalik karena ada beberapa kaum muslimin tidak menuruti perintah Rasulullah. Kaum muslimin kembali berjuang melawan pasukan kaum kafir yang semakin menguasai keadaan.
Saat kondisi genting tersebut, Shafiyyah akhirnya turun ke medan perang. Untuk membantu kaum muslimin yang sedang kepayahan, ia maju dengan menggunakan senjata tombak.
Ketegaran Shafiyyah semakin tampak ketika ia hendak menghampiri jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, saudaranya sekaligus paman Rasulullah, yang dibunuh dengan sadis oleh kaum kafir Quraisy. Rasulullah memerintahkan Zubair agar menjauhkan ibunya sehingga ia tidak melihat jasad Hamzah.
Shafiyyah kemudian menjawab dengan tegar, “Mengapa aku tidak boleh melihatnya? Aku mendengar saudaraku telah dibunuh dengan sadis, dan itu di jalan Allah”. Shafiyyah menunjukkan bahwa dirinya bisa rela dan ikhlas, karena yakin Hamzah meninggal di jalan Allah, sehingga Allah akan menempatkannya di tempat terbaik. Shafiyyah lalu diizinkan melihat jasad Hamzah dan menyolatinya.
Kemudian, di saat terjadi perang Khandaq, anak-anak, orang tua, dan perempuan ditempatkan di benteng Hasan bin Tsabit. Alasan Rasulullah menempatkan mereka di sana adalah agar aman, karena benteng tersebut terletak di tempat yang tinggi dan memiliki pagar yang kuat. Hasan, sang pemilik benteng, juga ditugaskan untuk menjaga mereka.
Di antara para perempuan, ada Shafiyyah. Dalam perang ini, Shafiyyah dikenal sebagai mujahidah dan penunggang kuda yang baik. Saat berada di benteng, ia melihat seseorang mengendap-endap dan mendekati benteng. Ia adalah seorang Yahudi yang ditugaskan memata-matai para perempuan, anak-anak, dan orang tua di benteng. Tujuannya untuk menjadikan mereka tawanan jika penjagaan sedang lengah.
Shafiyyah kemudian berkata kepada Hasan bin Tsabit, “Pergilah dan bunuh orang itu”. Hasan menajwab, “Wahai binti Abdul Muthalib, bukankah kau tahu bahwa aku tidak berani melakukannya”.
Rupanya, Shafiyyah bertekad menghadapi mata-mata itu. Ia menuju keluar benteng dengan membawa sebuah tiang. Ketika ada kesempatan, dipukulnya kepala orang Yahudi itu hingga tewas. Shafiyyah kemudian kembali ke dalam benteng dan meminta Hasan bin Tsabit untuk memenggal orang Yahudi itu. Akan tetapi, Hasan bin Tsabit tetap tidak berani.
Shafiyyah kemudian kembali keluar dan memenggalnya. Dilemparnya kepala tersebut ke bawah bukit agar pasukan Yahudi melihatnya. Benar saja, cara itu berhasil menciutkan nyali mereka. Pasukan Yahudi yang menunggu itu sadar bahwa tidak ada gunanya mencoba menjadikan keluarga mujahid sebagai tawanan, karena Rasulullah dan kaum muslimin tidak akan meninggalkan keluarganya tanpa penjagaan yang baik. Atas keberaniannya, Shafiyyah dikenal sebagai wanita muslimin pertama yang membunuh orang musyrik penyerang kaum muslimin.
Shafiyyah dikenal sebagai wanita mukmin yang istiqamah. Walaupun Rasulullah telah wafat, ia tetap memegang teguh ajaran Islam. Shafiyyah wafat pada usia 70 tahun di tahun 20 Hijriah ketika masa kekholifahan Umar bin Khattab. Ia dimakamkan di Baqi’ Ghargqad.
Wallahu 'Alam
Dirangkum dari Kitab 'Nisaa' Haular Rasul' karya Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi, dijelaskan bahwa Shafiyyah adalah seorang putri dari keluarga terpandang, Abdul Muththalib seorang pembesar Quraisy yang terkenal. Ibu dari Shafiyyah adalah Halah binti Wahab, saudara kandung ibu Rasulullah, Aminah binti Wahab. Ibunda Shafiyyah juga dikenal sebagai putri dari keluarga terpandang.
Karena dibesarkan di lingkungan yang baik, Shafiyyah tumbuh menjadi wanita mulia. Ia pernah mendapat tugas mulia, yaitu menjamu para jamaah haji yang datang ke Mekkah. Shafiyyah juga dikenal sebagai wanita cerdas. Ia menguasai ilmu sastra dengan baik, sehingga tutur bahasanya mencerminkan kaum terpelajar. Selain itu, Shafiyyah juga mahir menunggang kuda dan dikenal sebagai wanita pemberani.
Shafiyyah menikah dengan Al Harits bin Harb, suami pertamanya yang kemudian meninggal. Setelah itu, Shafiyyah menikah dengan Al ‘Awwam bin Khuwalid, saudara kandung dari Khadijah binti Khuwalid, Istri pertama Rasulullah. Dengan Al ‘Awwam, Shafiyyah dikaruniai seorang putra bernama Zubair bin Al ‘Awwam.
Di tahun-tahun awal kenabian, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyeru kerabatnya dan berdakwah tentang tauhid. Seruan Allah ini tercantum dalam surat Asy Syu’aro ayat 214. Allah berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
Rasulullah kemudian menyeru para kerabatnya dari atas bukit Shafa. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah berseru, “Wahai Fathmah binti Muhammad! Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib! Wahai Bani Abdul Muththalib! Aku tidak mampu menolong kalian dari azab Allah sedikit pun, (Jika kalian menghendaki sesuatu dariku maka) mintalah hartaku sesuka kalian”.
Di antara semua kerabat, Shafiyyah dan putranya, Zubair bin Awwam, menjadi golongan orang-orang yang pertama memeluk Islam. Mereka adalah orang-orang yang turut berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan tauhid. Bersama Rasulullah, Shafiyyah dan kerabat lainnya menghadapi pertentangan dari kaum kafir Quraisy.
Shafiyyah juga menjadi kerabat Rasulullah yang ikut hijrah ke Madinah. Bersama putranya, ia meninggalkan Makkah dan menuju kota yang memberi harapan lebih baik.
Dalam perjuangan dakwah Rasulullah selanjutnya, Shafiyyah menjadi orang yang dikenal gagah berani. Walaupun ia seorang perempuan dan berusia paruh baya, Shafiyyah ikut turun ke medan perang. Shafiyyah ikut berjuang dalam Perang Uhud dan perang Khandaq.
Ketika perang Uhud, Shafiyyah berusia sekitar 56 tahun. Bersama wanita muslimin lainnya, Shafiyyah merawat mujahid yang terluka, mengambilkan air untuk minum, hingga berperan memperbaiki panah yang rusak.
Kisah yang Bikin Baper
Dalam perang Uhud, kaum muslimin sempat menguasai keadaan dan menekan lawan. Saat kemenangan hampir di tangan, ternyata keadaan berbalik karena ada beberapa kaum muslimin tidak menuruti perintah Rasulullah. Kaum muslimin kembali berjuang melawan pasukan kaum kafir yang semakin menguasai keadaan.
Saat kondisi genting tersebut, Shafiyyah akhirnya turun ke medan perang. Untuk membantu kaum muslimin yang sedang kepayahan, ia maju dengan menggunakan senjata tombak.
Ketegaran Shafiyyah semakin tampak ketika ia hendak menghampiri jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, saudaranya sekaligus paman Rasulullah, yang dibunuh dengan sadis oleh kaum kafir Quraisy. Rasulullah memerintahkan Zubair agar menjauhkan ibunya sehingga ia tidak melihat jasad Hamzah.
Shafiyyah kemudian menjawab dengan tegar, “Mengapa aku tidak boleh melihatnya? Aku mendengar saudaraku telah dibunuh dengan sadis, dan itu di jalan Allah”. Shafiyyah menunjukkan bahwa dirinya bisa rela dan ikhlas, karena yakin Hamzah meninggal di jalan Allah, sehingga Allah akan menempatkannya di tempat terbaik. Shafiyyah lalu diizinkan melihat jasad Hamzah dan menyolatinya.
Kemudian, di saat terjadi perang Khandaq, anak-anak, orang tua, dan perempuan ditempatkan di benteng Hasan bin Tsabit. Alasan Rasulullah menempatkan mereka di sana adalah agar aman, karena benteng tersebut terletak di tempat yang tinggi dan memiliki pagar yang kuat. Hasan, sang pemilik benteng, juga ditugaskan untuk menjaga mereka.
Di antara para perempuan, ada Shafiyyah. Dalam perang ini, Shafiyyah dikenal sebagai mujahidah dan penunggang kuda yang baik. Saat berada di benteng, ia melihat seseorang mengendap-endap dan mendekati benteng. Ia adalah seorang Yahudi yang ditugaskan memata-matai para perempuan, anak-anak, dan orang tua di benteng. Tujuannya untuk menjadikan mereka tawanan jika penjagaan sedang lengah.
Shafiyyah kemudian berkata kepada Hasan bin Tsabit, “Pergilah dan bunuh orang itu”. Hasan menajwab, “Wahai binti Abdul Muthalib, bukankah kau tahu bahwa aku tidak berani melakukannya”.
Rupanya, Shafiyyah bertekad menghadapi mata-mata itu. Ia menuju keluar benteng dengan membawa sebuah tiang. Ketika ada kesempatan, dipukulnya kepala orang Yahudi itu hingga tewas. Shafiyyah kemudian kembali ke dalam benteng dan meminta Hasan bin Tsabit untuk memenggal orang Yahudi itu. Akan tetapi, Hasan bin Tsabit tetap tidak berani.
Shafiyyah kemudian kembali keluar dan memenggalnya. Dilemparnya kepala tersebut ke bawah bukit agar pasukan Yahudi melihatnya. Benar saja, cara itu berhasil menciutkan nyali mereka. Pasukan Yahudi yang menunggu itu sadar bahwa tidak ada gunanya mencoba menjadikan keluarga mujahid sebagai tawanan, karena Rasulullah dan kaum muslimin tidak akan meninggalkan keluarganya tanpa penjagaan yang baik. Atas keberaniannya, Shafiyyah dikenal sebagai wanita muslimin pertama yang membunuh orang musyrik penyerang kaum muslimin.
Shafiyyah dikenal sebagai wanita mukmin yang istiqamah. Walaupun Rasulullah telah wafat, ia tetap memegang teguh ajaran Islam. Shafiyyah wafat pada usia 70 tahun di tahun 20 Hijriah ketika masa kekholifahan Umar bin Khattab. Ia dimakamkan di Baqi’ Ghargqad.
Wallahu 'Alam
(wid)
No comments:
Post a Comment