Melawan Budaya Jahiliyah pada Bulan Safar

Bulan Safar (ilustrasi)

Bulan Safar (ilustrasi)

Foto: Republika
Orang Arab jahiliyah juga mengaitkan bulan Safar dengan cuaca buruk.

Orang-orang Arab Jahiliyah mempunyai keyakinan jika sebuah peristiwa berkaitan erat atau disebabkan waktu tertentu. Mereka pun kerap mengaitkan antara kejadian yang dialami atau takdir yang menimpa dengan kondisi waktu. Semisal kejadian itu terjadi pada malam atau siang, bahkan dikaitkan dengan hari, bulan atau tahun. Ada juga yang menisbatkan setiap kejelekan yang menimpa seperti bencana kepada satu masa tertentu. 

Ustaz Deni Solehudin menjelaskan, adat orang Arab jahiliyah memang kerap mencela zaman atau satu masa tertentu. Ketika terjadi musibah atau peristiwa-peristiwa yang dibenci, orang-orang Arab jahiliyah akan menyalahkan pada masa atau waktu. Sebagaimana bulan Safar, orang-orang Arab Jahiliyah menganggap bulan ini sebagai bulan kesialan. 

Ustaz Deni menjelaskan sejatinya nama bulan Safar atau Sofar berasal dari kata //sifrun// yang berarti nol atau kosong. Ini berkaitan erat dengan satu masa di mana orang-orang Arab bepergian dari kota Makkah sehingga kota tersebut kosong dari penduduk. Ibnu Assakir dalam tarikh-nya juga menuliskan bahwa tradisi bangsa Arab meninggalkan rumah-rumah hingga kosong yakni pada bulan Safar.

Sementara, beberapa pakar sejarah menjelaskan bahwa orang-orang Arab jahiliyah setelah jeda atau berhenti sejenak dari berperang pada Muharam, maka mereka akan melanjutkan perang pada bulan Safar. Dengan adanya peperangan itu, penduduk Makkah mengosongkan rumah-rumahnya karena khawatir dengan serangan musuh dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

"Keyakinan syirik atau keyakinan-keyakinan mereka di bulan Safar ini adalah contohnya kita mendapati dalam kitab-kitab, bahwa masyarakat Arab jahiliyah beranggapan bahwa bulan Safar adalah bulan penuh sial," kata Ustaz Deni dalam siaran dakwah daring Persatuan Islam (Persis) beberapa hari lalu.

Pada masa lalu, orang-orang Arab jahiliyah meyakini penyakit cacing dalam perut yang dapat menular dan menyebabkan kematian disebabkan kesialan bulan Safar sehingga disebut penyakit Safar. Ada pula keyakinan bila bulan Safar sebelumnya diharamkan berperang maka bulan Safar tahun depan boleh berperang. Selain itu, sebagian orang-orang Arab jahiliyah ada yang berkeyakinan melaksanakan umrah pada Safar merupakan perbuatan kejahatan terburuk di dunia. 

Lebih lanjut, Ustaz Deni menjelaskan, orang Arab jahiliyah juga mengaitkan bulan Safar dengan cuaca buruk yang terjadi seperti angin yang berembus dengan panas yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit. Selain itu, mereka berkeyakinan tidak boleh mengadakan kegiatan-kegiatan penting seperti pernikahan atau pesta lainnya pada bulan ini. Apabila dilakukan, mereka meyakini akan mendatangkan kesialan. Sebagian orang Arab jahiliyah lainnya menjadikan Safar untuk meramal sebuah kejadian. Ada juga yang melarang bepergian jauh pada Safar karena berkeyakinan orang yang bepergian pada Safar akan dilanda marabahaya. 

Ustaz Deni menjelaskan ketika Islam datang dibawa Rasulullah maka keyakinan orang jahiliyah bahwa bulan Safar merupakan kesialan dan mendatangkan malapetaka bertentangan dengan ajaran Islam. Di dalam Islam, semua bulan mulia, baik dan memiliki keistimewaan. Islam pun memandang jika semua keberuntungan, musibah, semata-mata karena takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Karenanya dalam Islam tidak ada satu pun yang dapat mendatangkan kemanfaatan atau kemudharatan tanpa atas kehendak Allah SWT.

Ustaz Deni menjelaskan Rasulullah pun menentang tradisi orang-orang jahiliyah yang menganggap Safar sebagai bulan kesialan. Sejumlah peristiwa besar dan menggembirakan bagi umat Islam justru terjadi di bulan Safar. Diantaranya yakni pernikahan Rasulullah dengan Khadijah, pernikahan Fatimah dengan Sayidina Ali bin Abi Thalib, peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, pertempuran pertama yang dimenangkan umat Islam atau perang Abwa yang terjadi pada bulan Safar, dan sejumlah peristiwa lainnya.

"Walaupun Allah telah memberikan bantahan dengan perilaku, dengan perintah, tetapi tetap saja di antara mereka ada yang meyakini kejadian-kejadian itu dikait-kaitkan dengan Safar," kata Ustaz Deni.

Dalam Alquran surah at-Taghabun ayat 11 dijelaskan tidak ada satu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segal sesuatu. 

Begitu pun dengan surah al-Hadid ayat 22 dijelaskan tidak suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam lauhul Mahfudz sebelum Allah ciptakan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 

Di Indonesia, keyakinan akan bulan Safar berkaitan kesialan, musibah atau bencana juga begitu erat. Ustaz Deni menjelaskan sejumlah masyarakat kerap melakukan upacara mandi Safar untuk menghilangkan kesialan. Ada juga pelaksanaan Rebo Wekasan yang juga bertujuan untuk menolak bala atau marabahaya pada Safar. "Jadi dianggap sunah, untuk menolak bala. Sholatnya dua rakaat, padahal kita tahu Rasul sendiri tidak memerintahkan, tidak mempraktikkan, sahabat sendiri tidak mempraktikkan ini, membantah keyakinan jahiliyah itu. Jadi tolak bala tidak ada sebetulnya pada bulan Safar itu," katanya. 

Ustaz Deni melanjutkan di sejumlah daerah, anggapan Safar sebagai bulan yang lekat dengan musibah, bencana, dan kesialan tercermin dalam sejumlah upacara perayaan yang selalu dilakukan pada Safar. Seperti tradisi ngapem di Cirebon, Ya Qkwiyu di Klaten, dan Basapa di Padang dari kata bersafaran. Ustaz Deni menjelaskam bahwa orang-orang Syiah juga mempunyai keyakinan bulan Safar merupakan bulan kedukaan. Sebab sejumlah peristiwa kematian tokoh Syiah berlangsung dari Muharram hingga Safar. 

"Kami mengajak untuk berhati-hati dalam mengikuti sunah orang-orang jahiliyah, apa yang kita alami itu takdir dari Allah bukan karena zaman, bukan karena sialnya waktu, tanggal, hari. Allah telah menakdirkan dan kita diperintahkan untuk berusaha, berikhtiar," katanya. 

 

sumber : Dialog Jumat

No comments: