Peran Imam Bukhari dalam Ilmu Hadits

Peran Imam Bukhari dalam Ilmu Hadits
[Ilustrasi] Makam Imam Bukhari

SEHARUSNYA kaum Muslimin itu harus bangga dengan agamanya. Ada banyak alasan terkait ini.

Pertama, karena tidak ada kenikmatan terbesar yang diberikan Allah kepada makhluknya selain kenikmatan memeluk agama Islam. Kedua, agama Islam dalam kacamata sejarah peradaban pernah viral dan menduduki puncak kejayaan dari suatu peradaban.

Ketiga, puncak kejayaan sebuah peradaban diikuti dengan lahirnya berbagai macam bidang keilmuan dan juga melahirkan para ilmuwan yang tiada bandingnya dalam sejarah peradaban mana pun. Meskipun hal ini terlihat sebagai fanatisme, tetapi itulah adanya yang dicatat oleh sejarah.

Bahkan ilmuwan Barat pun mengakui hal demikian. Para ilmuwan Islam seperti Al-Farabi, Ibnu Siena, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun bahkan diakui sebagai yang menginspirasi Barat dalam menemukan titik baliknya atau yang mereka sebuat zaman renaisans atau zaman kebangkitan.

Persoalan bangga sebagai Muslim di zaman modern atau zaman kemajuan hari ini adalah fenomena yang cukup langka kita temui. Meskipun begitu juga ada fenomena yang cukup membanggakan. Hadirnya gerakan hijrah, kembali kepada sunnah, dan komunitas-komunitas dakwah lainnya.

Tetapi hal tersebut belum diiringi dengan kesadaran-kesadaran yang lainnya. Pengkajian lebih lanjut dan telaah bagi diri pribadi belum menapak pada fase kesadaran. Terlebih pada persoalan sejarah umat Islam baik kebangkitannya sampai fase kemunduran umat Islam.

Pembicaraan mengenai kebangkitan umat Islam pada masa terdahulu saya kira perlu mendapat porsi yang banyak. Karena dengan demikian timbul perasaan bangga dan percaya diri bahwa Islam adalah agama yang membawa umatnya pada kemajuan.

Bukan agama yang seperti dikatakan oleh para Orientalis Barat bahwa Islam adalah agama yang stagnan atau primitif. Apalagi di tengah anggapan bahwa Islam sebagai agama yang melahirkan terorisme, radikalisme, dan fanatisme.

Ada pula yang beranggapan bahwa agamalah yang mendatangkan kekacauan. Anggapan-anggapan seperti ini kalau diabaikan akan menimbulkan chaos antar umat manusia.

Makanya jawaban yang terbaik adalah mengkaji Islam dari aspek sejarah adalah suatu hal yang jangan sampai ditinggalkan. Tentunya hal ini untuk memperlihatkan bukti bahwa anggapan demikian adalah keliru.

Salah satu hal yang paling mengagumkan dalam sejarah peradaban Islam adalah lahirnya berbagai disiplin ilmu diikuti pula dengan lahirnya orang-orang yang ahli dalam berbagai ilmu, bahkan tidak hanya mendalami satu ilmu. Seringkali kita mendapati bahwa satu orang umat Islam memiliki kepakaran dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan.

Sebut saja misalnya empat Imam Madzhab yang masyhur, lalu Imam Al Ghazali, Ibnu Siena, Ibnu Rusyd, Al Farabi, Al Kindi, Imam Bukhari. Untuk nama terakhir selanjutnya lebih memfokuskan atau menceburkan diri dalam lapangan ilmu hadist. Dan nama inilah yang akan sedikit kita bahas.

Sebenarnya apa yang saya bahas terkait Imam Bukhari adalah hasil bacaan saya yang singkat dari buku yang dikarang oleh H. Zainal Abidin Ahmad, Imam Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits. Buku aslinya merupakan pidato yang Pak Zainal bacakan dalam memperingati lahirnya Imam Bukhari, 1.200 tahun yang lalu.

Karena Imam Bukhari lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H dan di Indonesia 1.200 tahun Imam Bukhari jatuh pada tanggal 13 Syawal 1394 H atau 15 November 1974. Peringatan hari lahir tersebut dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Pidato tersebut diterbitkan oleh Bulan Bintang dengan menambahkan sedikit catatan-catatan pelengkap agar lebih mudah dimengerti bagi para pembaca.

Nama Imam Bukhari tentu sudah dikenal di kalangan masyarakat Islam dan lebih-lebih oleh masyarakat Barat. Tidak itu aja, bahkan karya-karyanya sampai sekarang masih menjadi rujukan primer dalam masalah hadits.

Kitab Shahih Bukhari dari yang beliau karang semasa hidupnya hingga beliau wafat dan sampai pada kita hari ini menjadi kita yang memberikan penerangan dan pemberitahuan tentang segala ucapan dan perbuatan yang pernah Rasulullah ﷺ sampaikan kepada para Sahabatnya.

Dalam buku Imam Bukhari Pemuncak Ilmu Hadits, Zainal Abidin Ahmad menyinggung persoalan sejarah penulisan Al-Quran sampai menjadi satu kitab di masa Abu Bakar lalu dilanjutkan oleh Umar bin Khattab.

Pada fase Utsman bin Affan, mulai mushaf Al-Quran diperbanyak dan dikirimkan ke tujuh tempat di bawah kekuasaan Khalifah Utsman, sehingga dinamakan mushaf Utsmani. Setelah itu pada zaman Bani Umayyah tepatnya pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Khalifah memerintahkan untuk menghimpun hadits-hadits Rasulullah ﷺ bahkan meminta untuk menuliskannya pada satu kitab.

Selanjutnya di era Khalifah Al Mansur, Imam Malik bin Anas diminta oleh khalifah untuk menuliskan hadits-hadits Rasulullahﷺ. Maka lahir kitab Imam Malik yang terkenal dengan nama Al-Muwattha’.

Kitab ini adalah yang dianggap sebagai kitab pertama yang menghimpun hadits-hadits Rasulullah. Mulanya kitab ini berisi 10.000 hadits-hadits Rasulullah. “Tetapi dari tahun ke tahun dibersihkannya bahkan sampai 40 tahun lamanya, maka tinggallah jumlahnya sekarang ini, 1.844 buah.” (lihat hal. 86)

Lalu usaha itu dilanjutkan oleh Imam Ahmad bin Hambal yang termasuk sebagai empat imam madzhab yang masyhur. Kitabnya dinamakan Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Sedari kecil Imam Ahmad bin Hambal adalah sosok yang mengagumkan, otaknya cerdas dan kuat hafalannya. “Seorang Guru Besar yang terkenal hafal di luar kepala hadits-hadits sebanyak 750.000 hadits, yang bernama Abu Zarrah mengatakan: “Ahmad bin Hambal menghafal hadits-hadits sebanyak 1.000.000 satu juta buah.” (lihat hal. 91).

Kemudian lahirlah seorang pemuncak ilmu hadits yang dibicarakan pada buku ini. Ialah pemuda yatim, saat kecil pernah buta, tapi berkat doa ibundanya yang tiada pernah putus, Allah memperkenan mengabulkan dan menyembuhkan kedua mata Imam Bukhari kecil. Berkat rahmat yang Allah berikan oleh Imam Bukhari dipergunakan sebaik-baiknya untuk menghafal, menelaah, mengoreksi, dan menghimpun hadits-hadits yang ia hafal dan terima dari guru-gurunya. Bahkan hafalan Imam Bukhari terkait hadits-hadits menyamai hafalannya Imam Ahmad bin Hambal.

Yang membuat saya berdecak kagum dari sosok Imam Bukhari adalah kecerdasannya dan kesungguhannya dalam menekuni suatu bidang ilmu. Sehingga beliau menjadi pakar dalam hal tersebut. Kedua, memiliki ingatan yang kuat sehingga mampu menghafal ribuan hadits baik dari sanad maupun matannya.

Tentang kekuatan hafalan Imam Bukhari ada sebuah cerita yang sangat mengagumkan. Saat itu beliau ditantang oleh sepuluh ulama ahli hadits untuk mengetes kekuataan hafalan dari Imam Bukhari.

Dari sepuluh ulama tersebut mengajukan masing-masing sepuluh hadits kepada Imam Bukhari, jadi totalnya ada 100 hadits yang diajukan kepada Imam Bukhari. Dan seratus hadits tersebut telah dibolak-balik, sanad dan matannya.

Dengan tangkas, cerdas, dan menakjubkan, Imam Bukhari mampu memperbaiki kesalahan dari sepuluh ulama yang mengetesnya, bahkan mampu menyebutkan kembali perkataan hadits yang sudah dibolak-balik oleh sepuluh ulama tersebut dengan jumlah keseluruhannya 100 hadits.

Ketiga, semangat beliau dalam memburu ilmu. Disebutkan bahwa Imam Bukhari rela berjalan kaki sejauh 1.000 farsakh atau setara dengan 8.000 KM hanya untuk mendengarkan dan mendapatkan satu buah hadits. (hal. 103)

Hampir semua tempat telah dikunjungi oleh Imam Bukhari. Diceritakan sendiri oleh Imam Bukhari bahwa saya sudah memasuki daerah Syam, Mesir dan Jazirah tiap-tiapnya itu dua kali, ke Basrah sampai 4 kali, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, dan tidak dihitung lagi berapa kali saya pulang pergi memasuki Kufah dan Baghdad untuk menemui guru-guru ahli hadits. (hal. 103)

Keempat, Imam Bukhari memperlihatkan pentingnya mempunyai guru. Karena dari guru tersebut kita dituntun pada kebenaran-kebenaran. Disebutkan bahwa Imam Bukhari memiliki seribu guru.

Kelima, adalah adab Imam Bukhari terhadap ilmu.

Diceritakan bahwa saat Imam Bukhari ingin menuliskan satu hadits yang nanti akan dikumpulkan dan diberi nama kitabnya Jami’ Ash Shahih atau Shahih Bukhari, Imam Bukhari terlebih dahulu mandi, berwudhu, shalat istikharah dua rakaat, setelah yakin barulah Imam Bukhari menuliskan hadits tersebut. Begitu pula dengan adab kepada perawi-perawi hadits yang terdapat celanya. Imam Bukhari tidak mengungkapkan aib perawi tersebut. Hanya mengatakan, perawi ini perlu dikoreksi lagi.

Terakhir, tentunya buku yang ditulis oleh Zainal Abidin Ahmad murid langsung dari Buya Hamka ini belum cukup untuk memenuhi hasrat kita untuk mendalami lebih jauh kehidupan Imam Bukhari. Sebagai pengantar saya rasa sangat cukup. Bahkan tinjaun dari Pak Zainal ini sangat ilmiah dan mendapat apresiasi yang besar oleh masyarakat Islam di Indonesia. Dan tentunya sangat membanggakan karena bangsa Indonesia turut serta dalam mengikuti peringatan 1.200 tahun Imam Bukhari, 13 Syawal 1394 atau 15 November 1974, yang juga diikuti dari beberapa negara lainnya.

46 tahun yang lalu hal ini sudah diperingati. Saya rasa perlu kiranya peringatan semacam ini diadakan kembali. Tidak hanya Imam Bukhari saja mungkin juga para ahli pikir yang berjasa bagi kebangunan peradaban Islam. Wallahu’alam.*/Hamdi Ibrahim

No comments: