Langit (Ilustrasi).Isra Miraj adalah kisah yang telah diceritakan berulang-ulang dengan beragam tafsir, dari yang sederhana hingga yang paling filosofis.
Kisah tentang perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu naik ke langit ketujuh dalam pertemuan yang melampaui batas ruang dan waktu, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban Islam.
Dibanding Nabi Lain saat di Akhirat Prakiraan Cuaca Hari Ini, 28 Januari 2025: Kota Denpasar Bali dan Sekitarnya - Badung Cerah Berawan
Namun, di balik narasi agung itu, tersimpan makna yang lebih dalam, lebih dari sekadar mukjizat fisik dan lebih dari sekadar perjalanan satu malam.
Ustadz Dr KH Khoirul Huda Basyir, Lc, M.Si dalam salah satu kajiannya pernah menyebut perjalanan ini sebagai perjalanan meninggalkan bumi yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf dan semua umat Islam untuk mendapatkan maqam tinggi berupa ridha dan ma’rifat Allah.
Saat direnungkan kembali, Isra Miraj menyimpan makna yang amat dalam sebagai laku spiritual yang tak hanya terjadi di masa lalu, tetapi terus berulang di dalam setiap pencarian manusia akan makna kehidupan, seperti sebuah cermin yang merefleksikan diri.
Perjalanan itu dimulai dalam gelap, dalam sunyi, dalam kehampaan yang sesungguhnya. Malam, dengan segala keheningannya, menjadi latar bagi sebuah keajaiban yang melampaui nalar manusia.
Gelap bukan sekadar ketiadaan cahaya, tetapi juga ruang perenungan dan ruang kosong yang memungkinkan seseorang untuk melihat sesuatu yang tak terlihat di siang hari.
Dalam gelap itu, Nabi Muhammad dijemput oleh Buraq, makhluk yang digambarkan bercahaya, bergerak lebih cepat dari kilatan petir. Tetapi, bukankah ini metafora bagi jiwa manusia yang mencari cahaya di antara kelamnya kehidupan?
Setiap perjalanan spiritual, dalam bentuk apapun, selalu dimulai dari kegelapan, dari kebingungan, dari ketidakpastian, dari pencarian yang terus-menerus akan jawaban.
Isra Miraj bukan hanya tentang Nabi Muhammad, tetapi juga tentang manusia dan pencariannya. Setiap orang memiliki "Buraq"-nya sendiri, entah itu dalam bentuk ilmu, kebijaksanaan, atau pengalaman hidup yang mengantarkan mereka menuju pemahaman yang lebih tinggi.
Tidak ada perjalanan yang benar-benar seketika, tidak ada lompatan yang tanpa dasar. Setiap langkah menuju pemahaman yang lebih tinggi selalu diawali dengan perjalanan panjang di bumi, dengan pijakan kuat pada realitas.
Masjidil Aqsa
Sebelum naik ke langit, Nabi Muhammad terlebih dahulu melewati Masjidil Aqsa, tempat berkumpulnya para nabi.
Sebuah pertemuan simbolik yang menunjukkan bahwa setiap perjalanan menuju kebenaran tidak pernah terputus dari masa lalu, dari sejarah, dari jejak-jejak kebenaran yang telah lebih dulu hadir.
Tetapi, bagian yang paling menakjubkan dari Isra Miraj bukanlah perjalanannya, melainkan apa yang ditemukan di ujung perjalanan.
Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad bertemu dengan Dzat Yang Maha Agung, dalam keheningan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Ini adalah momen puncak dari pencarian manusia, pertemuan dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri, pertemuan dengan hakikat yang selama ini dikejar, dengan kebenaran yang tak lagi bisa dijelaskan oleh logika manusia.
Setiap orang, dalam hidupnya, menginginkan satu hal yakni pemenuhan, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan besar yang selalu menghantui.
Dan jawaban itu, sering kali, bukan dalam bentuk kata-kata, melainkan dalam bentuk kesadaran, dalam bentuk pemahaman bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang bisa dijangkau oleh akal manusia.
Isra Miraj bukan hanya tentang menembus batas fisik, tetapi juga tentang menembus batas diri, menembus sekat-sekat yang selama ini menghalangi manusia untuk melihat lebih luas, lebih dalam.
Dalam setiap tahap perjalanan langit yang dilalui Nabi Muhammad, ada simbolisasi yang dapat direnungkan dengan dalam.
Langit pertama hingga ketujuh bukan sekadar tingkatan ruang, melainkan tahapan kesadaran. Manusia sering terjebak dalam batas-batas duniawi, dalam ego, dalam keterikatan pada hal-hal yang fana.
Perjalanan naik ke langit adalah perjalanan melepaskan, satu per satu, segala keterikatan yang menjerat, hingga akhirnya mencapai titik di mana yang tersisa hanyalah kesadaran murni akan keberadaan Tuhan.
Perintah Sholat
Perjalanan kemudian tidak berhenti di langit. Nabi Muhammad kembali ke bumi, membawa perintah salat. Di sinilah letak kebijaksanaan terdalam dari Isra Miraj.
Perjalanan spiritual yang sejati tidak berhenti pada ekstasi atau pengalaman mistis semata. Perjalanan itu harus kembali membumi, harus menemukan bentuk konkret dalam kehidupan nyata.
Sholat, yang diperintahkan langsung dalam pertemuan ilahi itu, bukan sekadar ritual, tetapi jalan agar setiap manusia dapat mengalami Isra Miraj mereka sendiri.
Setiap kali seseorang berdiri dalam sholat, ia tengah melakukan perjalanan, melintasi batas-batas dirinya, meninggalkan sejenak dunia yang penuh distraksi, untuk bertemu dengan keheningan, dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri.
Ada paradoks indah dalam Isra Mikraj, sebuah perjalanan yang melampaui ruang dan waktu, tetapi diakhiri dengan sesuatu yang sangat membumi, sangat dekat, sangat bisa diulang setiap hari.
Sholat adalah jejak perjalanan itu, sebuah kesempatan bagi manusia untuk mengalami sejenak kebersamaan dengan Tuhan, tanpa harus menunggu mukjizat besar terjadi dalam hidupnya.
Dan di sinilah letak esensi dari seluruh peristiwa ini bahwa setiap orang, dalam kehidupannya, memiliki kesempatan untuk naik, untuk bertemu dengan makna yang lebih tinggi, untuk mengalami kehadiran Tuhan, dalam bentuk yang paling personal dan paling dalam.
Dalam dunia yang semakin sibuk, semakin bising, semakin kehilangan ruang untuk keheningan, Isra Miraj mengajarkan umat Islam tentang pentingnya perjalanan ke dalam diri.
Bahwa sebelum mencari kebenaran di luar, sebelum menuntut cahaya dari sekitar, seseorang harus terlebih dahulu menemukan cahaya dalam dirinya sendiri.
Bahwa sebelum menaklukkan dunia, seseorang harus terlebih dahulu memahami dirinya sendiri. Perjalanan spiritual bukanlah perjalanan yang bisa diukur dengan waktu, tetapi dengan kedalaman pengalaman, dengan keterbukaan untuk melepaskan, untuk melihat lebih luas, untuk menyadari bahwa yang paling jauh bukanlah langit ketujuh, tetapi hati manusia yang tak pernah selesai dalam pencariannya.
Isra Miraj bukan hanya kisah yang terjadi sekali dalam sejarah, tetapi kisah yang terus berulang dalam setiap jiwa yang rindu, dalam setiap pencarian yang jujur, dalam setiap doa yang tak diucapkan tetapi dirasakan.
Di dalamnya, ada petunjuk bagi siapa saja yang ingin berjalan lebih jauh, melihat lebih dalam, dan merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kehidupan yang tampak di permukaan.
Sebab, pada akhirnya, setiap manusia adalah seorang musafir, dan kehidupan ini adalah perjalanan panjang menuju pertemuan dengan Dzat Yang Maha Pencipta, Sang Khalik.
No comments:
Post a Comment