Ketegangan Saat Sahabat Nabi Menolak Jadi Khalifah, Gantikan Utsman bin Affan

Ketegangan Saat Sahabat Nabi Menolak Jadi Khalifah, Gantikan Utsman bin Affan
Ilustrasi/Ist
DALAM situasi tidak menentu pasca-terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan r.a. , kaum pemberontak dan penduduk Madinah berpendapat, bahwa hanya salah seorang di antara 5 orang sahabat dekat Rasulullah SAW yang patut dibai'at sebagai Khalifah pengganti. Mereka adalah yang dulu bersama-sama Utsman bin Affan r.a. pernah dicalonkan oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. sebelum wafatnya. Hanya saja, dari yang 5 orang itu, hanya 4 orang saja yang masih hidup. Abdurrahman bin A'uf sudah tiada. 

Buku " Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a. " karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan tragedi pembunuhan Khalifah Utsman r.a. sangat menggoncangkan dan memilukan Sa'ad bin Abi Waqqash . Karena sebelum itu, Khalifah Umar r.a. juga mati terbunuh, sungguhpun pembunuhnya bukan seorang muslim (tetapi majusi) dan terjadinya bukan akibat konflik politik di antara sesama kaum muslimin. Oleh karena itu Sa'ad bin Abi Waqqash mengambil keputusan untuk menjauhkan diri sama sekali dari kegiatan politik kenegaraan dan kemasyarakatan.

Ia tidak mau melibatkan diri atau dilibatkan dalam proses pembai'atan seorang Khalifah baru.

Dengan demikian dari 4 orang sahabat Nabi Muhammad SAW yang masih hidup, hanya tinggal 3 orang saja yang dapat dicalonkan.

Dalan menuju terbai'atnya Khalifah ke-4 ternyata tidak selicin seperti yang diperkirakan orang.

Dalam proses permulaan saja sudah menghadapi kesukaran berat. Karena ketiga orang calon tersebut sudah tidak ada yang bersedia dibai'at sebagai Khalifah. Usaha pendekatan yang dilakukan oleh kaum muslimin yang memberontak terhadap Khalifah Utsman r.a. sukar diterima oleh tiga orang sahabat Rasulullah s.a.w. itu. Kemacetan berlangsung selama 8 hari.

Sedangkan kaum muslimin, baik yang tinggal di kota Madinah maupun yang di daerah-daerah, cemas-cemas gelisah menantikan adanya pimpinan yang baru. 

Tragedi pembunuhan kejam terhadap Khalifah Utsman r.a., dikuasainya ibukota oleh kaum pemberontak, macetnya pemilihan Khalifah baru, semuanya merupakan kerawanan yang amat berbahaya. Pasukan muslimin yang sedang bertugas di luar daerah dengan gelisah menunggu adanya instruksi-instruksi baru. Jika krisis itu berlarut-larut, mereka sangat khawatir kalau musuh Islam akan memanfaatkan krisis kepemimpinan itu sebagai peluang yang baik untuk melancarkan serangan.

Di Mesir , seorang Kepala Daerah yang tidak disukai oleh penduduk dan dituntut pemberhentiannya (Abdullah bin Abi Sarah) masih tetap berkuasa. Bersama dengan itu, seorang Kepala Daerah yang terkenal cakap dan erat hubungannya dengan Khalifah Utsman r.a., yakni Muawiyah, hanya sibuk dalam kegiatan meningkatkan kedudukannya.

Kaum pemberontak menyadari, tanpa kerjasama dan bantuan aktif kaum Muhajirin dan Anshar , mereka tidak akan berhasil menentukan pengganti Khalifah Utsman r.a. 

Setelah mengadakan pembahasan secara mendalam tentang situasi gawat yang akan timbul akibat tidak adanya pemerintahan pusat, dan dengan dukungan kaum Muhajirin dan Anshar, para sahabat Rasulullah SAW , sepakat untuk secepat mungkin mengadakan pemilihan seorang calon, yang akan dibai'at sebagai Khalifah baru. Calon itu ialah Ali bin Abi Thalib r.a . 

Menurut penuturan Abu Mihnaf, sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil Balaghah, dikatakan, bahwa ketika itu kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di masjid Rasulullah SAW. Dengan harap-harap cemas mereka menunggu berita tentang siapa yang akan menjadi Khalifah baru. Masjid yang menurut ukuran masa itu sudah cukup besar, penuh sesak dibanjiri orang. Di antara tokoh-tokoh muslimin yang menonjol tampak hadir Ammar bin Yasir, Abul Haitsam bin At Thaihan, Malik bin 'Ijlan dan Abu Ayub bin Yazid.

Mereka bulat berpendapat, bahwa hanya Ali bin Abi Thalib r.a. lah tokoh yang paling mustahak dibai'at.

Di antara mereka yang paling gigih berjuang agar Ali Thalib dibai'at ialah Ammar bin Yasir. Dalam mengutarakan usulnya, pertama-tama Ammar mengemukakan rasa syukur karena kaum Muhajirin tidak terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman.

Kepada kaum Anshar, Ammar menyatakan, jika kaum Anshar hendak mengesampingkan kepentingan mereka sendiri, maka yang paling baik ialah membai'at Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah.

Ali bin Abi Thalib, kata Ammar, mempunyai keutamaan dan ia pun orang yang paling dini memeluk Islam.

Kepada kaum Muhajirin, Ammar mengatakan: kalian sudah mengenal betul siapa Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu aku tak perlu menguraikan kelebihan-kelebihannya lebih panjang lebar lagi. Kita tidak melihat ada orang lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk diserahi tugas itu!

Usul Ammar secara spontan disambut hangat dan didukung oleh yang hadir. Malahan kaum Muhajirin mengatakan: "Bagi kami, ia memang satu-satunya orang yang paling afdhal!"
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: