Menembus Pintu Langit: Doa Ashabul Kahfi (2)
فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
Lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu.”
Al-Qasimi (w. 1332 H) di dalam Mahasin at-Ta’wil (7/8) menafsirkan (رَحْمَةً) pada ayat di atas dengan ampunan, rezeki, dan rasa aman dari gangguan para musuh.
Dalam keadaan kesulitan dan rasa takut yang begitu mencekam, para pemuda memohon rahmat dan kasih sayang Allah, karena hanya dengan rahmat-Nya, manusia akan terhindar dari segala marabahaya.
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS: al-A’raf: 23)
Nabi Adam memahami bahwa kesuksesan dan kemenangan itu dengan mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya. Sebaliknya, kerugian dan kesengsaraan jika jauh dari ampunan dan rahmat-Nya.
Ini dikuatkan dengan firman Allah,
إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
“Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia): “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.” (QS: al-Mu’minun: 109)
Doa pada ayat di atas menurut Mujahid sebagaimana yang disebutkan oleh al-Qurthubi di dalam al-Jami li Ahkami al-Qur’an (12/138) adalah doa yang diucapkan oleh para sahabat dari golongan lemah. Diantara mereka adalah Bilal bin Rabah, Khabab bin al-Arat, dan Shuhaib bin Sinan ar-Rumi.
Ini juga dikuatkan di dalam firman-Nya,
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
“Dan katakanlah: “Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik”.” (QS: al-Mu’minun: 118)
Berkata Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-’Azhim (5/502), “Ar-Rahmah pada ayat di atas artinya semoga Allah meluruskan dan memberikan taufik kepada seluruh perkataan dan perbuatan.”
Berkata al-Alusi di dalam Ruhu al-Ma’ani (13/305), “Doa ini disebut secara khusus oleh Allah (di dalam ayat ini) menunjukkan betapa pentingnya doa tersebut. Dan ini pernah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ kepada Abu Bakar ash-Shiddiq.”
Doa yang dimaksud adalah apa yang tersebut di dalam hadits Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu,
وَعَنْ أَبِي بَكْرٍ اَلصِّدِّيقِ رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي . قَالَ قُلْ : ” اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا , وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ , فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ , وَارْحَمْنِي , إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ
“Dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Ajarkanlah padaku doa yang aku baca dalam shalatku.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Ucapkanlah: ‘Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَرَأَ فِي أُذُنِ مُبْتَلًى، فَأَفَاقَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: ” مَا قَرَأْتَ فِي أُذُنِهِ؟ ” قَالَ: قَرَأَتُ: (أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا)، حَتَّى فَرَغَ آخِرُ السُّورَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: ” لَوْ أَنَّ رَجُلًا مُوقِنًا قَرَأَ بِهَا عَلَى جَبَلٍ لَزَالَ
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya suatu ketika beliau membacakan sesuatu di dekat telingan orang yang sedang sakit kemudian orang tersebut sembuh. Rasulullah ﷺ bertanya kepada ‘Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang kamu baca di telinganya?” Beliau menjawab, “Aku membaca (Afahasibtum annama khalaqnakum abatsa…) QS: al-Mu’minun: 115-118.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Seandainya seseorang membacanya dengan penuh keyakinan di depan di gunung, niscaya akan hancur lebur.” (HR. Abu Ya’la. Berkata al-Haitsami di dalam Majmau az-Zawaid (5/115), “Di dalamnya terdapat Ibnu Lahi’ah, dia adalah dha’if. Padahal haditsnya hasan. Adapun sisa perawinya adalah perawi yang yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
(5) Di dalam doa ketika tertimpa bencana disebutkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
دَعَوَاتُ الْمَكْرُوبِ: اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Doa-doa ketika terkena bencana dan musibah, ‘Wahai Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata dan perbaikilah seluruh urusanku. Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Di dalam doa di atas disebutkan bahwa rahmat Allah satu-satunya harapan di saat bencana menimpa seseorang. Rahmat Allah merupakan solusi dari segala problematika hidup, bahkan dengan rahmat-Nya saja seluruh urusan akan menjadi baik.
Memohon Kebaikan dalam Segala Urusan
وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Dan sediakan untuk kami petunjuk yang benar dalam segala urusan.”
(1) Menurut Ibnu ‘Asyur (w. 1393 H) di dalam at-Tahrir wa at-Tanwir (15/267) terdapat perbedaan sedikit antara lafazh ar-Rasyadu (الرَّشَدُ) dengan ar-Rusydu (الرُّشْدُ).
Adapun ar-Rasyadu seperti dalam ayat ini adalah kebaikan dan ketepatan dalam bertindak, manfaat serta perbaikan. Adapun ar-Rusydu dalam QS: an-Nisa: 6, artinya mirip dengan di atas, tetapi lebih kepada kecakapan dalam mengatur keuangan.
(2) Sebagian menyimpulkan bahwa lafadz ar-Rasyadu (الرَّشَدُ) dan pecahannya mempunyai tiga arti:
(a) Pertama, ar-Rasyadu (الرَّشَدُ) artinya baik, benar dan beres, atau kebaikan dan ketepatan dalam bertindak
Sebagian orang mengetahui sesuatu yang baik dan benar, tetapi tidak mampu mengerjakannya. Oleh karenanya, kita meminta pertolongan Allah untuk bisa melaksanakan kebaikan tersebut. Hal ini mirip dengan firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (QS: al-Fatihah: 5)
(b) Kedua, ar-Rasyidu (الرَّاشِدُ) artinya cinta kepada ketaatan dan benci kepada kemaksiatan. Allah berfirman,
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS: al-Hujurat: 7)
(c) Ketiga, ar-Rusydu (الرُّشْدُ) berarti juga jalan kebenaran lawan jalan kesesatan. Sebagaimana firman Allah
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: al-Baqarah: 256)
Kandungan Doa Ashabu al-Kahfi
(1) Doa pertama (رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً) menggambarkan hubungan vertikal antara Allah dan hamba-Nya. Sedangkan dalam doa yang kedua (وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا) menunjukkan hubungan horizontal antara sesama manusia.
Di dalam berdoa seseorang membutuhkan dua hubungan tersebut. Dia harus secara terus menerus mempererat hubungan dengan Allah, dengan mengikhlaskan amal dan mengharap ridha-Nya, mensucikan, memuji, mengagungkan serta mentauhidkan-Nya. Ini terwujud dengan empat doa yaitu: ‘Subhanallah, walhamdulillah, wa Laa ilaha Ilallah, wallahu Akbar.’
Begitu juga dia harus mempererat hubungan dengan sesama manusia untuk memperbaiki urusan dunia. Menyelesaikan segala problematika dan urusan dunia. Al-Qurthubi di dalam al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an (10/312) menyebutkan perkataan Ibnu ‘Abbas bahwa maksud doa ini adalah memohon kepada Allah agar mereka bisa keluar dari gua tersebut dengan selamat.
Ternyata jalan keluar yang Allah berikan adalah mereka ditidurkan selama 309 tahun sampai penguasa kafir yang mengejar mereka telah mati, dan diganti dengan penguasa yang beriman. Ketika bangun dari tidur panjang, dan keluar dari gua, mereka mendapatkan penguasa yang baik dan melindungi mereka.
Inilah buah dari doa Ashabul Kahfi yang sangat dahsyat. Hendaknya setiap muslim yang mempunyai problematika yang tidak kunjung selesai, untuk berdoa dengan doa ini. Semoga Allah memberikan jalan keluar baginya, sebagaimana Allah memberikan jalan keluar kepada Ashabul Kahfi.
(2) As-Sa’di (w. 1376 H) di dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (1/471) menjelaskan bahwa doa Ashabul Kahfi di atas adalah doa yang menggabungkan antara usaha manusia (yang berupa lari dari kekejaman penguasa, kemudian mencari tempat persembunyian yang aman) dengan kepasrahan mereka kepada Allah tanpa tergantung kepada manusia.
Oleh karenanya, Allah mengabulkan doa mereka dan memberikan jalan keluar dari arah yang tidak disangka.*/ Dr. Zain Annajah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)
No comments:
Post a Comment