Menembus Pintu Langit: Kandungan Doa Ashabul Kahfi (1)
Allah Swt menidurkan tujuh pemuda itu selama 309 tahun bersama seekor anjing yang menemani mereka. Kisah ini diabadikan dalam Al-Quran;
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sediakan untuk kami petunjuk yang benar dalam segala urusan.” (QS: al-Kahfi: 10).
Inilah doa lengkapnya yang diambil dari potongan ayat tersebut;
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa para pemuda tersentuh oleh dakwah yang disampaikan pengikut Nabi Isa ‘alaihi as-salam. Mereka terdiri dari berbagai kalangan, seperti pejabat, tentara kerajaan, pengusaha dan rakyat jelata.
Pada awalnya, mereka menyembunyikan keimanan di tengah-tengah para penyembah berhala. Kemudian mereka menampakkan keimanan mereka sehingga Raja Dikyanus menangkap dan memenjarakan mereka.
Dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala, mereka berhasil lolos dari penjara dan melarikan diri untuk mencari tempat yang aman. Kemudian Allah mengarahkan mereka untuk masuk ke dalam gua yang berada di perbukitan.
Al-Qasimi (w. 1332 H) menjelaskan di dalam Mahasin at-Ta’wil (7/7) bahwa mereka lari ke gua dari kekejaman Raja, karena mereka telah menampakkan secara terang-terangan keimanan mereka kepada Allah dan tidak mau menyembah berhala.
Dalam suasana ketakutan, mereka akhirnya masuk ke dalam gua yang gelap dan lembab. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Dalam keadaan seperti itu, mereka berdoa memohon pertolongan dan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka yakin tidak ada yang bisa menolong mereka kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Dia lah satu-satunya tempat perlindungan dari segala macam marabahaya.
Uzlah menyelematkan agama
Imam Al-Qurthubi di dalam al-Jami’ Li Ahkami al-Qur’an (10/224) menjelaskan bahwa dalam kisah Ashabu al-Kahfi terdapat pelajaran tentang wajibnya menyelamatkan agama, walaupun harus meninggalkan keluarga, anak, kerabat, saudara, negara, serta harta karena ingin menghindari fitnah dan siksaan.
Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya. Bahkan beliau juga bersembunyi di dalam Gua Tsur, untuk menyelamatkan agama dari rongrongan orang-orang kafir.
Oleh karenanya, tinggal di pegunungan dan gua-gua, serta ‘uzlah (mengisolasi diri) dari masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi para penguasa zhalim adalah sunnah dan kebiasaan para nabi dan wali Allah.
Menurut para ulama, ‘uzlah (mengisolasi diri) dari masyarakat kadang bisa dilakukan dengan tinggal di pegunungan dan perbukitan, kadang bisa dilakukan dengan tinggal di tepi-tepi pantai yang sepi dan di daerah-daerah terpencil lainnya, kadang pula bisa dilakukan di rumah-rumah sendiri. Disebutkan di dalam sebuah riwayat,
إذا كانت الفتنة فأخف مكانك وكف لسانك
“Jika terjadi fitnah, maka rahasiakan tempat tinggal anda, dan tahan bicara Anda.”
Riwayat di atas memerintahkan untuk merahasiakan tempat tinggal tanpa menentukan tempat tertentu. Artinya boleh di tinggal di mana saja, yang penting dirahasiakan dan jauh dari hiruk pikuk masyarakat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa al-’uzlah dari fitnah dan keburukan masyarakat itu dengan hati dan amal shaleh, walaupun dia berada di tengah-tengah mereka. Inilah yang disebutkan Ibnu al-Mubarak di dalam mengartikan al-’uzlah, yaitu ‘Anda bersama masyarakat, jika mereka sibuk dengan dzikir dan mengingat Allah, maka ikutlah bersama mereka. Jika mereka sibuk dengan selain itu (maksiat), maka anda diam (jangan ikut mereka).’
Para pemuda yang beriman
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua.”
(Al-Fityatu) artinya sekelompok orang yang baru beranjak dewasa dan mempunyai jiwa dan postur tubuh yang kuat. Biasanya disebut dengan para pemuda.
Allah subhanahu wa ta’ala secara sengaja menyebut pemuda pada ayat ini untuk menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang berpotensi untuk menjadi pembela kebenaran dan pengawal orang-orang beriman.
Mereka mempunyai kemauan kuat dan kekuatan fisik di atas rata-rata. Ini dikuatkan dengan firman Allah,
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14(
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS: al-Kahfi: 13-14)
Pada ayat di atas, Allah menceritakan tentang pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, kemudian Allah teguhkan pendirian mereka ketika berhadapan dengan penguasa kafir. Mereka berani mengucapkan kebenaran bahwa ‘Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah’ walaupun menghadapi resiko kematian.
Rasulullah ﷺ merekrut dan mendakwahi para pemuda untuk menjadi pengikut dan pembela setianya, memperjuangkan tegaknya Risalah Islam, serta menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Diantara para pemuda tersebut adalah ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin ‘Umar, Abdullah bin ‘Amru, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Usamah bin Zaid, Mu’adz bin Afra, Mu’awwidz bin Afra, dan lainnya.
Gua sebagai tempat yang aman
Gua adalah tempat aman yang telah disediakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk perlindungan para hamba-Nya dari kejaran orang-orang kafir dan para penguasa dzalim.
Walaupun kelihatan gelap, lembab dan menakutkan, tetapi Allah jadikan terang, nyaman dan menenangkan. Ini tergambarkan di dalam firman Allah,
وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS: al-Kahfi: 16)
Allah memberikan dua hal kepada para pemuda al-Khafi; (1) menebarkan Rahmat-Nya kepada mereka, dan (2) menyediakan segala keperluan yang dibutuhkan oleh mereka selama di dalam persembunyiannya.
Rahmat Allah merupakan simbol hubungan vertikal antara Allah dengan hamba-Nya (hablun minallah). Penyediaan segala keperluan, merupakan simbol hubungan horizontal sesama manusia (hablun minannas).
Sebagian bentuk rahmat Allah kepada mereka adalah sebagai berikut:
(1) Allah menjadikan matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri. Allah berfirman,
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ
Maksudnya bahwa walaupun dalam gua, mereka tetap mendapatkan asupan sinar matahari yang mengandung vitamin D dan sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Sinar matahari ini juga berfungsi menjadi penghangat ruangan gua yang sangat lembab. Yang menarik, bahwa sinar matahari yang sangat menyengat tersebut, tidak langsung menimpa tubuh mereka, kecuali di sebelah kiri dan kanan mereka.
(2) Allah menjadikan gua yang mereka tempati atapnya tinggi dan luas (وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ), sehingga sirkulasi udara berjalan dengan baik. Mereka tidak merasa sesak maupun gerah.
Dari sinilah kita memahami kenapa masjid-masjid dibangun dengan kubah yang besar dan tinggi. Ternyata struktur bangunan kubah bermanfaat untuk kelancaran sirkulasi udara, sehingga para jama’ah di masjid tidak merasa kegerahan, persis seperti keadaan gua Ashabul Kahfi.
(3) Allah membolak-balikkan badan mereka pada waktu tidur ke arah kanan dan kiri. Allah berfirman,
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
Tujuannya agar mereka tidak dalam satu posisi ketika tidur selama 309 tahun. Karena kalau itu terjadi akan berakibat fatal, (1) kekuatan gravitasi bumi akan menyedot badan mereka dan ini bisa menyebabkan kematian, (2) peredaran darah dalam tubuh mereka akan terganggu, dan ini juga akan menyebabkan badan kaku, tidak bisa digerakkan.
Tiga bentuk rahmat Allah di atas termaktub di dalam firman Allah QS: al-Kahfi: 17-18.*/ Dr. Zain Annajah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI) (bersambung)
No comments:
Post a Comment