Perubahan Hakiki Pembebasan Baitul Maqdis

 

Annisa Kautsara

PRESIDEN Prabowo menyatakan dukungannya terhadap hak asasi manusia warga Palestina dan menyoroti lemahnya persatuan negara-negara Muslim pada isu-isu yang berkaitan dengan Palestina, yaitu tentang perdamaian dan kemanusiaan pada pidatonya di KTT D-8 di Kairo, Mesir pada hari Kamis, 19 Desember 2024. Beliau juga menyampaikan bahwa dengan kelemahan tersebut, kita tidak akan mampu membela Palestina.

Dalam pidato tersebut, Presiden Prabowo senantiasa mengingatkan tentang membawa isu Palestina ini menuju langkah-langkah nyata dan strategis.

Beliau juga pernah menyampaikan pembelaannya, tidak hanya untuk Palestina, namun juga untuk semua rakyat-rakyat tertindas di dunia yang ia sampaikan pada pidato pertamanya di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD pada hari Ahad, 20 Oktober 2024.

Dalam pidato tersebut, Presiden Prabowo menekankan bahwasanya kala Pemerintah Indonesia berada di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan berupa tenaga medis dan rumah sakit tentara. (www.presidenri.go.id)

Tidak Membawa Perubahan

Yusak Farchan, seorang Direktur Eksekutif Citra Institute menanggapi pernyataan Prabowo mengenai pembelaan terhadap hak asasi manusia. Ia menyatakan bahwa upaya ini tidak berlaku bagi negara-negara Muslim yang seharusnya menjadi pemersatu yang membawa mereka terhadap perubahan yang nyata.

Dia memperhatikan, negara-negara muslim di dunia masih belum maksimal memberikan sikap yang konkret untuk melawan ketidakadilan penegakkan HAM terhadap Palestina sebagai salah satu negara muslim di dunia.

Menurutnya, ini bukanlah upaya sesungguhnya untuk mewujudkan tindakan nyata dalam memperjuangkan keadilan bagi Palestina.

Ia kemudian menyambung, apabila hanya diwujudkan dengan pernyataan dukungan saja, tidak akan membawa banyak perubahan atas Palestina. (rmol.id)

Palestina Butuh Bantuan Militer

Setiap pihak yang mengklaim bahwa mereka mendukung Palestina perlu mengetahui bahwa Palestina membutuhkan tindakan nyata berupa pengiriman pasukan militer. Tanpa adanya solusi tuntas ini, sekadar pembelaan saja hanya retorika belaka.

Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung bahkan mendesak adanya solusi dua negara (two state solution). Solusi yang tidak dikehendaki rakyat Palestina sendiri.

Artinya, sama saja Indonesia menyetujui bahwa tanah Palestina juga menjadi milik Zionis, atau bisa dikatakan, dirampas oleh Zionis. Demikian juga berarti Palestina tidak akan bisa merdeka seutuhnya.

Negara-negara Muslim terutama para pemimpin Muslim seharusnya sadar penuh akan hal ini. Mereka perlu untuk tidak lagi menutup mata akan gentingnya dan perlunya untuk mengirimkan bala tentaranya dan membantu membebaskan Palestina.

Bantuan kemanusiaan dan bantuan tenaga medis penting tapi sampai hari ini belum mampu menghentikan penjajahan oleh Zionis.

Di antara yang lebih penting lainya adalah pengiriman bantuan militer, yang ditujukan untuk mengusir para penjajah Zionis, tapi juga untuk melindungi umat Muslim di Palestina.

Untuk menyelesaikan masalah ini, umat Islam perlu memahami hakikat dari hal-hal berikut:

Pertama, Tanah Palestina adalah tanah kaum Muslim

Pada tahun ke-15 Hijriah, tanah Palestina dibebaskan oleh kaum Muslim di tangan pemimpin umat Islam saat itu, yaitu Khalifah Umar bin Khattab ra. dan menjadi bagian dari negeri Muslim.

Dengan demikian, persoalan Palestina ini adalah persoalan mutlak kaum Muslim seluruhnya, tidak hanya orang Palestina saja.

Kedua, pendudukan bangsa Zionis merupakan perampasan dan penjajahan, maka dari itu, tanah Palestina harus direbut kembali. Maka jihad fii sabilillah dan militer salah satu solusi melenyapkan kedzaliman di muka bumi, termasuk adanya penjajahan Zionis.

Sayangnya, sampai hari ini umat Islam –khususnya negara berpenduduk Muslim atau pemerintah negara Muslim—belum bisa mewujudkannya.

Negara-negara Muslim sampai saat ini belum mampu mewujudkan itu dan mereka belum memahami bahwa ini adalah perintah Allah yang mana merupakan suatu kewajiban.

Bahkan sebagian negara Muslim –termasuk Indonesia— malah setuju pada solusi yang memberikan keleluasaan bagi Zionis untuk merampok tanah yang bukan milik mereka.

Ketiga, untuk mencapai itu semua adalah ilmu. Adalah Prof. Dr. Abd. Al-Fattah El-Awaisi, pendiri Islamic Jerussalem Research Academy (ISRA) Ankara, Turki, mengungkapkan Teori Geopolitik “Lingkaran Barakah Baitul Maqdis”.

Menurupa pakar keturunan Palestina ini, dalam -Teori Lingkaran Barakah Baitul Maqdis– dalam Surat al-Isra’ ayat pertama disebutkan, kawasan Baitul-Maqdis berada pada poros lingkaran pertama, kawasan Mesir dan Syam pada lingkaran kedua, serta kawasan Iraq, Turki, dan Hijaz pada lingkaran ketiga.

Bahwa Bumi Syam –salah satunya Suriah—dan Mesir, berpengaruh dalam pembebasan Baitul Maqdis.

Seorang cendekiawan berdarah Palestina, Dr Khalid el-Awaisi melakukan riset bertahun-tahun hingga lahir buku terobosan berjudul “Mapping Islamicjerusalem: a Rediscovery of Geographical Bounderies (2007)”.

Buku yang memenangkan penghargaan dari Islamic Research Academy di Inggris mengupas batas-batas geografis Baitul-Maqdis dan aspek relijius terkait, seperti geografi al-Ardh al-Mubarakah (Tanah Barakah) dan al-Ardh al-Muqaddasah (Tanah Suci). (Dr. Khalid el-Awaisi: “Kini Banyak Orang Islam Berhati Zionis”)

Riset itu merujuk pada al-Qur’an, hadits, dan karya-karya ulama terdahulu. Dengan riset bertahun-tahun merujuk Al-Quran, hadis dan ulama ini akhirnya melahirkan peta dan batas-batas suci di Baitul-Maqdis sebagaimana Al-Quran.

Bukan peta Palestina saat ini, karena itu adalah produk penjajah. Umat Islam harus mengacu pada masa Umar bin Khaththab RA ketika membebaskan dan memasuki Baitul-Maqdis.

Beliau tidak menggunakan peta buatan Romawi, tetapi membagi kawasan itu sesuai dengan referensi Islam.

Karena kesalahan referensi inilah menyebabkan kesahalan memahami kawasan Baitul-Maqdis. Penjajahan tidak hanya berhasil merampas wilayah Baitul Maqdis, tetapi berhasil menjajah akal atau ilmu umat Islam.

Celakanya, bencana ilmu ini masih belum menjadi perhatian, meski fenomena-fenomena yang dihasilkan terus berlangsung hingga hari ini. Salah satu fenomena itu lahirnya “generasi Zionis” di tengah umat Islam.

Banyak orang Islam yang berhati Zionis, sok membela hak-hak Yahudi di Baitul-Maqdis, namun menegasikan hak-hak umat Islam. Generasi Zionis ini ada di semua lapisan, mulai dari para penulis hingga pemimpin dan politisi.

Dengan membenani pemahaman ini, maka nantinya umat akan semakin sadar dan akan melahirkan gerakan baru yang benar sesuai Sunnah Nabi ﷺ dan pembebasan Baitul Maqdis serta Masjid Al-Aqsha segera terwujud. Wallahu a’lam bisshawab.*

Komunitas muslimah remaja dan berdomisili di Kota Salatiga, Jawa Tengah

No comments: