Para Ekonom Terkemuka di Era Keemasan Islam
Abu Yusuf menyusun Al-Kharaj sebagai pedoman khalifah dalam hal pajak dan fiskal nega
Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa

Itu tepatnya sejak Rasulullah SAW meletakkan fondasi ekonomi di Madinah. Langkah beliau diteruskan oleh para khalifah, yakni Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, hingga Ali bin Abi Thalib.
Setelah itu, ekonomi Islam dibahas lebih mendalam oleh para ulama ahli fikih, filsuf, dan sufi. Hingga pada masa khalifah Bani Abbasiyah, Harun ar-Rasyid (786-809 M), Abu Yusuf yang menjabat hakim agung menyusun kitab fenomenal yang dianggap sebagai buku ekonomi Islam pertama.
Ia menyusun kitab Al-Kharaj sebagai nasihat kepada pemerintah atas permintaan sang Khalifah. Buku ini berisi pembahasan tentang keuangan publik Islam, mencakup pendapatan dan pengeluaran negara.
Beberapa ulama lain setelah Abu Yusuf juga menulis kitab dengan judul Al-Kharaj, di antaranya Yahya bin Adam (757-818 M) dan Qudama ibn Ja’far al-Katib (864-932 M). Namun, karya Abu Yusuf dinilai lebih komprehensif dan berpengaruh dalam sistem ekonomi Islam.
Adapun al-Mawardi, seorang hakim agung pada masa al-Qoim bi Amrillah (1031-1075 M), juga meninggalkan karya penting berjudul al-Ahkam as-Sulthoniyah. Buku ini banyak membahas tata kelola pemerintahan, termasuk pengaturan pendapatan, belanja negara, serta institusi hisbah yang berperan mengawasi pasar dan praktik muamalah.
Selain itu, Al-Syaibani (750-804 M) juga memberikan kontribusi melalui karyanya Kitab al-Iktisab. Pemikirannya lebih bersifat mikro dengan fokus pada konsumsi, produksi, distribusi, serta empat sumber penghasilan utama yaitu jasa sewa, industri, pertanian, dan perdagangan.
Kontributor penting lainnya adalah Abu Ubaid (w. 224 H/838 M) dengan karyanya Al-Amwal (Harta). Buku ini membahas aspek mikro dan makro sekaligus, termasuk sumber harta, pajak, pandangan para ulama sebelumnya, serta dilengkapi dengan sanad hadis dan dokumen resmi para khalifah.
Seiring perjalanan waktu, pemikiran para ulama empat mazhab—Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii, dan Imam Hambali—juga memengaruhi ekonomi Islam. Abu Yusuf yang merupakan murid Imam Hanafi banyak mengikuti mazhab gurunya, sementara al-Mawardi bermazhab Syafii sehingga pembahasan dalam karyanya merujuk pada pandangan Imam Syafii.
Abu Ya’la al-Fara (988–1066 M) kemudian menulis tata kelola pemerintahan dengan judul serupa dari perspektif mazhab Hambali. Perbedaan pandangan di antara mereka terutama terletak pada ushul fiqh, yakni sejauh mana rasionalitas dapat digunakan dalam menetapkan hukum.
Mazhab Hanafi sering memakai metode istihsan dan qiyas untuk menjawab persoalan baru. Sebaliknya, mazhab Maliki lebih menekankan hadis Rasul, amalan penduduk Madinah, serta konsensus Khulafa ar-rasyidin.
Adapun Imam Syafii mencoba memadukan rasionalitas Hanafi dengan metode hadis Imam Malik, dan mazhab Hambali lebih ketat pada sumber hadis.
Secara umum, di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, ekonomi umat Islam mengalami pertumbuhan signifikan dibanding era Nabi Muhammad SAW. Urbanisasi kian meningkat, perdagangan semakin berkembang, dan wilayah Islam yang luas memperkuat aktivitas ekonomi lintas kawasan.rol




No comments:
Post a Comment