Tak Ada Keadialan di Masa Penjajahan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: “Kita tidak hidup di dunia yang adil.
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan
Dalam perjalan saya kemarin tepatnya hari Minggu, 10 Juni 2012 saya mengunjungi Galeri Nasiaonal Indonesia di Jln Medan Merdeka Timur, Jakarta . Kebutulan dalam minggu ini, ada acara pameran ukisan moden hasil karya Raden Saleh. Beliau adalah seniman modern yang malang melintang berkarya di Eropa khususnya di Belanda, Jerman, dan Perancis kemudian kembali ke Indonesia. Beliau juga adalah seorang keturanan bangsawan dan masih bersaudara dengan Pangeran Diponegoro.
Dari hasil karyanya, ada satu lukisan yang membuat saya tertarik, yaitu Lukisan dengan judul “Penangkapan Pengeran Diponegoro”. Berdasarkan pemandu wisata yang menjelaskan bahwa lukisan dengan judul “Penangkapan Pengeran Diponegoro” ada dua versi , yaitu versi pelukis Belanda Nicolaas Pieneman dan versi Raden Saleh.
Dalam lukisan tersebut di gambarkan ada beberapa Penguasa Belanda(Kompeni) menemui Pangeran Diponegoro, akan tetapi Pangeran Diponegoro digambarkan sejajar dengan Orang-orang Belanda dan dengan posisi tegap yang menggambarkan bahwa Pangeran Diponegoro tidak takut kepada orang Belanda dan tetap tegar walaupun ingin ditangkap, inilah karyanya yang menjadi Masterpice.
Dari lukisan tersebut saya teringat akan sejarah, batapa kejamnya Belanda menjajah bangsa Indonesia selama 3,5 abad atau tiga ratus lima puluh tahun. Banyak tindakan-tindakan yang tidak berprikemanusiaan yang terjadi, diantaranya Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Suatu system yang ditetapkan Pemerintah Belanda untuk memerintahkan rakyat Indonesia untuk menanam tanam-tanaman pokok seperti padi, jagung, ketela dan jarak. Kemudian hasil panen di jual kepeda pemerintah Belanda dengan harga yang tidak setimpal dengan persentasi 75% untuk Belanda dan untuk rakyat Indonesia 25 %. Selain itu setiap desa diwajibkan menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Bukan kah, hal-hal seperti demikian bukanlah suatu keadilan ?.
Tidak hanya Cultuurstelsel atau Tanam Paksa saja, yang menunjukan suatu tindakan ketidakadilan terhadap bangsa Indonesia oleh Belanda. Tetapi juga ada suatu sistem yang diberlakukan pemerintahan Belanda dibidang pendidikan pada masa itu. Pemerintahan Belanda hanya memperbolehkan orang-orang tertentu yang dapat mengenyam pendidikan seperti anak bangsawan, juragan tanah, dan orang-orang yang berderajat tinggi lainnya, sedangkan orang biasa dan orang yang kelas ekonomi kebawah tidak bisa mengenyam pendidikan. Mereka hanya dijadikan budak dan dipandang sebelah mata.
Raden Saleh adalah salah satu orang Indonesia yang beruntung dapat menhgenyam pendidikan karena beliau adalah seorang anak keturunan Bangsawan. Bupati terkenal dan salah seorang nenek moyangnya mungkin berasal dari Arab seperti ditunjukan oleh gelar Syarief yang tertera dalam nama lengkapnya: Raden Saleh Syarief Bustaman. Pada sebagian masa kanak-kanaknya Raden Saleh diasuh oleh pamannya, Raden Adipati Sosrohadimenggolo, Bupati Terboyo, Semarang. Ayahnya ialah Sayid Bin Alwi Bin Awal dan ibunya Raden Ayu Sarief Husen Bin Alwi Bin Awal
Beliau mengenyam pendidikan seni modern di negeri Belanda, setelah itu ia berkelana di daratan Eropa hampir selama 22 tahun dengan mengahasilkan karya yang mengagumkan. Kemudian beliau merasa cukup untuk berkelana di negeri orang, akhirnya beliau kembali ke tanah kelahirannya yaitu Indonesia. Di Negeri sendiri pun tidak kalah dengan negeri ornag lain, beliau menghasilkan karya-karya yang mengagumkan. Salah satunya lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” yang menjadi masterpiece-nya.
Itulah masa-masa penjajahan, dijaman masa itu keadilan belum dapat dirasakan oleh bangsa ini. Akibat kekejaman dan kerakusan bangsa Lain yang menjajah negeri ini. Sekarang bangsa ini telah bebas dari penjajahan bangsa lain. Semoga keadilan dapat kita rasakan karena keadailan adalah milik bersama, sebagaimana yang tertera pada dasar negera kita Pancasila yaitu Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-4).
Faisal Abriansyah
No comments:
Post a Comment