Cornelis Chastelein, Sang Penemu Depok
DEPOK, daerah di selatan Jakarta ini ternyata menyimpan sejarah yang unik dan menarik untuk ditelusuri. Salah satu keunikannya adalah, saat masa penjajahan Belanda, Depok dipimpin oleh seorang presiden, lengkap dengan sistem pemerintahannya. Bahkan, warga Depok yang kala itu menjadi budak dan dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein, sebagian besar sangat piawai berbahasa Belanda.
Ada 12 marga yang diberikan oleh Cornelis Chastelein sebagai bukti bahwa mereka telah dimerdekakan. Ke-12 marga tersebut adalah Bacas, Jonathans, Isakh, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh. Pada awalnya, warga yang mendapat 12 marga ini berasal dari berbagai suku di Indonesia, seperti Makassar, Manado, Bali dan Timor.
Hal ini terungkap dalam bedah buku Cornelis Chastelein, Sang Penemu Depok karya Ronald M Jonathans, cucu JM Jonathans, presiden Depok yang berlangsung di Gedung YLCC (Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein), Depok, Jawa Barat. Bedah buku ini dihadiri juga oleh sejumlah warga Depok dari 12 marga yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein.
Selain itu, dalam bedah buku hadir juga Dr Lilie Suratminto, pengajar sejarah dari Universitas Indonesia serta komunitas pelestari sejarah seperti Love Our Heritage (LOH) dan Depok Heritage Community (DHC). Bahkan, perwakilan dari Pemkot Depok juga turut hadir untuk menyaksikan bedah buku yang berlangsung ’serius tapi santai’ ini.
Ronald M Jonathans mengatakan, dengan terbitnya buku Cornelis Chastelein, Sang Penemu Depok ini, semoga dapat memberikan manfaat dan masukan bagi siapa saja yang membacanya. Diharapkan buku setebal 165 halaman ini juga dapat memberikan gambaran bagaimana kiprah Kaum Depok dalam perjalanan Kota Depok, mulai dari berdirinya hingga perkembangannya saat ini.
“Sayangnya, hingga saat ini Depok belum menjadi kota history dan wisata,” kata Ronald.
Sementara itu, Dr Lilie Suratminto mengatakan, Depok bisa menjadi objek wisata history dan magis. Karena, situs-situs dan arsip-arsip yang menceritakan sejarah pendirian Depok masih banyak yang bisa ditemukan dan ditelusuri. Diantaranya adalah surat-surat yang menjadi wasiat dari Cornelis Chastelein, orang Belanda yang membuat daerah Depok memiliki kekhasan tersendiri.
Selain itu, sisa-sisa bangunan peninggalan dari Cornelis Chastelein juga bisa disaksikan. Seperti Jembatan Panus, Gereja Protestan, kediaman presiden Depok, tiang telepon, dan Stasiun KA Depok Lama.
Terkait warga Depok yang sangat piawai berbahasa Belanda, ujar Lilie, karena itu adalah bahasa sehari-hari warga ke-12 marga yang dimerdekakan Cornelis Chastelein. Apalagi, 12 marga tersebut berasal dari berbagai daerah yang bahasanya tidak dimengerti oleh warga lainnya. Sehingga, dijadikanlah Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar sehari-hari mereka.
Sementara itu Ketua YLCC Valentino Jonathans mengatakan, agar sejarah Depok tidak hilang digerus perkembangan zaman, maka Pemkot Depok harus mengeluarkan Perda tentang pelestarian sejarah Depok. Hal itu dilakukan agar tidak ada lagi situs dan bangunan sejarah di Depok yang hilang atau dibongkar demi pembangunan.
“Kita akan membantu pemerintah dengan memberikan data dan surat-surat bersejarah, kalau memang ada keinginan untuk melestarikan sejarah Depok,” ujar Valentino.
Valentino menuturkan, selama ini perhatian Pemkot Depok terhadap sejarah Depok memang belum maksimal. Padahal, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan sejarah dengan mengikuti seminar atau simposium yang terkait dengan sejarah Depok.
“Waktu jaman Walikota Badrul Kamal memang pernah ada upaya untuk membuat maket Depok lama. Tapi, setelah Badrul Kamal diganti tidak ada kelanjutannya,” ujar Valentino lagi.
Davy Rinaldy Andree Latupeirissa
Ada 12 marga yang diberikan oleh Cornelis Chastelein sebagai bukti bahwa mereka telah dimerdekakan. Ke-12 marga tersebut adalah Bacas, Jonathans, Isakh, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh. Pada awalnya, warga yang mendapat 12 marga ini berasal dari berbagai suku di Indonesia, seperti Makassar, Manado, Bali dan Timor.
Hal ini terungkap dalam bedah buku Cornelis Chastelein, Sang Penemu Depok karya Ronald M Jonathans, cucu JM Jonathans, presiden Depok yang berlangsung di Gedung YLCC (Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein), Depok, Jawa Barat. Bedah buku ini dihadiri juga oleh sejumlah warga Depok dari 12 marga yang dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein.
Selain itu, dalam bedah buku hadir juga Dr Lilie Suratminto, pengajar sejarah dari Universitas Indonesia serta komunitas pelestari sejarah seperti Love Our Heritage (LOH) dan Depok Heritage Community (DHC). Bahkan, perwakilan dari Pemkot Depok juga turut hadir untuk menyaksikan bedah buku yang berlangsung ’serius tapi santai’ ini.
Ronald M Jonathans mengatakan, dengan terbitnya buku Cornelis Chastelein, Sang Penemu Depok ini, semoga dapat memberikan manfaat dan masukan bagi siapa saja yang membacanya. Diharapkan buku setebal 165 halaman ini juga dapat memberikan gambaran bagaimana kiprah Kaum Depok dalam perjalanan Kota Depok, mulai dari berdirinya hingga perkembangannya saat ini.
“Sayangnya, hingga saat ini Depok belum menjadi kota history dan wisata,” kata Ronald.
Sementara itu, Dr Lilie Suratminto mengatakan, Depok bisa menjadi objek wisata history dan magis. Karena, situs-situs dan arsip-arsip yang menceritakan sejarah pendirian Depok masih banyak yang bisa ditemukan dan ditelusuri. Diantaranya adalah surat-surat yang menjadi wasiat dari Cornelis Chastelein, orang Belanda yang membuat daerah Depok memiliki kekhasan tersendiri.
Selain itu, sisa-sisa bangunan peninggalan dari Cornelis Chastelein juga bisa disaksikan. Seperti Jembatan Panus, Gereja Protestan, kediaman presiden Depok, tiang telepon, dan Stasiun KA Depok Lama.
Terkait warga Depok yang sangat piawai berbahasa Belanda, ujar Lilie, karena itu adalah bahasa sehari-hari warga ke-12 marga yang dimerdekakan Cornelis Chastelein. Apalagi, 12 marga tersebut berasal dari berbagai daerah yang bahasanya tidak dimengerti oleh warga lainnya. Sehingga, dijadikanlah Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar sehari-hari mereka.
Sementara itu Ketua YLCC Valentino Jonathans mengatakan, agar sejarah Depok tidak hilang digerus perkembangan zaman, maka Pemkot Depok harus mengeluarkan Perda tentang pelestarian sejarah Depok. Hal itu dilakukan agar tidak ada lagi situs dan bangunan sejarah di Depok yang hilang atau dibongkar demi pembangunan.
“Kita akan membantu pemerintah dengan memberikan data dan surat-surat bersejarah, kalau memang ada keinginan untuk melestarikan sejarah Depok,” ujar Valentino.
Valentino menuturkan, selama ini perhatian Pemkot Depok terhadap sejarah Depok memang belum maksimal. Padahal, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan sejarah dengan mengikuti seminar atau simposium yang terkait dengan sejarah Depok.
“Waktu jaman Walikota Badrul Kamal memang pernah ada upaya untuk membuat maket Depok lama. Tapi, setelah Badrul Kamal diganti tidak ada kelanjutannya,” ujar Valentino lagi.
Davy Rinaldy Andree Latupeirissa
No comments:
Post a Comment