Terus Dirusak, Situs Gunung Padang Diperlakukan bak Keset
ADOLF BASTIAN
Situs Megalitik Gunung Padang.
Situs Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mulai rusak karena ulah manusia. Situs peninggalan kebudayaan megalitikum terbesar di Asia Tenggara itu saat ini tidak dikelola dengan baik.
Perilaku pengunjung yang seenaknya, ditambah adanya berbagai kepentingan, membuat struktur bangunan situs rusak parah. Penelitian yang dilakukan Pusat Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Balai Arkeologi Bandung menemukan terjadinya kerusakan teknis pada situs megalitikum yang diperkirakan dibangun pada rentang waktu 2.500-1.500 sebelum Masehi.
Arkeolog senior Moendardjito yang menjadi anggota tim ahli penelitian, Kamis (3/1/2012), mengatakan, pengunjung situs Gunung Padang bisa mencapai 16.000 orang per bulan. Pengunjung sebanyak itu menginjak-injak bangunan situs yang dibangun hanya dengan teknologi sederhana.
Kemampuan manusia yang masih rendah pada masa itu membuat bangunan situs berbentuk punden berundak tersebut didirikan dengan teknologi sederhana. Batuan ditumpuk tanpa perekat yang dengan mudah bisa terlepas,” kata Moendardjito.
Pengunjung yang berekreasi ke kawasan situs memperlakukan batu berumur ribuan tahun itu sebagai ”keset” setelah kaki pengunjung menginjak tanah berlumpur. Akibat sering diinjak, posisi batu bergeser sehingga strukturnya berubah.
Banyak pula situs yang dipukul batu lain sehingga pecah dan pecahannya dibawa pulang. Pada bagian lain, banyak pula batuan yang dicoret-coret menggunakan cat semprot dan spidol.
Sebagian pengunjung juga ada yang merusak struktur situs dengan mengangkat atau menggoyang-goyangkan batuan besar yang tegak berdiri.
”Ada mitos barangsiapa bisa mengangkat batu yang berdiri tegak, keinginannya akan terkabul. Mitos ini sangat menyesatkan,” ujar Moendardjito.
Di lokasi situs juga banyak warung penjual cendera mata dan pedagang asongan yang berlarian menawarkan dagangan sehingga merusak situs.
Melestarikan situs
Penelitian yang dilakukan Arkenas dengan Balai Arkeologi Bandung ini bertujuan untuk melestarikan yang meliputi merawat, meneliti, dan memanfaatkan situs Gunung Padang.
Lutfi Yondri, peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, mengatakan, situs tersebut mendesak untuk dilindungi.
Kedatangan pengunjung membawa dampak positif bagi perekonomian warga, tetapi warga perlu dilatih memanfaatkan tanpa merusak situs.
”Kalau situs rusak, pengunjung berkurang, masyarakat juga yang rugi. Selain itu, dunia keilmuan juga kehilangan sumber ilmu pengetahuan yang sangat berharga,” kata Lutfi.
Situs Gunung Padang juga tidak lepas dari kepentingan sebagian orang yang percaya bahwa di bawah situs tersebut terdapat bangunan piramida. Keberadaan piramida itu diungkap komunitas Turangga Seta bersama beberapa ahli geologi. Mereka kemudian coba melakukan penelitian di kawasan situs.
Situs Gunung Padang memiliki luas sekitar 3 hektar, sementara kawasan dengan banyak situs batuan megalitikum sekitar 900 meter persegi. Situs ini berada pada ketinggian sekitar 885 meter di atas permukaan laut. (IND)
Kompas Cetak
Perilaku pengunjung yang seenaknya, ditambah adanya berbagai kepentingan, membuat struktur bangunan situs rusak parah. Penelitian yang dilakukan Pusat Arkeologi Nasional bekerja sama dengan Balai Arkeologi Bandung menemukan terjadinya kerusakan teknis pada situs megalitikum yang diperkirakan dibangun pada rentang waktu 2.500-1.500 sebelum Masehi.
Arkeolog senior Moendardjito yang menjadi anggota tim ahli penelitian, Kamis (3/1/2012), mengatakan, pengunjung situs Gunung Padang bisa mencapai 16.000 orang per bulan. Pengunjung sebanyak itu menginjak-injak bangunan situs yang dibangun hanya dengan teknologi sederhana.
Kemampuan manusia yang masih rendah pada masa itu membuat bangunan situs berbentuk punden berundak tersebut didirikan dengan teknologi sederhana. Batuan ditumpuk tanpa perekat yang dengan mudah bisa terlepas,” kata Moendardjito.
Pengunjung yang berekreasi ke kawasan situs memperlakukan batu berumur ribuan tahun itu sebagai ”keset” setelah kaki pengunjung menginjak tanah berlumpur. Akibat sering diinjak, posisi batu bergeser sehingga strukturnya berubah.
Banyak pula situs yang dipukul batu lain sehingga pecah dan pecahannya dibawa pulang. Pada bagian lain, banyak pula batuan yang dicoret-coret menggunakan cat semprot dan spidol.
Sebagian pengunjung juga ada yang merusak struktur situs dengan mengangkat atau menggoyang-goyangkan batuan besar yang tegak berdiri.
”Ada mitos barangsiapa bisa mengangkat batu yang berdiri tegak, keinginannya akan terkabul. Mitos ini sangat menyesatkan,” ujar Moendardjito.
Di lokasi situs juga banyak warung penjual cendera mata dan pedagang asongan yang berlarian menawarkan dagangan sehingga merusak situs.
Melestarikan situs
Penelitian yang dilakukan Arkenas dengan Balai Arkeologi Bandung ini bertujuan untuk melestarikan yang meliputi merawat, meneliti, dan memanfaatkan situs Gunung Padang.
Lutfi Yondri, peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, mengatakan, situs tersebut mendesak untuk dilindungi.
Kedatangan pengunjung membawa dampak positif bagi perekonomian warga, tetapi warga perlu dilatih memanfaatkan tanpa merusak situs.
”Kalau situs rusak, pengunjung berkurang, masyarakat juga yang rugi. Selain itu, dunia keilmuan juga kehilangan sumber ilmu pengetahuan yang sangat berharga,” kata Lutfi.
Situs Gunung Padang juga tidak lepas dari kepentingan sebagian orang yang percaya bahwa di bawah situs tersebut terdapat bangunan piramida. Keberadaan piramida itu diungkap komunitas Turangga Seta bersama beberapa ahli geologi. Mereka kemudian coba melakukan penelitian di kawasan situs.
Situs Gunung Padang memiliki luas sekitar 3 hektar, sementara kawasan dengan banyak situs batuan megalitikum sekitar 900 meter persegi. Situs ini berada pada ketinggian sekitar 885 meter di atas permukaan laut. (IND)
Editor :
yunan
No comments:
Post a Comment