Ulama Kita Pernah Menuliskan Kitab untuk Sultan Maladewa
Pada katalog naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Masjid al-Haram (Maktabah al-Haram al-Makki), Makkah, KSA, saya menemukan naskah bernomor (1702 kategori al-Fiqh al-Syafi’i) dengan judul “Majmu’ah Masa’il Fiqhiyyah fî al-Fiqh al-Syafi’i”.
Isi naskah tersebut berisi himpunan fatwa ulama-ulama Mazhab Syafi’i lintas generasi yang menjawab beberapa permasalahan hukum, ditulis dalam bahasa Arab, dengan jumlah keseluruhan 172 halaman.
Yang menarik perhatian saya dari naskah tersebut adalah keberadaannya yang ditulis (disalin) oleh seseorang yang diidentifikasi sebagai orang Nusantara (Jawi) asal Aceh (Asyi), yaitu Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi.
Dalam keterangan yang dituliskan Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi pada halaman akhir naskah, bahwa kitab “Majmu’ah al-Masa’il” ini ia tulis untuk (bagi) seorang yang bergelar Sultan dan bernama Hasan Nuruddin anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddin.
Sekilas kemudian saya pun mencari data tentang siapakah sosok Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi, sang penulis naskah (katib al-kitab), demikian juga sosok Sultan Hasan Nuruddin bin Sultan Hasan ‘Izzuddan, sang pemilik naskah (shahib al-kitab).
Saya berusaha menanyakan sosok Muhammad Thahir al-Asyi ini kepada sahabat saya dari Aceh, al-Fadhil Masykur Aceh Luengputu Manuskrip Melayu Aceh, kolektor muda naskah-naskah keislaman dari Aceh, karena tidak ada data siapa sosok tersebut, selain tak ada kolofon yang menginformasikan kapan naskah ini ditulis. Saya juga mengirimkan gambar halaman terakhir manuskrip ini kepada beliau.
Ternyata jawaban yang saya dapatkan dari beliau sangat mengejutkan, bahwa buyut beliau dari jalur ibu juga bernama Muhammad Thahir al-Asyi dan pernah lama bermukim di Makkah, yang kemudian menjadi ulama besar di Pedir, Aceh, setelah kepulangannya.
Di Aceh, beliau dikenal dengan nama Muhammad Thahir Tiro (Tengku Chik [Syik] Cot Plieng Tiro), yang masih sepupu Syekh Muhammad Samman Tiro (Teungku Chik Di Tiro, w 1891 M).
Kembali ke keterangan dan data yang terdapat pada naskah.
Yang menarik di sini justru adalah sosok “Sultan Hasan Nuruddin ibn Sultan Hasan ‘Izzuddin” yang tertulis dalam naskah sebagai “shahib al-kitab” (pemilik kitab), di mana Syekh Muhammad Thahir al-Asyi menulis (salin) kitab “Majmu’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah” untuk sultan tersebut.
Kedua sosok di atas, yaitu Syekh Muhammad Thahir al-Asyi dan Sultan Hasan Nuruddin, bisa dipastikan hidup satu zaman. Hal ini ditandai dengan penyebutan “Tuan Sultan Kami” (maulana al-sulthan) oleh sang penyalin naskah, hal yang menunjukkan adanya hubungan antara kedua sosok tersebut.
Setelah dilakukan penelusuran, didapati sosok “Sultan Hasan Naruddin
(bergelar Sultan ‘Imaduddin VI) putra Sultan (Pangeran) Hasan ‘Izzuddin
putra Sultan ‘Imaduddin IV” adalah sultan Kesultanan Islam Maladewa,
sebuah negara kepulauan di Samudera India.
Sultan Hasan Nuruddin lahir pada 1863 M dan memerintah Kesultanan Maladewa sepanjang 1893-1903 M dengan gelar “Sultan Haji Muhammad Imaaduddeen VI Iskandar Sri Kula Sundara Kattiri Buwana Maha Radun” (http://www.royalark.net/Maldives/maldive16.htm).
Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) dicatat menguasai bahasa Urdu, Persia, dan Arab dengan sangat baik. Beliau juga telah melaksanakan ibadah haji dan dikenal sebagai sultan yang taat, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati ulama.
Dalam naskah salinan Syekh Muhammad Thahir al-Asyi, sosok Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) disebut sebagai sosok yang “memiliki pengetahuan agama yang luas, yang masyhur nan cerdas, juga yang mencintai para fakir miskin”.
Pada 1903 M beliau diturunkan dari singgasananya oleh penjajah Inggris, lalu eksil ke Mesir hingga wafat di sana pada 1932 dan dikuburkan di Kairo.
Keterangan yang terdapat dalam naskah ini sangat menarik dan berharga, karena akan menghantarkan kita pada babakan sejarah baru yang cukup mengejutkan, yaitu adanya “jaringan intelektual ulama Nusantara (Aceh)—Kesultanan Maladewa”.
Naskah “Majmû’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah” yang kini tersimpan di Perpustakaan Masjid al-Haram Makkah ini menjadi data sejarah yang sangat mahal keberadaanya, yang menegaskan sebuah fakta bahwa “telah ada seorang ulama Aceh bernama Muhammad Thahir al-Asyi yang menuliskan sebuah kitab dan dipersembahkan untuk seorang Sultan Maladewa bernama Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI)”.
Saya mendapatkan data lain dari sebuah manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh, yang tertulis nama penyalinnya adalah (juga) “Syekh Muhammad Thahir al-Asyi”, yang tak lain adalah buyut beliau.
Yang mengejutkan, isi manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh itu sama jenis dan model tulisannya dengan manuskrip yang saya temukan di Makkah, juga isi kandungan naskah “Aceh” yang sama dengan naskah “Makkah”, yaitu kumpulan fatwa ulama madzhab Syafi’i atas pelbagai permasalahan hukum Islam.
A Ginanjar Sya’ban, Direktur Islam Nusantara Center
Sultan Hasan Nuruddin lahir pada 1863 M dan memerintah Kesultanan Maladewa sepanjang 1893-1903 M dengan gelar “Sultan Haji Muhammad Imaaduddeen VI Iskandar Sri Kula Sundara Kattiri Buwana Maha Radun” (http://www.royalark.net/Maldives/maldive16.htm).
Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) dicatat menguasai bahasa Urdu, Persia, dan Arab dengan sangat baik. Beliau juga telah melaksanakan ibadah haji dan dikenal sebagai sultan yang taat, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati ulama.
Dalam naskah salinan Syekh Muhammad Thahir al-Asyi, sosok Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) disebut sebagai sosok yang “memiliki pengetahuan agama yang luas, yang masyhur nan cerdas, juga yang mencintai para fakir miskin”.
Pada 1903 M beliau diturunkan dari singgasananya oleh penjajah Inggris, lalu eksil ke Mesir hingga wafat di sana pada 1932 dan dikuburkan di Kairo.
Keterangan yang terdapat dalam naskah ini sangat menarik dan berharga, karena akan menghantarkan kita pada babakan sejarah baru yang cukup mengejutkan, yaitu adanya “jaringan intelektual ulama Nusantara (Aceh)—Kesultanan Maladewa”.
Naskah “Majmû’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah” yang kini tersimpan di Perpustakaan Masjid al-Haram Makkah ini menjadi data sejarah yang sangat mahal keberadaanya, yang menegaskan sebuah fakta bahwa “telah ada seorang ulama Aceh bernama Muhammad Thahir al-Asyi yang menuliskan sebuah kitab dan dipersembahkan untuk seorang Sultan Maladewa bernama Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI)”.
Saya mendapatkan data lain dari sebuah manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh, yang tertulis nama penyalinnya adalah (juga) “Syekh Muhammad Thahir al-Asyi”, yang tak lain adalah buyut beliau.
Yang mengejutkan, isi manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh itu sama jenis dan model tulisannya dengan manuskrip yang saya temukan di Makkah, juga isi kandungan naskah “Aceh” yang sama dengan naskah “Makkah”, yaitu kumpulan fatwa ulama madzhab Syafi’i atas pelbagai permasalahan hukum Islam.
A Ginanjar Sya’ban, Direktur Islam Nusantara Center
No comments:
Post a Comment