Konsep Ibnu Sina dalam Hadapi Wabah dan Pembuktian Ilmiahnya

Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah. Ibnu Sina
Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah. Ibnu Sina
Foto: Google.com
Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah.
Oleh, Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg*
Dalam artikel berjudul Can The Power of Prayer Alone Stop a Pandemic Like Coronavirus? Even The Prophet Muhammad Thought Otherwise yang dimuat dalam Majalah Amerika Newsweek  pada pertengahan Maret 2020, Profesor Dr Craig Considine (guru besar pada the Department of Sociology at Rice University di Amerika), mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah orang yang pertama mengusulkan karantina dan merekomendasikan kebersihan pribadi dalam menghadapi kasus-kasus penyebaran epidemi. 
Hal itu diutarakan tatkala menjelaskan latar belakang perkembangan virus corona (Covid-19) di dunia sekarang ini. Informasi ini disebarluaskan berbagai surat kabar online antara lain el-Youm el-Sabi dan el-Akhbar.
Dalam tulisannya ia antara lain menyebutkan pendapat tenaga ahli immune seperti Dokter Anthony Futsi dan koresponden medis seperti Sanji Gupta mengatakan bahwa kebersihan pribadi dan karantina yang baik adalah cara terbaik untuk membatasi penyebaran Covid-19.  
Craig Considine melontarkan pertanyaan, apakah Anda tahu siapa orang yang pertama menganjurkan kebersihan pribadi dan karantina selama wabah? Dia adalah Nabi Muhammad SAW, Nabi Islam 1.400 tahun yang lalu .. pada saat sama sekali tidak ada yang  ahli dalam bidang penyembuhan secara tradisional tentang epidemi yang mematikan itu, (Rasul) telah menjelaskan cara-cara pencegahan penyebaran wabah, seperti Covid-19 yang melanda dunia sekarang  ini. 
Selanjutnya ia menuturkan sabda Rasulullah SAW: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." Dia juga merujuk sebuah hadīś Rasulullah memerintahkan ‘mereka yang telah terinfeksi penyakit menular, harus dijauhkan dari orang sehat’. 
Craig Considine menyebutkan fakta sejarah, bahwa "Nabi SAW memotivasi umat manusia agar  komitmen terhadap kebersihan pribadi sehingga membuat orang aman dari infeksi," ia merujuk  sebuah hadits yang sangat populer: “al-nazhāfah minal-īmān” (kebersihan adalah bagian dari iman) dan haditś lain yang menyeru manusia agar mencuci kedua tangan tatkala bangun tidur, juga mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.  
Apa yang disampaikan Profesor Dr Craig Considine jika ditelusuri dalam kitab-kitab hadits benar adanya dan hadits yang dirujuknya pun hadits  sahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Adapun tentang ajaran Rasul SAW untuk komitmen terhadap kebersihan pribadi lainnya dapat dilihat antara lain dalam ajarannya tentang berwudlu termasuk rukun dan sunat wudhu. 
Sekitar 350 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, di Persia (sekarang Iran) lahir  Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbdillah ibn Sina dikenal dengan Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga di Barat sebagai "Avicenna". Ia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter. 
Karyanya yang sangat monumental adalah al-Syifā (Penyembuhan, terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan) dan  al-Qānūn fī al-Ṭibb (Canon of Medicine, Aturan Pengobatan) yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Orang Barat menyebut Ibnu Sina dengan panggilan the Prince of Doctors (Pangeran para dokter) dan  the Father of Modern Medicine in the Middle Ages (Bapak Kedokteran Moderen di Abad Pertengahan). 
photo
Kitab keKitab Kamil as-Sinaa at-Tibbiyya yang ditulis Ali Ibnu Abbas - ()
Sehubungan dengan pemberantasan pandemi, ada peristiwa yang sangat monumental yang dilakukan Ibnu Sina. Yaitu pada suatu waktu Ibnu Sina dan murid-muridnya pergi menemui seorang ulama, Abu al-Rayhān al-Birūni. Ini adalah pertemuan kali yang pertama di antara mereka. 
Al-Biruni menyambut Ibn Sina dengan dua tangan terbuka untuk memeluknya, tetapi Ibnu Sina mundur dan menolak menyentuhnya, ia minta disediakan pakaian baru untuknya dan orang-orang yang menyertainya, serta minta mangkuk dengan larutan cuka untuk mencuci tangan dan wajah mereka. 
Apa yang disampaikan Ibnu Sina ini merupakan protokol kesehatan yang tidak jauh berbeda dengan tata-cara mencegah infeksi virus Corona pada masa sekarang ini, di samping  penggunaan sabun atau etil alkohol (alkohol murni) untuk membunuh virus.  
Al-Biruni terkejut dengan permintaan Ibnu Sina tersebut seraya bertanya kepadanya, “ Ini tradisi bangsa mana ?   
Ibn Sina menjawab, "Tradisi ini harus berlaku di negara-negara tempat “Wabah Hitam” (Black Death) bersembunyi."   
Ibnu Sina menyadari bahwa sulit bagi publik untuk berusan dengan virus yang tidak mereka lihat. Ia berbicara hal tersebut ketika mikroskop dan cara melihat virus tidak dikenal seperti sekarang ini. Namun demikian, Ibnu Sina telah mengidentifikasi virus ke murid-muridnya dengan sangat tepat, seolah-olah ia memiliki laboratorium ilmiah modern. Ia  mengetahui bahwa semua penyakit menular disebabkan kāinat daqīqah (mikroorganisme) yang tidak dapat dilihat, dan bisa menempel pada apa saja, seperti pakaian, wajah, tangan, dan rambut. 
Disamping itu, Ibn Sina menjelaskan kepada sahabatnya bahwa tidak usah takut menghadapi wabah ini, tetapi hadapilah dengan suka cita dan kegembiraan, karena wabah itu tidak takut kepada pengecut dan penakut. 
Berbagai inovasinya, sebetulnya, selaras dengan ilmu pengetahuan modern, antara lain, bahwa pasien dalam kondisi sikap mental yang optimis, lebih cepat merespons pengobatan dari pada pasien yang takut karena panik. Rasa takut, secara signifikan dapat melemahkan imunitas atau kekebalan tubuh. 
Dia menjelaskan pula bahwa wabah itu disebabkan oleh partikel yang tidak terlihat oleh mata telanjang, menembus udara, rambut, pakaian, dan sentuhan, serta ditularkan melalui gesekan antar manusia.
Sehubungan dengan hal di atas, Ibnu Sina menyampaikan kata mutiaranya:
اَلوَهْمُ نِصْفُ الدَاءِ، وَالإطْمِئْنَانُ نِصْفُ الدَوَاءِ، وَالصَبْرُ بِدَايَةُ الشِفَاءِ
Al-wahm nishfud-dā-i, wal-ithmi’nān nishfud-dawā-i, wal-şabr bidāyah al-syifā
Delusi (serba kawatir) adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh pengobatan, dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan.
Ibnu Sina mempunyai konsep untuk menghadapi pandemi wabah.

Pemikiran Ibnu Sina hadapi wabah menginspirasi dunia kedokteran modern.

Di samping tidak boleh takut kepada penyakit, Ibnu Sina juga menerangkan tata-cara lainnya  untuk mencegah wabah, yaitu yang bersangkutan harus menjauhi kerumunan manusia, uang harus disterilkan dengan cuka, masjid dan pasar harus ditutup sementara, sehingga setiap orang shalat di rumahnya masing-masing, agar rantai penyebaran infeksi tidak berlanjut. 
Selain itu, dokter dan paramedis yang merawat pasien, agar mensterilkan hidungnya dengan kapas yang direndam dalam cuka dan mengunyah  auraq al-syaikh (semacam daun-daunan) , yang semuanya ini baru dikenali oleh orang-orang setelah wabah pandemi Corona menyebar ke berbagai negeri.  
Pada masa Corona sekarang ini, yakni hampir seribu tahun setelah Ibnu Sina wafat, kita baru menyadari bahwa kosep dan inovasi Ibnu Sina sudah digunakan dalam pengendalian penyebaran Corona di berbagai negara di dunia. 
Dahulu, Ibn Sina pernah  curiga ada beberapa penyakit ditularkan mikroba, maka untuk mencegah infeksinya di antara sesama manusia, ia menemukan metode dengan mengisolasi yang bersangkutan selama 40 hari. Metode ini dia sebut al-arba’īniyyāt  (40 harian) lalu dikenal dalam bahasa Itali dengan quarantine lalu diserap dalam bahasa Indonesia menjadi karantina. Karena telah terjadi kemajuan di bidang ilmu kedokteran, untuk masa sekarang ini  karantina lazimnya dilakukan selama 14 hari.  
Informasi ini diperoleh dari sebuah film berbahasa Sovyet berdurasi 4 menit yang menceritakan metode Ibnu Sina dalam menghadapi pandemi. Film Avicenna (Ibnu Sina)  yang diproduksi Rusia  di masa Uni Soviet pada 1956, disutradarai  Gregory Cooperschmitt, telah menghebokan Facebook dan WhatsApp, bukan saja di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara, terutaama di Timur Tengah, sebagaimana di lansir dalam berbagai surat kabar daring  antara lain el-Syurůq, el-Syarq, el-Quds el-Araby, el-Bilād, dan el Qabas. 
photo
Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. - (Dok Istimewa)
Dewasa ini para ahli medis Muslim melanjutkan usaha-usaha yang sudah dirintis para pendahulunya. Antara lain dilakukan Jamal Elzaky dalam Mukjizat Kesehatan Ibadah (2015), sebagaimana dimuat dalam NU Online, mengungkapkan sejumlah penemuan para ahli tentang hikmah wudhu sebagai berikut:   
Pertama, laporan yang disampaikan Reuters (kantor berita yang bermarkas di London, Inggris) 2007, menuturkan bahwa mencuci tangan secara rutin dapat melindungi tubuh dari penyebaran virus yang melalui sistem pernapasan. Umat Islam dalam sehari semalam minimal membasuh tangan hingga siku sebanyak lima kali. Yang demikian ini tentu sangat efektif mencegah tubuh dari segala virus dan kuman penyakit lainnya.  
Kedua, uji coba yang dilakukan beberapa dokter di Universitas Alexandria Mesir, berkaitan dengan istinsyāq dan istinśār (menghirup air ke dalam hidung dan melepasnya) ditemukan bahwa kelompok orang yang terbiasa melakukannya memiliki sistem pernapasan yang lebih sehat dan lebih terjaga dari serangan virus maupun bakteri. Sebaliknya orang yang tidak pernah melakukannya bagian langit-langit hidungnya akan terlihat kotor dan dipenuhi selaput kelabu yang mengandung debu dan kuman. 
Jika dilihatnya dengan menggunakan mikroskop elektrik ditemukan bahwa hidung orang yang tidak pernah berwudlu menjadi sarang bagi pertumbuhan macam-macam bakteri, kuman, dan virus yang membahayakan tubuh manusia.  
Ketiga, penelitian oleh para dokter di Universitas Iskandaria terhadap lima ribu penderita diabetes. Mereka menemukan bakteri dan jamur pada hidung pasien yang jarang atau bahkan tidak suka berwudhu (hal 97-104).   
Secara gamblang para ahli medis menjelaskan betapa besar manfaat dari melaksanakan wudlu secara rutin. Dan masih banyak lagi manfaat lain dari wudhu, seperti kesehatan kulit, kelancaran peredaran darah, kesehatan telinga, mata, dan sebagainya. 
Maka dalam masa krisis wabah Covid-19 ini marilah kita mengindahkan anjuran para ahli bidang kesehatan, dan pemerintah yang ternyata anjuran mereka itu selaras dengan ajaran Islam, khususnya ajaran Nabi Muhammad saw. Sehingga kita bisa terhindar dari penyakit corona tersebut. Amien. 


*Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  

No comments: