Bahaya Nifak, Lubang Tikus yang Membuat Sahabat Nabi Takut Miftah H. Yusufpati

 

Bahaya Nifak, Lubang Tikus yang Membuat Sahabat Nabi Takut
Lubang tikus. Foto/Ilustrasi/Ist
NIFAK secara bahasa berarti salah satu jalan keluar yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangnya. Karena yarbu’, jika dicari dari lubang yang satu, maka ia lari dan akan keluar dari lobang yang lain. Ada juga yang mengatakan bahwa kata nifaq berasal dari kata النَّفَقُ (nafaq) yaitu lubang tempat bersembunyi. 

Sedangkan nifak menurut syara’ berarti menampakkan keislaman dan kebaikan serta menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Perbuatan seperti ini dinamakan nifak karena dia masuk dalam syari’at dari satu pintu lalu keluar dari pintu yang lain. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla memperingatkan dengan firman-Nya:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ 

Sesungguhnya orang-orang munafiq itu mereka adalah orang-orang yang fasiq. [At-Taubah/9:67

Al-fasiqun maksudnya orang-orang yang keluar dari syari’at Allah Ta'ala hukumi orang-orang munafik itu lebih jelek dari orang-orang kafir. (Baca juga: Surat Al-Kafirun, Surat yang Sangat Ditakuti Iblis)

Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. [An-Nisâ’/4:145

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ

Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allâh dan Allâh akan membalas tipuan mereka… [An-Nisâ’/4:142]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ ﴿٩﴾ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ 

Mereka hendak menipu Allâh dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allâh penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. [Al-Baqarah/2:9-10]

Surga dan Neraka
Dikisahkan dari buku “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi bahwa suatu ketika Hanzhalah dan para sahabat berada di majelis Rasulullah SAW. Beliau menasehati mereka mengenai sesuatu yang membuat hati mereka menjadi lembut dan air mata bercucuran. Seolah-olah mereka melihat hakikat yang sebenarnya. Selesai dari majelis Rasulullah SAW, Hanzhalah kembali ke rumah dan berkumpul dengan anak beserta istrinya. 
Lalu mulailah mereka berbicara mengenai masalah dunia, seperti bercanda dengan anak-anaknya dan bermesraan dengan sang istri. Ketika itu keadaanya sangat berbeda jika dibandingkan ketika berada di majelis Rasulullah SAW. Maka, terlintas di dalam pikiran dan hatinya, “Keadaanku ternyata berbeda dengan keadaan pada waktu itu. Sebenarnya aku ini seorang munafik, sebab ketika di majelis Rasulullah SAW keadaanku berbeda dengan ketika berada di tengah anak dan istriku.”

Ia sangat kecewa ketika menyadari hal ini, dan sulit menerimanya. Dengan pikiran kalut, ia ke luar rumah seraya berkata, “Hanzhalah kamu telah munafik.” Saat itu Abu Bakar RA menyaksikan dan segera menghampirinya. Ia berkata kepada Abu Bakar RA, “Hanzhalah telah menjadi munafik.” Mendengar perkataan itu Abu Bakar tidak membenarkannya.

Kemudian Hanzhalah bercerita kepada Abu Bakar mengenai kegundahan yang ia alami. Abu Bakar menyahut, “Ya, hal itu juga terjadi pada kami (sahabat lainnnya).” Keduanya lantas menemui Rasulullah SAW.

Hanzhalah bercerita kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, jika kami berada di hadapanmu dan engkau menceritakan surga dan neraka kepada kami, seolah-olah keduanya berada di hadapan kami. Namun, jika kami berpisah dengan engkau dan bercanda dengan anak istri kami, maka apa yang terjadi dengan engkau kami lupakan.”

Rasulullah menjawab kegelisahan Hanzhalah, “Demi Dzat Yang nyawaku berada di tangan-Nya, jika setiap saat keadaanmu selalu seperti ketika bersamaku, maka para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan-jalan. Namun Hanzhalah, demikianlah keadaannya. Terkadang seperti ini, terkadang seperti itu.” 
Perkataan Rasulullah kepada Hanzhalah menyiratkan bahwa mengingat surga dan neraka adalah hal yang penting, namun manusia tetap memiliki keperluan hidup yang harus ditunaikan. Makan, minum, anak, istri, bahkan bercakap-cakap dengan mereka pun penting. Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bagaimana para sahabat sangat mengkhawatirkan setiap hal yang menyangkut urusan agama mereka.

Jenis Nifak
Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan dalam kitab ‘Aqîdatut Tauhîd menyebutkan nifak ada dua jenis: nifak i’tiqadi dan nifak ‘Amali

Nifak i’tiqadi (keyakinan) yaitu nifak akbar (besar), di mana pelakunya menampakkan keislaman, tetapi menyembunyikan kekufuran. Jenis nifak ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam secara totalitas dan dia akan berada di dalam neraka yang paling bawah. 

Allah Ta'ala menyemati para pelaku nifak ini dengan berbagai sifat buruk, seperti kufur, tidak beriman, suka mengolok-olok dan mencaci agama juga pemeluknya serta mereka sangat cenderung kepada musuh-musuh agama Islam ini untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam. 

Orang-orang munafik jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman, terutama ketika kekuatan Islam mulai tampak dan mereka tidak mampu membendungnya secara terang-terangan. Dalam kondisi seperti itu, mereka memperlihatkan diri mereka telah menganut agama Islam untuk melakukan tipu daya terhadap agama dan pemeluknya secara sembunyi-sembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama ummat Islam dan menyelamatkan jiwa dan harta benda mereka. 

Di awal surat al-Baqarah, Allah Ta'ala menyebutkan tiga golongan manusia yaitu kaum mukminin, kaum kuffar dan kaum munafik. Allah menyebutkan tentang kaum mukminin dalam empat ayat, tentang kaum kuffar dalam dua ayat dan tentang kaum munafik dalam tiga belas ayat. Ini karena banyaknya jumlah mereka dan meratanya ujian akibat prilaku mereka serta beratnya fitnah yang diakibat oleh mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin. Karena mereka dinisbatkan ke dalam Islam, sebagai penolongnya dan orang-orang yang loyal terhadap Islam, namun sejatinya mereka adalah musuh Islam. 
Nifak jenis ini ada enam macam, yaitu: Mendustakan Rasulullah SAW, mendustakan sebagian ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, membenci Rasulullah, membenci sebagian ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, merasa gembira dengan kemunduran agama yang dibawa Rasulullah, tidak senang dengan kemenangan Islam.

Nifak ‘amali (perbuatan). Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap memiliki iman di dalam hati. Nifak jenis ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama atau tidak menyebabkan murtad, namun itu merupakan wasilah (perantara) yang berpotensi mengantarkan kepada yang demikian.

Pelakunya berada dalam iman dan nifak. Lalu jika perbuatan nifaknya banyak, maka akan bisa menjadi sebab yang menyeretnya ke dalam nifak yang sejati, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا، إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ 

Ada empat hal yang jika keempat-empatnya ada pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafik sejati, dan jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki salah satu karakter kemunafikan sampai ia meninggalkannya: (1) jika dipercaya ia berkhianat, (2) jika berbicara ia berdusta, (3) jika berjanji ia memungkiri, dan (4) jika bertengkar ia melewati batas. (Muttafaq alaih dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu . HR. Al-Bukhâri, no. 34 dan Muslim, no. 207)

Terkadang pada diri seorang hamba terkumpul kebaikan dan keburukan, perbuatan iman dan perbuatan kufur serta nifak. Karena itu, ia berhak mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang ia lakukan. 

Di antara sifat nifak itu adalah malas dalam melakukan salat berjama’ah di masjid. Ini termasuk sifat orang-orang munafik. Sifat nifak itu, sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya. 

Para sahabat sangat takut kalau-kalau dirinya terjerumus ke dalam nifak. Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku bertemu dengan 30 Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mereka semua takut kalau-kalau ada nifak dalam dirinya.” (Disebutkan oleh al-Bukhâri mu’alaqan dengan sighat jazm, 1/146)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitabul Iman mengatakan, “Cabang-cabang kemunafikan sering hinggap di hati kaum Muslimin, lalu Allah Azza wa Jalla menerima taubatnya. Terkadang hati seorang Mukmin dihampiri oleh sesuatu yang menyebabkan nifak lalu Allah menghalaunya dari Mukmin tersebut. Seorang Mukmin itu diuji dengan bisikan setan dan bisikan-bisikan kekufuran yang menyebabkan mereka gelisah. 

Ada sahabat yang mengatakan, “Wahai Rasûlullâh! Sungguh seorang di antara kami merasakan sesuatu dalam dirinya yang mana dia lebih senang jatuh dari langit ke bumi daripada menceritakan apa yang dia rasakan itu.” 

Rasulullah SAW bersabda, “Itulah sharihul Iman (keimanan yang murni)." (HR Imam Muslim, no. 338). Dalam riwayat lain, “Dia merasa berat untuk menceritakannya.” 

Rasulullah SAW bersabda:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَدَّ كَيْدَهُ إِلَى الْوَسْوَسَةِ

Segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan sehingga menjadi sekedar bisikan. (HR Ahmad, 1/235, no. 2097; Abu Dawud, no. 5112. Keduanya dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu)

Maksudnya, munculnya bisikan ini yang disertai rasa benci dan ada upaya untuk menangkalnya merupakan sharihul iman. 

Sedangkan tentang pelaku nifak akbar, Allah SWT berfirman:

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ 

Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). [Al-Baqarah/2:18

Maksudnya, mereka tidak akan kembali kepada Islam dalam hati mereka. Allah Ta'ala juga berfirman:

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ 

Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? [At-Taubah/9:126]
(mhy)<

No comments: