ILUSTRASI Rasulullah SAW.Ka’ab al-Ahbar adalah seorang alim dari generasi tabiin. Mulanya, ia beragama Yahudi, tetapi kemudian memeluk Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab. Sejak menjadi Muslim, dirinya menetap di Madinah.
Pada suatu ketika, Ka’ab al-Ahbar menjumpai seorang pendeta Yahudi yang sedang menangis.
“Mengapa engkau bersedih?” tanya Ka’ab kepadanya.
Awalnya, pendeta itu enggan mengungkapkan alasannya berurai air mata. Namun, setelah Ka’ab berupaya meyakinkan lelaki itu, sang ahli agama Yahudi tersebut menjelaskan keadaan dirinya.
Pendeta itu ternyata baru saja merenungi suatu kisah yang dialami Nabi Musa AS tatkala sedang membaca Taurat.
Saudara Harun AS itu menyampaikan permintaannya kepada Allah SWT, yakni sesudah mendaras Taurat: “Ya Tuhanku, aku mendapatkan dalam alwaah, terdapat suatu umat yang bisa memberikan syafaat dan syafaat mereka akan diterima. Kumohon jadikanlah mereka itu umatku.”
“Mereka adalah umat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam,” jawab Allah SWT.
“Wahai Tuhanku, aku juga mendapatkan (dalam alwaah), terdapat umat yang mereka dapat menebus dosa dengan cukup melaksanakan shalat lima waktu. Kumohon, jadikanlah mereka itu umatku,” Nabi Musa AS bermohon.
“Mereka adalah umat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam,” jawab Allah Ta'ala.
“Wahai Tuhanku, aku juga mendpatkan (dalam alwaah), ada umat yang akan membasmi kesesatan, sampai-sampai mereka akan membunuh Dajjal, si yang bermata satu. Jadikanlah mereka umatku,” pinta Nabi Musa AS.
“Mereka adalah umat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam,” jawab Allah kemudian.
Demikianlah. Nabi Musa AS terus-menerus memohon dan meminta. Berturut-turut disebutkannya tentang sifat suatu umat yang gemar bersuci dengan air dan tanah; umat yang boleh menerima harta rampasan perang. Padahal, dalam syariat Nabi Musa, harta ghanimah mesti dikumpulkan untuk kemudian turun api dari langit untuk membakarnya. Begitu pula, Nabi Musa terkesan lantaran Taurat mengabarkan adanya umat yang mengalami pelipatgandaan pahala.
Taurat menjelaskan secara terperinci. Bila menjadi bagian dari umat itu, seseorang yang baru berniat mengerjakan kebaikan—belum sampai melaksanakannya—maka niatnya itu akan dicatat oleh malaikat sebagai satu pahala kebaikan.
Bila niat baik itu dilaksanakan, maka pahala bagi orang itu menjadi 10 hingga 700 kali lipat atau bahkan lebih. Kalau orang tadi berniat kejahatan, maka tidak ditulis apa-apa baginya. Jika niat jahat itu dilakukan, maka malaikat mencatat untuknya hanya satu kejahatan. Maka, Nabi Musa AS kembali memohon kepada Rabbnya.
“Jadikanlah mereka (yang demikian itu) umatku,” kata beliau. Akan tetapi, jawaban yang datang kepadanya tetap sama: yang memperoleh keistimewaan itu adalah umat Nabi Muhammad SAW.
Nabi Musa AS kembali mendapati informasi dari Taurat. Betapa istimewanya umat Rasulullah SAW. Misalnya, sebanyak 70 ribu orang di antara mereka akan masuk surga tanpa melalui hisab. Kemudian, mereka seluruhnya disebut Allah SWT sebagai sebaik-baik umat karena menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amr ma'ruf nahi munkar).
Padahal, umat Nabi Muhammad SAW muncul paling akhir, yakni menjelang Hari Kiamat. Bagaimanapun, mereka kelak di akhirat justru masuk surga paling awal dibandingkan umat-umat lain yang beriman kepada Allah SWT. Mereka juga dimampukan untuk menghafal Kitab-Nya di dalam dada serta gemar membacanya.
Nabi Musa AS kemudian berkata, “Ya Allah, ingin sekali aku menjadi umatnya Muhammad (SAW).”
Maka Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, Aku telah memilih engkau dan segenap manusia untuk menerima risalah-Ku dan firman-Ku. Maka, terimalah apa yang telah Aku beri kepadamu. Jadikanlah dirimu termasuk orang-orang yang bersyukur.”
No comments:
Post a Comment