Jejak Kehadiran Turki Utsmani di Aceh dari Masa Akhir Bani Abbasiyah

Orang Turki berada di Nusantara pada masa-masa akhir periode Abbasiyah. Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil Peta Penjelajahan Pelaut Muslim
Foto: Onislam.net
Dipandang sebagai jembatan penghubung antara Asia dan Eropa, Turki memainkan peranan sangat penting dalam sejarah hubungan budaya dan ekonomi antara kedua benua yakni Asia dan Eropa.

Pada masa kejayaan umat Islam, ketika hubungan perdagangan laut antara China dan dunia Islam berkembang, para pelaut Arab dan Persia mulai berkunjung ke wilayah Asia Tenggara ketika mereka berlayar menuju China.

Di daerah dekat selat Hormoz (selat yang memisahkan antara Iran dan Uni Emirat Arab), orang-orang Turki bermukim di sana. Mereka bermukim di sana karena pelayaran dari Turki ke China sangat berat dan jauh. Pelayaran dari dunia Islam menuju China pun harus melewati perairan Indonesia, sehingga mengindikasikan tentang masa-masa awal orang-orang Turki ke Indonesia. 

Asumsi tersebut menjelaskan bahwa, orang-orang Turki telah berada di wilayah kepulauan Nusantara pada masa-masa akhir periode Bani Abbasiyah, dikutip dari buku Turki Utsmani-Indonesia: Relasi dan Korespondensi Berdasarkan Dokumen Turki Utsmani yang ditulis Mahmet Akif Tarzi, Ahmet Ergun dan Mahmet Ali Alacagoz.

Seorang pengembara dari Maroko, dikenal dengan nama Ibnu Battuta, tercatat menjadi tamu dari Sultan Malikussaleh dari kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1345-1346 (di Aceh). Ibnu Battuta mencatat bahwa tradisi-tradisi kerajaan Aceh dalam banyak hal memiliki kemiripan dengan tradisi yang dimiliki kesultanan Turki di New Delhi, India.

Permainan alat musik nerbet, serupa dengan harmonika, pakaian kebesaran sultan, dan upacara khusus untuk sultan menjadi hal-hal yang menarik perhatian Ibnu Battuta. 

Ibnu Battuta mengunjungi Pulau Tawalisi di wilayah Nusantara setelah berkunjung ke Pulau Sumatera selama 15 hari. la mencatat sebuah fakta menarik yaitu adanya seorang pangeran yang mampu berbicara dalam Bahasa Turki kepada para pelancong.

Ibnu Battuta menggambarkan bahwa penduduk Pulau Tawalisi memiliki kulit kemerahan dan berparas menarik. Wajah mereka mirip dengan orang-orang Turki. Para perempuan di pulau tersebut sangat berani dan tampak terlatih secara militer. Sang pangeran menyapa Ibnu Battuta dengan ucapan 'hoşmusam', yang dalam bahasa Turki berarti 'selamat datang'.

Lebih lanjut lagi, dalam hikayat Melayu, disebutkan bahwa beberapa keluarga kerajaan Melayu merupakan keturunan dari orang-orang Turki. 

Aceh memfasilitasi ribuan pedagang Asia Barat dari Arab, Iran dan Turki. Mereka memiliki masjid, sekolah, pasar dan wilayah tempat tinggal (kampung) masing-masing. Para pemuka adat dan sarjana setempat bahkan berpandangan bahwa bangsa Aceh merupakan perpaduan antara keturunan Arab, Iran dan Turki. Teori ini muncul karena adanya tentara, ahli senjata dan teknisi militer Turki di wilayah tersebut.rol

No comments: