Syarat Cut Nyak Dien Saat Hendak Dipinang Teuku Umar

Matanya yang buta tak menyurutkan semangatnya untuk terus melawan penjajah Belanda. Red: A.Syalaby Ichsan Cut Nyak Dien
Foto: Tangkapan layar
Cut Nyak Dien adalah sosok pahlawan nasional yang tak asing lagi bagi masyarakat. Perjalanannya banyak diulas dari berbagai sisi kehidupannya di berbagai seminar atau pun literatur. Ia merupakan tokoh perempuan asal Tanah Rencong yang gigih melawan penjajah.

Ia lahir di Lampadang, Aceh, pada 1848. Ia putri dari Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang (bangsawan yang memimpin sebuah kenegerian/nanggroe, setingkat kabupaten) di VI Mukim Peuka Bada. Neneknya juga seorang uleeba lang, yakni Teuku Nanta Syekh, sosok yang paling dipercaya Sultan Aceh.

Ada yang perlu diambil pelajaran dari seorang Cut Nyak Dien bagi perempuan-perempuan saat ini. Cut Nyak Dien tak ingin hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Ia tak ingin menjadi penonton ketika Aceh sedang dijajah dan suami-suami mereka mempertaruhkan nyawa. Hal tersebut dapat disaksikan dari kisah Cut Nyak Dien yang memberikan syarat kepada Teuku Umar apabila la marannya ingin diterima. Menurut A Hasjmy dalam Wanita Aceh sebagai Negarawan dan Panglima Aceh, disebutkan, pada awalnya Cut Nyak Dien menolak pinangan dari Teuku Umar.

Namun, Cut Nyak Dien akhirnya menerima pinangan tersebut atas de sak an para keluarga dan bersedia men jadi istrinya. Kendati demikian, Cut Nyak Dien tidak begitu saja menerima Teuku Umar. Ia mengajukan syarat, yaitu tak ingin menjadi perempuan penjaga rumah, tapi diperbolehkan ikut berperang bersama suaminya dan pejuang-pejuang lainnya.

Teuku Umar memenuhi persyaratan tersebut, sehingga akhirnya Cut Nyak Dien resmi menjadi istrinya. Atas restu dari suaminya, Cut Nyak Dien terus ber ada di medan pertempuran, baik ber sama suami maupun pejuang lain nya. Ia dengan gigih berperang untuk mempertahankan tanah airnya dari penjajah.

 

photo
Anggota Komisi X DPR-RI Illiza Saaduddin Djamal (kiri) melihat lukisan pahlawan nasional Cut Mutia saat berkunjung cagar budaya Rumah Cut Nyak Dien di Aceh Besar, Aceh, Senin (9/8/2021). Rumah Cut Nyak Dien berbentuk rumah tradisional Aceh dibangun pada tahun 1873 dan pada tahun 1896 dibakar oleh Belanda yang kemudian dibangun kembali pada tahun 1981 seperti bentuk aslinya untuk dijadikan museum. - (Antara/Irwansyah Putra)

Teuku Umar merupakan suami kedua Cut Nyak Dien. Suami pertamanya adalah Teuku Ibrahim yang terkenal sebagai Panglima Lamnga. Ia sangat ditakuti oleh Belanda saat itu. Keduanya menikah pada 1868 dan pada 1878 Belanda menyerang Aceh dan pecah peperangan dahsyat dalam sejarah kolonialisme.

Teuku Ibrahim sebagai pemimpin perang dan syahid dalam pertempuran setelah beberapa kali berhasil mengalahkan pasukan musuh. Cut Nyak Dien pun hidup menjanda bersama putrinya bernama Cut Nyak Gambang yang menjadi yatim.

Suami keduanya, Teuku Umar, memiliki posisi yang tak jauh berbeda dengan Teuku Ibrahim. Ia merupakan pejuang dalam melawan penjajah Belanda dan syahid dalam peperangan yang dipimpinnya di Pantai Barat Aceh. Ketika itu, Cut Nyak Dien mengambil alih ke pemimpinan perang.

Sejak Teuku Umar wafat, keberadaan Cut Nyak Dien di medan perang pun semakin aktif dan agresif karena menjadi panglima perang. Ia bertahun-tahun berjihad dan bergerilya dari satu tempat ke tempat yang lain. Perjuangan tersebut membuat Cut Nyak Dien mengalami buta.

Kendati keadaan fisiknya cacat, hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk terus melawan penjajah Belanda. Dikisahkan, dalam suatu kesempatan, ketika ia terkepung, ia masih sempat melawan perwira Belanda yang ingin menjamahnya. 

Pada 4 November 1905 Cut Nyak Dien ditawan oleh pasukan Belanda yang dipimpin Letnan van Vuuren atas perintah Kapten Veltman. Dari dalam tawanan, Cut Nyak Dien tetap mengomandoi peperangan melawan Belanda.

Cut Nyak Dien kemudian diasing kan ke Pulau Jawa, tepatnya di Sume dang, Jawa Barat. Pada 6 November 1908 ia wafat. Kematiannya juga meng akhiri perlawanannya terhadap pasu kan Belanda. Ia menyusul kedua suami nya yang syahid lebih dahulu.

Cut Nyak Dien adalah satu contoh pah lawan nasional asal Aceh yang ber asal dari kalangan perempuan. Banyak srikandi-srikandi Aceh baik yang terkenal maupun tidak, seperti Ratu Naqia tuddin, Ratu Zakiatuddin Inayat Syah, dan Ratu Kalamat Syah. Srikandi-srikandi dari Tanah Ren cong menjadi pejuang dari berbagai po sisi. Ada yang lewat pemerintahan de ngan menjadi pemimpin pemerintahan, ada pula yang berjuang sebagai prajurit militer.rol

No comments: