Khawarij merupakan golongan yang sangat ekstrim membenci dan memusuhi Ali.
Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Foto: Republika
Dalam sejarah Islam, ekstremisme tidak hanya muncul dari kelompok yang memusuhi kepemimpinan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu seperti kaum Khawarij, tetapi juga dari kelompok yang justru mengkultuskannya secara berlebihan.
Golongan yang kemudian dikenal sebagai kaum Rawafidh ini menyebarkan berbagai mitos tak masuk akal tentang Ali bin Abu Thalib, mulai dari kemampuan mengubah peredaran matahari hingga keyakinan bahwa ia merupakan penjelmaan Tuhan.
Dalam buku Imamul Muhtadin yang ditulis HMH Al-Hamid Al-Husaini, dijelaskan bahwa kaum Khawarij merupakan golongan yang sangat ekstrim membenci dan memusuhi Ali bin Abu Thalib, sebaliknya ada golongan lain yang mencintai dan mengkultuskannya secara berlebih-lebihan. Golongan ini yang dalam sejarah terkenal dengan nama kaum Rawafidh.
Keberadaan golongan Rawafidh tidak dapat bertahan lama di tengah kehidupan kaum muslimin, karena kepercayaan yang bukan-bukan mengenai peribadi Ali bin Abu Thalib tidak masuk di akal, dan sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam.
Kaum Rawafidh pada umumnya terdiri dari orang-orang dungu dan tidak mampu berfikir.
Salah satu bentuk pengkultusan kaum Rawafidh kepada Ali bin Abu Thalib dapat dilihat dari cerita yang dituturkan oleh seorang dari mereka.
Seseorang dari kaum Rawafidh berkata, "Pada suatu hari Ali bin Abu Thalib bersama beberapa orang sahabatnya hendak menunaikan shalat Ashar, tetapi matahari sudah hampir terbenam. Ali bin Abu Thalib lalu berdoa sehingga matahari bergerak mundur kembali tepat seperti pada waktu Asar. Setelah shalat Ashar, matahari melaju cepat hingga dalam beberapa saat saja sudah terbenam."
Orang yang masih mempunyai sedikit nalar tentu dapat mengerti bahwa cerita semacam itu adalah khayalan yang dibuat-buat oleh orang yang tidak berakal sehat atau oleh orang yang memang menginginkan kerusakan umat Islam, baik dalam urusan ke dunianya maupun keakhiratannya. Sebab, bagaimana mungkin seorang manusia dapat menahan jalannya matahari atau memundurkannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ
Wa āyatul lahumul-lailu naslakhu minhun-nahāra fa'iżā hum muẓlimūn(a).
Suatu tanda juga (atas kekuasaan Allah) bagi mereka adalah malam. Kami pisahkan siang dari (malam) itu. Maka, seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan. (QS Yasin Ayat 37)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
Wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm(i).
(Suatu tanda juga atas kekuasaan Allah bagi mereka adalah) matahari yang berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS Yasin Ayat 38)
Menurut HMH Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya, betapa pun tinggi dan mulianya kedudukan manusia di sisi Allah SWT, ia tidak mungkin dapat mengembalikan jalannya matahari. Tak ada seorang Muslim pun di dunia ini yang mempercayai kebenaran cerita tersebut.
Orang yang berkata seperti itu, kalau ia bukan orang dungu, ia tentu musuh berbaju Islam yang bermaksud hendak merusak
Islam dan kaum muslimin.
Bentuk pengkultusan yang lebih keterlaluan lagi adalah anggapan
mereka yang mengatakan, bahwa Ali bin Abu Thalib adalah penjelmaan Allah, sebagaimana yang menjadi kepercayaan kaum Nasrani mengenai Nabi Isa Alahissalam.
Pernah terjadi, pada suatu hari Ali bin Abu Thalib bertemu dengan
orang-orang yang telah berada dalam cengkeraman setan sehingga mereka mengkultuskannya secara berlebih-lebihan dan mengingkari ajaran agama yang dibawakan oleh Rasulullah SAW.
Mereka memandang Ali bin Abu Thalib sebagai Tuhan dan berkata, "Anda Tuhan kami, dan andalah yang memberi kami rezeki kepada kami."
Ali in Abu Thalib berulang-ulang memperingatkan supaya mereka bertaubat dan mohon ampunan kepada Allah, karena mereka telah berbuat dosa yang sangat besar, tetapi mereka tidak menghiraukan peringatan Ali bin Abu Thalib.
Pernah terjadi juga dalam bulan Ramadhan, Ali bin Abu Thalib melihat beberapa orang sedang menikmati makanan di siang hari.
Ali bin Abu Thalib bertanya, "Kalian musafir ataukah penderita sakit?" Mereka menjawab, "Kami bukan musafir dan bukan orang sakit."
Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah kalian dari kaum ahlul-kitab?" Mereka menjawab, "Bukan." Kemudian mereka berkata, "Anda adalah Anda."
Hanya itu yang mereka ucapkan. Ali bin Abu Thalib mengerti apa yang mereka maksudkan dengan ucapan seperti itu, ia lalu turun dari atas kudanya, kemudian sujud hingga wajahnya berlumuran tanah.
Setelah berdiri, Ali bin Abu Thalib berkata, "Betapa celakanya kalian ini! Aku adalah hamba Allah, tidak lebih dari itu! Kembalilah kepada agama Islam dan bertakwalah kepada Allah."
Berulang-ulang Ali in Abu Thalib menyadarkan mereka supaya kembali kepada Allah, tetapi mereka tidak mengindahkan dan
tidak menjawab. Pada akhirnya, Ali bin Abu Thalib memerintahkan orang supaya mengikat mereka dengan tali dan menyiapkan kayu bakar sebanyak-banyaknya untuk membakar mereka di dalam sebuah liang satu demi satu.
Setelah api dinyalakan, Ali bin Abu Thalib masih memperingatkan mereka supaya kembali kepada agama Islam, terapi mereka menolak. Akhirnya mereka dibakar satu per satu.rol
No comments:
Post a Comment