Nabi Muhammad SAW menetapkan bahwa berat Dinar yang digunakan adalah 4,25 gram emas.
Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil

Di awal pemerintahan Islam, pada masa Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidin, uang yang digunakan dalam perdagangan adalah mata uang Dinar Romawi dan Dirham Persia. Umat Islam belum memiliki mata uang yang dicetak secara mandiri.
Kebijakan Nabi Muhammad SAW menetapkan bahwa berat Dinar yang digunakan adalah 4,25 gram emas, sedangkan Dirham adalah 2,975 gram perak. Mengenai perbandingan nilai antara Dinar dan Dirham adalah 1:10.
Inisiatif sempat muncul dari khalifah kedua, Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Umar membuat ide untuk menjadikan kulit unta sebagai uang. Namun, rencana ini dibatalkan, dikutip dari buku Pengantar Ekonomi Islam yang diterbitkan Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI.
Meski tidak mencetak uang secara mandiri, tetapi para khulafaur rasyidin menambahkan ukiran kata Islam di uang koin tersebut. Khalifah Umar bin Khattab menambahkan lafal: Alhamdulillah, Laa Ilaaha illAllah SWT Wahdah, Muhammad Rasulullah SAW.
Sedangkan Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu menambahkan lafal: Allah SWTu Akbar.
Percetakan uang negara Islam diawali oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 Hijriyah secara terbatas. Unifikasi mata uang di seluruh wilayah Islam dilakukan pada tahun 76 Hijriyah.
Kebijakan tersebut diikuti oleh para khalifah setelahnya dengan sejumlah perbedaan baik kualitas bahan, timbangan, bentuk dan tulisan yang dibubuhkan.
Mata Uang di Era Nabi Terdahulu
Sejatinya, jika dilihat di dalam Alquran, maka didapati kisah ashabul kahfi (Surah al-Kahfi Ayat 19) dan juga kisah Nabi Yusuf Alaihissalam (Surah Yusuf Ayat 20) yang menunjukkan penggunaan uang sebagai alat pertukaran.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَكَذٰلِكَ بَعَثْنٰهُمْ لِيَتَسَاۤءَلُوْا بَيْنَهُمْۗ قَالَ قَاۤىِٕلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْۗ قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍۗ قَالُوْا رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْۗ فَابْعَثُوْٓا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهٖٓ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَآ اَزْكٰى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ اَحَدًا
. . . . . Maka, utuslah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. Hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, lalu membawa sebagian makanan itu untukmu. Hendaklah pula dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali memberitahukan keadaanmu kepada siapa pun. (QS Al-Kahf Ayat 19)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍۢ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُوْدَةٍ ۚوَكَانُوْا فِيْهِ مِنَ الزّٰهِدِيْنَ ࣖ
Mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga murah, (yaitu) beberapa dirham saja sebab mereka tidak tertarik kepadanya. (QS Yusuf Ayat 20)
Bahkan, dikatakan pertama kali yang menggunakan emas dan perak sebagai uang adalah Nabi Adam Alahissalam, manusia pertama di muka bumi.
Dengan demikian, manusia sedari awal telah menyadari pentingnya uang sebagai media pertukaran. Adapun untuk transaksi dengan nilai yang lebih kecil, terdapat mata uang yang dicetak dari tembaga yang dinamakan Fulus.
Terkait hal tersebut, Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Ihya menjelaskan bahwasanya uang adalah hakim yang adil, dengannya manusia dapat memenuhi berbagai kebutuhannya. Uang ibarat cermin tidak memiliki warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Uang tidaklah diminati, tetapi dapat menjadi perantara untuk mendapatkan apapun yang diminati.rol
No comments:
Post a Comment