Keajaiban Arkeologi : Karnak
Di tepi sungai Nil, diantara kota kuno Luxor dan Thebes, terletak sisa-sisa Karnak. Karnak disebut-sebut sebagai salah satu kompleks kuil paling megah yang pernah dibangun. Di Mesir Kuno, nama Karnak memiliki arti “Tempat yang paling terpilih”, dan itu menjadikannya sebagai pusat keagamaan selama periode yang dikenal sebagai Kerajaan Baru (sekitar 1550 SM).
Didedikasikan kepada Dewa Matahari Amon-Ra dan didirikan disekitar 1500 SM, Karnak terdiri dari pilar-pilar besar, menjulang tinggi, dan yang luar biasa ialah Obelisk setinggi 97 meter dengan bobot sekitar 323 ton. Sedangkan aulanya merupakan salah satu ruangan terbesar yang pernah dibangun, dimana luasnya hampir 54.000 meter persegi.
Reruntuhan-reruntuhan bangunan disekitarnya memberi kesan bahwa Karnak telah menjadi tempat yang sakral jauh sebelum berdirinya Kerajaan Baru di Mesir Kuno.
Sisa-sisa kuil yang bertanggal 1971 SM, membuktikan bahwa pendahulu dari para pemuja Amon-Ra juga menemukan area lain yang digunakan sebagai tempat khusus untuk memuja dewa-dewa mereka.
Penyembahan Amon-Ra dan pengaruh akan karnak tetap kuat hingga Akhenaton memerintah Mesir Kuno pada periode 1379 – 1362 SM. Raja Akhenaton (disebut juga Amenhotep IV), merupakan fir’aun dinasti ke-18 dan ia merupakan ayah dari Raja muda Tutankahamun/Tutankhamen (Fir’aun yang terkenal dengan kutukannya itu). Akhenaton merupakan fir’aun yang membawa perubahan besar bagi sistem kepercayaan Mesir Kuno pada saat itu. Raja ini menganut paham monotheisme, dimana ia hanya memepercayai kepada satu dewa saja. Itu sebabnya ketika ia berkuasa semua patung-patung dewa Mesir Kuno beserta beberapa bangunan yang menggambarkan para dewa dihancurkan kecuali satu dewa tertinggi, Aten/Ra.
Selain merendahkan dewa-dewa Mesir Kuno, Akhenaton juga memindahkan pusat pemerintahan dari Thebes ke Tel el Amarna. Pada saat itulah Karnak perlahan-lahan mulai tergeser prestise-nya sebagai tempat suci. Kebijakan Akhenaton inilah yang nantinya menimbulkan polemik internal didalam tubuh pemerintahan Mesir Kuno. Para Pendeta Amon yang sangat-sangat kecewa akan kebijakan Akhenaton mulai menebar teror didalam jantung pemerintahan. Ujung-ujungnya, putra Akhenaton yakni Tutankhamun lah yang harus membayar mahal semua kebijakan ayahnya yakni dengan nyawanya. Raja Tutankhamun meninggal secara mendadak disaat usia pemerintahannya yang tergolong singkat. Kemungkinan besar raja muda ini mati diusia 18 tahun akibat dibunuh oleh orang-orang yang tidak suka akan kebijakan ayahnya dulu .
Konstruksi aula raksasa Karnak dimulai pada pemerintahan Ramses I (1320 – 1318 SM). Kemudian dilanjutkan oleh putranya Seti I (1318 – 1304 SM) dan diselesaikan oleh Ramses II (1304 – 1237). Ramses II juga memperluas kuil Amon dengan manambahkan serangkaian halaman dan ruang upacara.
Pada waktu pemerintahan Ramses III (1198 – 1166 SM), kuil ini semakin dipercantik dengan hiasan taman yang membentang dari delta Sungai Nil hingga Nubia bagian selatan. Sekitar dalapan puluh ribu pelayan dan budak ditunjuk untuk melayani sang dewa Amon-Ra di Karnak, dan terdapat kurang lebih 5000 patung mencerminkan kemuliaan-Nya. Selain itu sejumlah binatang yang dianggap suci turut dipelihara di kompleks tersebut, termasuk ribuan angsa, domba jantan dan lebih dari 421.000 ekor sapi.
Disekitar 1080 SM hingga seterusnya, Mesir Kuno mengalami serangkaian invansi dari Nubia, Libya, Kushites, dan Asyur. Namun banyak penakluk malah menghormati situs suci Karnak, dan beberapa diantaranya, seperti Kushites, bahkan menambahkan beberapa bangunan mereka sendiri. Seluruhnya, situs kuno ini tetap dalam kondisi yang cukup baik hingga hari ini. Ribuan turis yang berkunjung tiap tahunnya bahkan meyakini bahwa Karnak benar-benar merupakan “Tempat yang paling terpilih”
(Dipta)
Sumber gambar : Flickr
1 comment:
Cool Stuff Brooo...
Thx dah Share ma qta-2
Nambah wa2san akuuuu...
Post a Comment