Revolusi Iran: Revolusi Buatan Amerika?
Pada tahun 1977, Brzezinski mempublikasikan pendapatnya kepada masyarakat umum bahwa berpegang teguh dengan Islam adalah suatu pertahanan (benteng) terhadap bahaya komunisme. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar “New York Times” setelah revolusi Iran, Brzezinski mengatakan bahwa Washington menyambut baik kekuatan Islam yang mulai muncul di Timur Tengah. Kekuatan Islam sebagai sebuah kekuatan ideologi akan melawan kekuatan-kekuatan yang ada di daerah (Timur Tengah), yang bisa saja kekuatan-kekuatan itu dijadikan penopang oleh Uni Soviet.
Dalam kenyataannya, meskipun sumber terpercaya mengatakan bahwa Brzezinski hampir tidak mengerti (tidak menguasai) situasi politik di Timur Tengah, tetapi dia sibuk dengan menggunakan agama, dan mazhab (aliran) agama sebagai alat politik. Dia sebelumnya telah dilatih oleh Yesuit di sebuah Universitas. Bahkan dia berkata bahwa dirinya adalah cermin cara berpikir orang-orang Yesuit, hingga dia dipromosikan untuk menduduki anggota kehormatan dalam keanggotaannya.
Brzezinski menyampaikan pidato di hadapan Majelis Politik Luar Negeri di Washington pada tanggal 20 Desember 1978. Ini merupakan pidato pertama yang isinya mengungkapkan tentang pemikiran strategis Amerika Serikat yang baru, dan secara khusus di dalamnya terfokus pada justifikasi terhadap kehadiran Amerika di Teluk.
Dalam Memorandum Presiden No 18 di musim panas tahun 1977. Presiden Carter memerintahkan agar dilakukan peninjauan ulang secara komprehensif terhadap posisi militer Amerika Serikat. Sedang Brzezinski memfokuskan pada teori perlunya sebuah aliansi dengan kekuatan-kekuatan perubahan baru, dan memperlihatkan sikap yang sangat ramah. Dalam hal ini, dia berkata:
“Keamanan nasional Amerika tergantung pada kemampuan untuk memberikan bimbingan positif bagi proses yang keras ini, seperti kewaspadaan terhadap politik dan gelombang revolusioner pembebasan. Ini berarti, harus bagi Amerika Serikat terlibat secara aktif dalam urusan dunia internasinal untuk meningkatkan hubungan dengan berbagai perkembangan, namun tetap komitmen terhadap perubahan yang positif saja. Sehingga apabila kita menciptakan rintangan-rintangan buatan untuk menghadapi perubahan dalam rangka mempertahankan status quo, maka kami akan menjauhkan diri kami saja, dan tidak melakukan sesuatu yang mengancam keamanan nasional kita”.
Dalam hal memuncaknya krisis perlawanan terhadap Syah, maka Brzezinski mengeluarkan pernyataan populer, yang di dalamnya dia mengatakan: “Sesungguhnya daerah krisis membentuk bulan sabit, yang terbentang mulai dari sebelah utara dan timur Afrika, melintasi Timur Tengah, Turki, Iran dan Pakistan”.
Dia menambahkan: “Bahwa fakta dalam hal ini adalah bagian dari dunia. Uni Soviet sedang mengendalikan permainan untuk menguasai sumber-sumber minyak di Teluk, di mana industri Barat sangat bergantung padanya”.
Ide tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Pada bulan Juli 1978, Brzezinski pernah mengajukan untuk mengkaji gagasan ini. Dimana dia yakin di samping dapat memanfaatkan organisasi-organisasi Yesuit, berbagai komunitas pendatang dari Eropa Timur, dan perkembangan industri kertas Cina di Asia, maka dapat juga dilakukan kerjasama dengan organisasi Islam untuk ikut membantu mengepung Uni Soviet melalui tentara perlawanan yang berideologi.
Melihat peran penting tokoh-tokoh agama di Iran, maka dalam pandangan Brzezinski mereka adalah satu-satunya kelompok masyarakat di Iran yang siap untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan oposisi (penentangan), karena mereka memiliki sistem komunikasi yang telah maju dan memiliki fasilitas setempat, dalam bentuk lembaga keagamaan, seperti masjid, dan seperti juga lembaga (Irsyad Husainiyah) yang terkait erat dengan hal itu. Semua potensi itu mereka gunakan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi penindasan dan kekejaman Syah.
Berdasarkan atas semua itu, maka pada bulan Desember 1978, yaitu pada waktu dimana gelombang pemberontakan (revolusi) melawan Syah semakin meningkat, Koordinator Komite Dewan Keamanan Nasional memutuskan secara rahasia untuk meningkatkan secara signifikan frekwensi penyiranan radio dan kerja badan intelijen Amerika dengan menggunakan bahasa Soviet yang digunakan di daerah-daerah Islam.
Putri (Asyraf), saudara perempuan Syah juga berkata: “Bahwa pada dekade 70-an berbagai media Barat mulai terbit dengan memperkuat (memfokuskan pemberitaan) masalah (revolusi Iran), serta kesalahan dan kebobrokan Syah—sehingga ia pantas bahkan harus dilengserkan. Dan ada sekitar enam puluh asosiasi dan majalah, di samping majalah dan surat kabar Amerika yang semuanya menerbitkan artikel yang menyerang Syah. Semua itu dikirim melalui pos kepada puluhan ribu orang Iran, baik yang tinggal di dalam maupun yang di luar Iran. Dan meskipun beberapa majalah dan surat kabar itu diterbitkan oleh profesional, namun tidak menutup kemungkinkan mereka menerima dana yang tidak sedikit hingga berhasil digiring untuk terlibat dalam perang dingin melawan Syah.
Apalagi, sejak Khomeini tinggal di villa kecil miliknya di daerah Nofal Le Chateau, di Paris, Khomeini menjadi orang yang punya hubungan erat dengan insan pers dan pertelevisian, namun pada saat yang sama dia menjadi subjek yang sedang diawasi secara terus-menerus oleh CIA, yang telah menyewa sebuah rumah dekat villa milik Khomeini.
Para Anggota Kedutaan Amerika Serikat biasa kontak (melakukan komunikasi) dengan penasihat Khomeini, seperti Bani Sadar, Sadik Quthub Zadah, dan Ibrahim Yazdi, yang memiliki paspor Amerika Serikat dan menikah dengan seorang perempuan Amerika. Bahkan dia adalah orang pertama yang dimanfaatkan untuk menjalankan gagasan revolusi di Iran, yaitu ketika dia membentuk organisasi mahasiswa Muslim di Amerika Serikat. Dan untuk itu dia memobilisir para siswa asal Iran maupun bukan. Dia juga menjadi penghubung antara para pejabat intelijen Amerika dengan Khomeini untuk mempersiapkan proses suksesi di Iran. Dia sudah tinggal di Amerika Serikat selama delapan tahun, sehingga istrinya, Surur—yang sudah menetap bersama keenam anaknya di kota Tonieton, Amerika—menolak untuk kembali ke Iran, atau menolak untuk melepaskan kewarganegaraan Amerikanya.
Untuk semua itu, Amerika merasa sangat puas dengan gagasan negara agama (Republik Islam Iran), serta menyediakan berbagai fasilitas fisik dan informasi untuk mempermudah pengabdiannya kepada Amerika Serikat.
Buku “Iran Antara Mahkota Dan Sorban” ditulis oleh Ahmed Mahabah. Dia adalah seorang Konsul Mesir terakhir di Iran. Diterbiitkan oleh Freedom House. Edisi Pertama 1989, hal. 195, 196, 197, 198, dan 199.
No comments:
Post a Comment