Kalau Sejarah Islam Diperas Maka akan Keluar Darah

1354612733726223603
Ustadz Jalal sedang membaca narasi Maqtal Imam Husain as

Kullu yaumin asyura wa kullu ardhin karbala….
Kullu yaumin asyura wa kullu ardhin karbala….
Kullu yaumin asyura wa kullu ardhin karbala….


Saya mendengar lantunan Kullu yaumin asyura wa kullu ardhin karbala di sebuah acara asyura yang kali pertama saya ikuti sekira 2003. Di Bandung, yang senantiasa selenggarakan kegiatan Asyura adalah Yayasan Muthahhari dan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI).
Dahulu saya ikut Asyura karena nge-fans dengan Prof.Dr.KH.Jalaluddin Rakhmat, yang akrab dipanggil Kang Jalal atau Ustadz Jalal. Dalam sebuah spanduk tertera Ustadz Jalal yang mengisinya, kemudian saya hadir. Awalnya tidak paham berkaitan dengan tragedi Karbala. Pusing kepala saat ikutan karena banyak sejarah yang tidak terduga dan penuh nuansa darah. Sedih juga ternyata Keluarga Nabi setelah wafat Rasulullah saw tidak diperhatikan oleh umat Islam, malah dianggap murtad dan ditindas. Kisah yang paling tragis kejadian Karbala yang dikenal Asyura.
Meski saya belajar sejarah di UIN Bandung, tetapi khazanah sejarah Islam dari versi Keluarga Nabi terasa baru buat saya. Saya coba bandingkan dengan pemahaman sejarah yang pernah saya pelajari di kampus. Saya kemudian baca rujukan yang digunakan oleh tim narasi Asyura IJABI. Dari sana menemukan ragam sejarah Islam. Dari sana pula saya sadar bahwa sejarah tidak lurus, tetapi perlu dikaji ulang. Setiap sejarah yang sampai kepada kita, harus dikritisi. Saya baca buku-buku Ustadz Jalal. Penuh nuansa kritik dan rasional dalam membahas setiap sejarah yang dipaparkan dan sumbernya pun dari sumber-sumber utama: hadits-hadits shahih baik dari Ahlussunah dan Ahlulbait.
Dari sejak itu saya mulai mengenal apa itu Asyura? Mulai mempelajari sejarah hidup Keluarga Nabi. Hasilnya: hampir semua Keluarga Nabi hidupnya tidak mulus dan berakhir dengan kematian. Bahkan, pengikutnya pun dikejar dan dibunuh. Tragis dan sungguh sebuah sejarah yang memilukan. Saya jadi teringat pada seorang kawan yang pernah bilang: kalau sejarah Islam diperas (seperti cucian baju) maka akan keluar darah. Sejak mengenal sejarah Keluarga Nabi itulah saya baru mengerti pernyataan seorang kawan saya.
Hampir setiap kali mengikuti Asyura, pasti air mata ini mengalir. Merasa sedih terbawa emosi pembaca narasi kematian Imam Husain, cucu Rasulullah saw, yang dibunuh secara keji. Saya bertanya-tanya: kenapa sih orang yang mengaku dirinya Islam (yang membunuh Imam Husain beserta keluarga dan pengikutnya) sangat tega melakukan pembantaian? Apalagi yang dibunuh adalah cucu Nabi, tidak ada penghormatan. Tampaknya mereka sengaja berupaya untuk memusnahkan jejak-jejak Rasulullah saw. Namun, upaya demikian tidaklah terwujud karena sejarah semakin terbuka dan orang-orang semakin kritis sehingga sejarah Islam sekarang ini terbuka untuk dibaca dan dikaji.
Pesan Asyura 1434
Akhir pekan kemarin saya baca tulisan di situs resmi IJABI: http://www.majulah-ijabi.org/4/post/2012/11/ijabi-sulsel-memperingati-duka-asyura.html. Di sana ada berita Asyura dari Makassar. Ustadz Jalal dalam acara tersebut menyampaikan pesan dan hikmah yang berkaitan dengan Asyura.
Dalam acara Asyura IJABI Makassar itu, Ustadz Jalal menyampaikan dalam ceramahnya bahwa salah tugas kita adalah memperkenalkan kewajiban mencintai Rasulullah Saw dan para keluarganya. Jika sekiranya kita dicerca dan dicemooh karena kesedihan di hari Asyura, kita hendaknya tidak bersedih karena pada saat yang sama, kita sebenarnya sedang membahagiakan Rasulullah Saw; kita bersedih karena sedihnya. Menangisi megatragedi Karbala, hari syahadah Imam Husain as bersama keluarga dan pengikutnya, bukanlah bentuk kelemahan. Tetapi, tangisan atas tragedi Karbala di hari Asyura adalah bentuk perlawanan lembut dan protes menentang kezaliman penguasa.
Ustadz Jalal menjelaskan, menangisi kesyahidan Imam Husain as adalah bentuk ungkapan kecintaan kepada ahlulbait Nabi Saw. Peringatan Asyura juga menjadi ejawantah kerinduan kepada Rasulullah Saw dan keluarganya. Kecintaan kepada Imam Husain as bukanlah hanya milik kaum muslimin semata, bukan hanya kepunyaan pengikut mazhab ahlulbait saja, tetapi menjadi milik sesiapa yang mencintai kebenaran dan keadilan yang diperjuangkannya.

Kemudian Ustadz Jalal juga menceritakan penggalan kejadian di Karbala. Beliau menceritakan tentang anak kecil yang dengan gagah berani ikut dalam perang melawan tentara Yazid. Anak kecil itu akhirnya syahid dalam keadaan kedua tangannya terputus. Hal ini menjadi bukti bahwa kecintaan kepada Imam Husain as bukan hanya milik orang-orang dewasa, bahkan di usia yang masih sangat belia sekalipun, pengikut Imam Husain as menunjukkan kecintaan kepada beliau tanpa syarat: mengorbankan jiwa dan raga demi membela Imam Husain as.
Kalau dikaji lebih jauh lagi, pastinya banyak pelajaran penting dan berharga dari kejadian Karbala. Kalau dicari dalam internet pasti banyak. Saya pernah baca beberapa teks puisi dan ulasan yang menyentuh berkaitan dengan Asyura. Buku karya Muhsin Labib yang berjudul Husain, Sang Kesatria Langit, menambah khazanah sejarah berkaitan dengan Asyura. Lengkap dan terasa ada nuansa emosi yang hadir dalam tulisan yang ditorehkan dalam buku tersebut. Kalau ingin tahu dan tidak percaya, coba cari dan baca!

AHMAD S

No comments: