Pemberontakan Sutawijaya [4]
Tumenggung Mayang dan isterinya setelah menyaksikan
mayat anaknya yang di buang di sungai laweyan dianggap seperti binatang,
dalam hatinya merasa terharu dan menyesal atas perlakuan pada putranya
sendiri. Namun demikian, se jahat-jahat hati orang tua tidak mungkin sampai hati melihat anaknya dianiaya oleh orang lain, tega larané ora tega patiné.
Kemudian Ki Tumenggung segera
memerintahkan beberapa orang untuk mengambil mayat serta merawat jenazah
Pabelan, dan di kebumikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam pada itu Tumenggung Mayang
membuat nawala, untuk disampaikan kepada Senapati ing Ngalaga di
Mataram, ia menulis sebagai berikut; “kangmas bekti
kula katura panduka yekti, wiyos kula, kangmas ngaturi upeksi , putra
tuwan pun Pabelan pinejahan Kanjeng Sultan Pajang wonten jroning pura
nalika lambang asmara kaliyan dyah retna Murtèningrum inggih sekar
kedhaton “ (Kanda Senapati, sembah
baktiku, memberitahukan bahwa anakmu si Pabelan telah dibunuh oleh
Sultan Pajang, di dalam kaputren, ketika sedang bercinta dengan putri
sekar Kedaton).
Perjalanan utusan ke Mataram
tidak diceritakan; setelah membaca surat dari Tumenggung Mayang,
Senapati ing Ngalaga hatinya tertegun, dalam hati mengatakan akan
melakukan pemberontakan pada Pajang, lagi pula cukup alasan karena sudah
beberapa pisowanan memang tidak pernah hadir.
Selanjutnya Senapati minta nasehat kepada ki Juru Martani. Sebagai
yang sudah waskita ing semu, ki Juru Martani mengetahui apa yang ada
dalam pikiran Senapati ing Ngalaga, maka Jurumartani dengan pelan
memberi nasehat; “nggèr jebeng Senapati, kagagas ing
nalanira apan sumedya wani, sasolahé masang, amrih nuli katura mring
kanjeng Sri Narapati, karya jalaran Sultan wus owah ing janji “ (Senapati,
aku tahu yang ada dalam hatimu yaitu kamu berniat berani menentang
Sultan Pajang, tetapi kalau kau bergerak setiap gerakmu telah
terdeteksi, jadi bukan dengan cara itu, tapi buatlah masalah yang
menjadi kelemahan Sultan, yakni telah ingkar janji) .
Senapati terdiam beberapa lama, merenungkan ucapan
pamannya ki Juru Martani, bumi Mentaok sudah diberikan lagi pula kini
sudah menjadi daerah perdikan jadi alasan ingkar janji Sultan
Hadiwijaya, tidak bisa diterima. Meskipun memang penyerahan bumi Mentaok
mesti harus menunggu hingga lima tahun lamanya, dan itupun atas desakan
Sunan Kalijaga.
Senapati menghela
nafas panjang, masih bingung untuk menanggapi suratnya Tumenggung Mayang
adik iparnya. Membela tindakan Pabelan, itu tidak mungkin. Karena
memang atas kebodohan Pabelan berani menggoda putri sekar Kedaton, dan
ini memang hukumannya berat, tidak hanya dianggap menghina Raja tetapi
sudah menodai martabat istana. Sebagai maling aguna hukumannya adalah dibunuh, dan seluruh rakyat di Kasultanan Pajang mengetahuinya.
Sastra Diguna
No comments:
Post a Comment