Dendam Perempuan, Nabi Palsu dari Banu Tamim
Miftah H. Yusufpati
LETAK perkampungan Banu Tamim berdekatan dengan Banu Amir ke arah selatan, berseberangan dengan Madinah dari arah timur yang membentang ke arah Teluk Persia, dan di bagian timur laut bersambung dengan muara sungai Furat (Euphrate).
Pada zaman jahiliyah dan pada masa Nabi, Banu Tamim menduduki tempat terhormat, karena keberanian dan kemurahan hatinya yang sudah menjadi ciri khasnya serta keunggulan kaum lelakinya sebagai pahlawan dan penyair.
Sejarah sudah mencatat peristiwa-peristiwa penting yang diperankan oleh cabang-cabang kabilah ini, seperti Banu Hanzalah, Darim, Banu Malik dan Banu Yarbu'.
Hubungan para kabilah itu dengan muara Furat dan Teluk Persia menyebabkan saling berpindahnya penduduk Semenanjung dengan penduduk Irak, dan yang menyebabkan juga adanya hubungan mereka dengan Persia. Sebagai akibatnya, banyak di antara mereka yang kemudian menganut agama Nasrani meskipun sebagian besar masih tetap menyembah berhala.
Setelah Islam tersebar di kalangan mereka, mereka tetap berpegang pada kebebasan mereka sendiri — hati belum senang menerimanya. Oleh karena itu mereka merupakan kabilah yang memelopori penolakan membayar zakat tatkala Rasulullah mengutus para pemungut zakat ke tempat itu.
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut Banu Anbar dari cabang kabilah Tamim cepat-cepat mengambil panah dan pedang ketika didatangi oleh pengumpul zakat 'usyr. Setelah Uyainah bin Hisn berangkat atas perintah Nabi. Di antara mereka itu ada yang dibunuh dan ditawan. Sebuah delegasi yang terdiri dari pemuka-pemuka mereka kemudian datang ke Madinah dan masuk ke dalam mesjid dengan memanggil-manggil Nabi dari luar biliknya.
Mereka meminta para tawanan itu dikembalikan dan menyebutkan juga peristiwa mereka dengan Nabi di Hunain dulu serta kabilah mereka yang terpandang di kalangan orang-orang Arab.
Tiba waktu salat, Nabi keluar menemui mereka. Mereka mengatakan bahwa kedatangan mereka itu hendak berlomba pidato dan syair dengan Nabi. Tantangan itu diterima. Ahli pidato Nabi lebih unggul, begitu juga penyair Nabi. Mereka mengaku kalah dan masuk Islam.
Semua tawanan oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada kaumnya. Peristiwa ini membuat mereka sangat gembira. Ketika Rasulullah wafat ada beberapa orang wakil Nabi di Banu Tamim, di antaranya Malik bin Nuwairah yang memimpin Banu Yarbu'.
Para wakil itu berselisih pendapat mengenai apa yang harus diperbuat setelah mereka mendapat berita bahwa Nabi telah wafat: akan menunaikan zakat itu kepada Khalifah Abu Bakar, ataukah akan membagi-bagikannya di antara sesama mereka.
Persaingan mereka ini tampak jelas sekali dalam perselisihan itu. Bahkan persaingan ini mengakibatkan terjadinya saling bunuh di antara mereka. Yang sebagian mengakui kekuasaan Madinah, dan yang sebagian lagi menentang.
Malik bin Nuwairah termasuk orang yang membagikan zakat itu dan ia menganggap Abu Bakar tidak berhak memungutnya. Dengan begitu berarti ia sudah membuat permusuhan dengan Muslimin dan patut diperangi.
Kedatangan Sajah
Sementara mereka sedang berselisih tiba-tiba datang Sajah bint Haris dari barat laut Mesopotamia di Irak bersama-sama sekelompok orang Taglib dengan membawa pasukan tentara dari kabilah Rabi'ah, Nimr, Iyad dan Syaiban.
Nama lengkapnya adalah Sajah binti Al Harits ibn Suwaid ibn Aqfan. Ia mendapati pengetahuan tentang agama dan kitab-kitab suci, dari budaya masyarakatnya yang cinta ilmu pengetahuan.
Sajah adalah seorang perempuan dari kelompok Yarbu', yang masih termasuk Banu Tamim. Orang-orang Taglib di Irak masih pernah paman dari pihak ibu. Ia kawin dengan kalangan mereka dan tinggal di tengah-tengah mereka pula. Mereka menganut agama Nasrani. Seperti juga orang-orang Yahudi dan Nasrani, ia menaruh dendam kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada pengikutnya, sama halnya dengan pihak Persia dan Romawi.
Dia memang perempuan cerdas, menempatkan diri sebagai dukun dan tahu bagaimana memimpin kaum laki-laki.
Setelah ia mendengar Rasulullah sudah wafat, ia mendatangi golongannya dan kabilah-kabilah di sekitarnya dengan tujuan hendak rnengerahkan mereka menyerbu Madinah dan memerangi Khalifah Abu Bakar.
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kedatangan Sajah dari Irak utara ke Semenanjurig Arab yang diikuti oleh orang-orangnya dan kabilah-kabilah sekitarnya, bukan karena kedukunannya atau karena ambisi pribadi, tetapi karena dorongan pihak Persia dan pejabat-pejabatnya di Irak, supaya pemberontakan di Semenanjung itu makin berkobar.
Maksudnya untuk mengembalikan kekuasaan Persia di beberapa tempat yang sudah mulai menurun setelah Nabi Muhammad menempatkan Bazan sebagai wakilnya di Yaman, dan yang sebelum itu sebagai penguasa Kisra.
Adakalanya yang juga dibenarkan ialah sumber para sejarawan yang berpendapat bahwa Sajah adalah satu-satunya perempuan yang mendakwakan diri nabi, sedang biasanya, pada setiap zaman perempuan-perempuan semacam itu digunakan sebagai mata-mata dan alat propaganda.
Jadi kehadirannya di tanah Arab itu hanya untuk menyebarkan propaganda pembangkangan, kemudian kembali ke Irak dan tinggal menetap di sana. Tidak heran bila Persia memperalatnya untuk menimbulkan pemberontakan di tanah Arab.
Sebelum itu Persia memandang kawasan itu ringan, tak perlu diperangi dengan pasukan bersenjata, walaupun harus dikembalikan kepada keadaan semula yang terisolasi, sebelum Islam berkembang di sana.
Tak ada yang lebih tepat untuk mencapai tujuan itu selain harus mengikis habis agama baru ini, yang telah membuat penduduk tahu harga diri, kendati pihak Persia tidak menghargainya.
Sajah datang ke Semenanjung ini karena terpengaruh oleh keadaan itu. Wajar saja bila yang menjadi tujuannya yang utama kedatangannya ke daerah itu ialah kaumnya sendiri, yakni Banu Tamim.
Kedatangannya ini sangat mengejutkan mereka, yang saat itu sedang berselisih antara sesama mereka: satu kelompok berpendapat zakat harus ditunaikan dan taat kepada Khalifah Rasulullah, yang sekelompok lagi berpendapat sebaliknya, dan ada pula kelompok-kelompok yang dalam kebingungan. Akibat perselisihan itu kemudian timbul perkelahian antara sesama mereka, kadang keras dan kadang lunak.
Suku Banu Tamim yang melihat kedatangan Sajah ini dan mengetahui maksudnya hendak memerangi Khalifah Abu Bakar menjadikan permusuhan antara kaum murtad dengan kaum muslimin kian marak.
Mereka yang masih bertahan dalam Islam merasa lebih menderita dari sebelumnya. Mereka menjadi minoritas.
Sajah mengumumkan kepada Banu Tamim tentang kenabiannya dan mengajak mereka beriman kepadanya. Para pembesar Bani Tamim seperti Zabarqan ibn Badr, Atharid ibn Hajib, Syabast ibn Rabiy ar Riyakhi, Amr ibn Al Ahtam dan banyak lagi tunduk, patuh dan setia pada kenabiannya. Lalu, melalui mulut-mulut dan tangan-tangan pembesar itu, banyak orang datang dan berbondong-bondong melakukan janji setia dan patuh kepadanya.
Dia adalah memimpin pasukannya di perbatasan Banu Yarbu'. Pemimpin kabilah itu, Malik bin Nuwairah, dipanggilnya dan diajaknya berkongsi. Diberitahukannya juga maksudnya hendak menyerbu Madinah.
Malik menyambut ajakan itu, tetapi ia meminta agar Sajah membatalkan niatnya hendak menyerang Khalifah Abu Bakar. Malik mengajak Sajah memerangi mereka yang berselisih dengan pihaknya di daerah Banu Tamim itu.
Sajah tampaknya senang dengan pendapatnya itu, dan katanya: "Ya, terserah pendapatmu dan orang-orang yang bersamamu. Tetapi aku perempuan Banu Yarbu'. Kalau dia seorang raja, maka dia raja kamu sekalian."
Entah mengapa Sajah cepat-cepat setuju dengan ajakan Malik itu. Malik memang orang terpandang, pahlawan dan penyair. Ia sangat membanggakan diri, seperti kaumnya, punya pengikut cukup besar, sedap budi bahasanya dan pandai bergaul.
Mutammam bin Nuwairah, saudaranya, yang sebagai penyair kedudukannya lebih penting dari Malik, tetapi matanya buta sebelah dan bermuka buruk.
Sajah lalu mengundang pemuka-pemuka Banu Tamim. Tetapi, kecuali Waki', dari pihak mereka tak ada yang mau berkompromi dengan Malik.
Oleh karena itu Sajah dengan pasukannya dan pasukan Malik dan Waki' menyerang kabilah yang berlawanan dengan mereka. Banyak jatuh korban dari kedua belah pihak, dan yang sebagian saling menahan tawanan perang.
Kemudian mereka damai kembali dan dilanjutkan dengan saling menukar tawanan. Akhirnya Banu Tamim pun damai kembali.
Bangkit Lagi
Dengan memimpin pasukan Mesopotamia itu, niat Sajah bangkit lagi hendak menghadapi Khalifah Abu Bakar. Tetapi Malik dan Waki' sudah berdamai dengan kaumnya setelah melihat kebencian mereka yang telah menjadi pengikut nabi palsu itu.
Kala itu, Sajah sudah sampai di Nibaj. Di sini ia berhadapan dengan Aus bin Khuzaimah. Sajah dapat dikalahkan. Kemudian mereka berdamai dan saling bertukar tawanan dengan syarat Sajah tak boleh ke Madinah menyeberangi daerah Aus.
Pada waktu itu pemimpin-pemimpin Semenanjung itu berkumpul dan mereka berkata: "Apa perintahmu kepada kami. Malik dan Waki' sudah berkompromi dengan kaumnya dan mereka tidak akan membela dan membiarkan kita melalui daerah mereka. Mereka sudah mengadakan perjanjian dengan kami."
Tetapi Sajah menjawab: "Yamamah."
Mereka mengingatkan, bahwa pengaruh pihak Yamamah sangat kuat dan bahwa pengikut Musailamah besar. Di sini ada cerita beredar yang menyebutkan bahwa dalam hal ini Sajah berkata:
"Tugas kamu berangkat ke Yamamah
Berjalanlah beriring seperti merpati
Itulah perang yang sengit
Setelah itu kamu tak akan menyesal."
Tak ada jalan lain setelah dibacakan sajak mantra yang mereka kira wahyu itu, selain harus tunduk. (Bersambung)
(mhy)
No comments:
Post a Comment