Sulit Menyakinkan Umat Islam, Begini Pengakuan Umar bin Khattab

Umar bin Khattab dianggap terlalu keras. Foto/Ilustrasi/Ist
Miftah H. Yusufpati

HARI masih pagi ketika orang-orang berkumpul di Masjid meneruskan acara pembaiatan kepada Umar bin Khattab. Ini adalah hari kedua setelah wafatnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Azan salat zuhur berkumandang ketika Umar berseru kepada orang banyak dengan suaranya yang menggelegar. Ia memerintahkan mereka untuk membebaskan semua tawanan Perang Riddah (kaum murtad) dan mengembalikan kepada keluarga-keluarga mereka, dengan mengemukakan alasan: "Saya tidak ingin melihat adanya tawanan perang menjadi kebiasaan di kalangan Arab." 

Mendengar perintah itu mata mereka terbelalak melihat kepada Umar. Satu sama lain mereka saling bertanya: Apa maksudnya!?

Kaum Muslimin memang sudah menawan orang-orang Arab tawanan Perang Riddah sesuai dengan perintah Khalifah Abu Bakar tatkala ia mengumumkan ke seluruh Semenanjung Arab dengan perintah kepada setiap panglima agar menyerukan orang murtad kembali kepada Islam. 

Mereka yang menolak supaya diperangi, dan jangan membiarkan orang yang masih kuat; mereka supaya dibakar dengan api dan dibunuh habis, semua perempuan dan anak cucu mereka supaya ditawan.

Dengan perintah itu adakah maksud Umar hendak menentang Abu Bakar dan akan berjalan sendiri tanpa menghiraukan tuntunannya? Ataukah karena dia melihat orang masih malas-malas untuk berjihad padahal ia sudah memerintahkan Musanna untuk berangkat ke Irak.
Muhammad Husain Haekal dalam “Umar bin Khattab” menjelaskan, sebenarnya sedikit sekali Umar tidur dalam dua malam setelah kematian Abu Bakar itu. Orang masih berdatangan meneruskan baiat untuk menghormati Abu Bakar dan wasiatnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka masih tidak puas dengan sikap Umar yang begitu keras, dan di antara mereka memang ada yang mempunyai ambisi kekuasaan. Suatu pemerintahan tidak akan stabil jika dalam menjalankan politiknya para pemikirnya tidak dilibatkan.

Keadaan memang sangat pelik untuk membiarkan segalanya kepada waktu, dan Umar cukup dengan hanya berdoa kepada Allah supaya orang mencintainya dan dia mencintai mereka. 

Kalau dia tak dapat menanganinya dengan tegas, pemerintahan akan menjadi kacau. Bahwa dia sudah mengeluarkan perintah agar tawanan perang dikembalikan kepada keluarga masing-masing dan untuk mengambil hati kabilah-kabilah Arab yang dulu menjauhinya karena sikapnya yang keras itu, jangan diragukan lagi biarlah politik ini diteruskan. 

Pidato Panjang
Hari ketiga Umar datang ke Masjid, dan selesai baiat ia berkata: "Orang Arab ini seperti unta yang jinak, mengikuti yang menuntunnya ke mana saja dibawa. Tetapi saya, demi Allah, akan membawa mereka ke jalan yang benar."

Orang makin banyak memperhatikan Umar. Terbayang oleh semua hadirin yang ada di Masjid, bahwa orang ini akan membawa malapetaka kepada mereka, karena sikapnya yang begitu tegar dan keras. Umar dapat menangkap perasaan itu dari wajah mereka. Ketika orang sudah banyak berkumpul akan melaksanakan salat zuhur, Umar naik ke tangga mimbar setapak demi setapak. Ia pun berpidato.

"Saya mendapat kesan, orang merasa takut karena sikap saya yang keras. Kata mereka Umar bersikap demikian keras kepada kami, sementara Rasulullah masih berada di tengah-tengah kita, juga bersikap keras demikian sewaktu Abu Bakar menggantikannya. Apalagi sekarang, kalau kekuasaan sudah di tangannya. Benarlah orang yang berkata begitu.


"... Ketika itu saya bersama Rasulullah, ketika itu saya budak dan pelayannya. Tak ada orang yang mampu bersikap seperti Rasulullah, begitu ramah, seperti difirmankan Allah: Sekarang sudah datang kepadamu seorang rasul dari golonganmu sendiri: terasa pedih hatinya bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu, penuh kasih sayang kepada orang-orang beriman (Qur'an, 9:128). Di hadapannya ketika itu saya adalah pedang terhunus, sebelum disarungkan atau kalau dibiarkan saya akan terus maju. Saya masih bersama Rasulullah sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan hati lega terhadap saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia dengan Rasulullah.

"Setelah itu datang Abu Bakar memimpin Muslimin. Juga sudah tidak asing lagi bagi Saudara-saudara, sikapnya yang tenang, dermawan dan lemah lembut. Ketika itu juga saya pelayan dan pembantunya. Saya gabungkan sikap keras saya dengan kelembutannya. Juga saya adalah pedang terhunus, sebelum disarungkan atau kalau dibiarkan saya akan teras maju. Saya masih bersama dia sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan hati lega terhadap saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia dengan Abu Bakar.”

"Kemudian sayalah, saya yang akan mengurus kalian. Ketahuilah Saudara-saudara, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair… Sikap itu hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum Muslimin. Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua.”

“Saya tidak akan membiarkan orang berbuat zalim kepada orang lain atau melanggar hak orang lain. Pipi orang itu akan saya letakkan di tanah dan pipinya yang sebelah lagi akan saya injak dengan kakiku sampai ia mau kembali kepada kebenaran. Sebaliknya, sikap saya yang keras, bagi orang yang bersih dan mau hidup sederhana, pipi saya ini
akan saya letakkan di tanah.”

"Dalam beberapa hal, saudara-saudara berhak menegur saya. Bawalah saya ke sana; yang perlu Saudara-saudara perhatikan, ialah:

"Saudara-saudara berhak menegur saya agar tidak memungut pajak atas kalian atau apa pun yang diberikan Allah kepada Saudara-saudara, kecuali demi Allah; Saudara-saudara berhak menegur saya, jika ada sesuatu yang di tangan saya agar tidak keluar yang tak pada tempatnya; Saudara-saudara berhak menuntut saya agar saya menambah penerimaan atau penghasilan Saudara-saudara, insya Allah, dan menutup segala kekurangan; Saudara-saudara berhak menuntut saya agar Saudara-saudara tidak terjebak ke dalam bencana, dan pasukan kita tidak terperangkap ke tangan musuh; kalau Saudara-saudara berada jauh dalam suatu ekspedisi, sayalah yang akan menanggung keluarga yang menjadi tanggungan Saudara-saudara.”

"Bertakwalah kepada Allah, bantulah saya mengenai tugas Saudara-saudara, dan bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar ma 'ruf nahi munkar, dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat Saudara-saudara sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya demi kepentingan Saudara-saudara sekalian. Demikianlah apa yang sudah saya sampaikan, semoga Allah mengampuni kita semua."

Berhati-hati
Sesudah menyampaikan pidatonya itu Umar turun dari mimbar dan langsung memimpin sembahyang. Selesai salat ia pergi meninggalkan mereka. Hadirin masih merenungkan apa yang mereka dengar tadi.

Mereka memang sudah mengenal Umar sebagai yang suka berterus terang, lahirnya sama dengan batinnya, yang dikatakannya dan yang tidak dikatakannya sama. Mereka sudah mengenalnya sebagai orang yang adil dengan segala kekerasan watak dan kekasarannya.

Ternyata kini dia sendiri yang mengatakan bahwa sikap kerasnya itu hanya ditujukan kepada orang-orang zalim. Dia tidak menipu mereka ketika mengatakan bahwa bagi orang yang jujur dan adil ia akan lebih lembut dari mereka semua. Yang harus mereka akui dan tak boleh dilupakan, dalam beberapa hal mereka juga sudah mengenalnya ia bersikap ramah.

Di samping itu ia sudah berjanji akan menambah penerimaan dan penghasilan mereka dan akan menjadi pelindung keluarga mereka selama mereka berada jauh di medan perang. Bukankah sudah seharusnya mereka mencurahkan segala kepercayaan kepadanya dan memenuhi seruannya itu kalau mereka dipanggil?

Demikianlah perasaan sebagian besar mereka yang hadir. Tetapi pemuka-pemuka mereka masih tetap berhati-hati. Sebagian mereka merasa tidak puas terhadap Umar, dan yang sebagian besar mereka ikut prihatin melihat keadaan di Irak dan Syam.
(mhy)

No comments: