Abu Nawas dan Gajah yang Bisa Mengerti Bahasa Manusia

> Abu Nawas dan Gajah yang Bisa Mengerti Bahasa Manusia
Ilustrasi/matematrik
PADA hari yang teduh, sore itu, Abu Nawas membuang kejenuhan dengan jalan-jalan keliling kampung. Di sebuah tanah lapang, di suatu desa yang cukup padat penduduk, Abu Nawas melihat orang-orang berkerumun. Terdengar tawa mereka. "Ada tontonan menarik, kayaknya," pikir Abu Nawas melangkahkan kakinya ke arah kerumunan itu. 

"Ada apa ini?" tanya Abu Nawas kepada salah seorang lelaki di antara kerumunan itu. 

"Ada pertunjukan gajah," jawabnya.

"Pertunjukan macam apa?" tanya Abu Nawas penasaran.

"Gajah ajaib. Dia bisa mengerti bahasa manusia," tutur lelaki itu. "Uniknya lagi, gajah itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja," terangnya.

Benar saja, di tengah kerumunan tampak seekor gajah. Pertunjukan ini menarik karena pemilik mamalia besar dari famili Elephantidae dan ordo Proboscidea ini menawarkan hadiah yang menggiurkan bagi siapa saja yang sanggup membuat kepala gajah itu mengangguk-angguk.

Abu Nawas melihat dengan cermat kelakuan gajah itu. Kalau tidak menggeleng-gelang kepalanya, binatang raksasa dengan belalai panjangnya itu diam seribu bahasa. "Ayo yang bisa membuat gajah ini menganggung-angguk dapat hadiah," ujar sang pemilik menantang siapa saja.Tergiur dengan hadiah besar, banyak di antara para penonton mencoba maju satu persatu untuk menaklukkan gajah tersebut. Mereka berusaha dengan berbagai macam cara untuk membuat gajah itu mengangguk-angguk, tetapi gagal.

Abu Nawas tak mau ketinggalan. Ia maju ke tengah gelanggang mencoba menaklukkan gajah ajaib itu. Setelah berhadapan dengan gajah, Abu Nawas bertanya, "Tahukah kau siapa aku?" 

Gajah itu menggeleng. 

"Apakah kau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Lagi-lagi gajah itu menggeleng. 

"Apakah kau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Gajah itu diam, sepertinya ragu untuk menggeleng. 

"Bila kau tetap diam, akan aku laporkan kamu kepada tuanmu bahwa kau tidak takut kepada dia," gertak Abu Nawas. 

Akhirnya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk. Seluruh pengunjung terperangah dan kagum, Abu Nawas berhasil membuat gajah itu mengangguk-angguk. Ia pun memenangkan hadiah besar. 

Sore itu, Abu Nawas menang. Pertunjukan pun bubar disertai rasa dongkol pemilik gajah. Si pemilik gajah itu malu bukan kepalang. Ia bertekad akan menebus kekalahannya itu pada kali lain. 

Selanjutnya si pemilik gajah melatih binatang piaraannya itu lebih keras lagi. Ia mengancam akan menghukum berat gajahnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan, wajib menggeleng. 

Saat hari balas dendam itu pun tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggeleng-gelengkan kepala. Seperti hari sebelumnya, para penonton tidak tidak sanggup memaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala. 

Abu Nawas yang datang belakangan akhirnya mencoba juga. Si Cerdik ini maju ke tengah gelanggang, Ia mengulang pertanyaan yang sama. "Tahukah kau siapa aku?" Gajah itu mengangguk. 

"Apakah kau tidak takut kepadaku?" Gajah itu tetap mengangguk. 

"Apakah kau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Gajah itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya dari pada Abu Nawas. 

Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsem panas. "Tahukah kau apa guna balsem ini?" Gajah itu tetap mengangguk. 

"Baiklah, bolehkah kugosok selangkanganmu dengan balsem?" Gajah itu mengangguk. 

Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja binatang ini merasa agak kepanasan dan mulai panik. Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsem. 

"Maukah kau bila balsem ini kuhabiskan untuk menggosok selangkanganmu?" ancam Abu Nawas.

Gajah itu mulai ketakutan. Rupanya ia lupa didikan tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.
(mhy)< Miftah H. Yusufpati

No comments: