Menurut Taurat Ayyub Bukan Nabi, Dia Marah Terima Cobaan dari Allah Ta'ala

Menurut Taurat Ayyub Bukan Nabi, Dia Marah Terima Cobaan dari Allah Taala
Ilustrasi/Ist
AYYUB adalah salah seorang Nabi Allah yang mulia. Allah mewahyukan kepada Ayyub, "Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman." (QS An-Nisa: 163)

Ayyub termasuk keturunan Nabi Ibrahim. Firman Allah, "Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun." (QS Al-An'am: 84)

Allah telah menceritakan kisahnya di dua tempat dalam kitab-Nya: Pertama, dalam surat Al-Anbiya. Firman Allah, "Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, '(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.' 

Maka kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah." (QS Al-Anbiya: 83-84)
b, ketika ia menyeru Tuhannya, 'Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.' (Allah berfirman), 'Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.' Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS Shad: 41-44)

Umar Sulaiman al-Asyqor dalam bukunya berjudul "Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah" menyebutkan dalam Sunnah Rasulullah terdapat keterangan tentang kisah Ayyub yang lebih jelas dan terperinci. Dari seluruh keterangan dalam Al-Qur'an dan hadis dapat diambil kesimpulan bahwa hidup Ayyub penuh dengan kenikmatan sebelum memperoleh ujian, kehidupannya makmur. Allah menganugerahkan harta, keluarga dan anak kepadanya, kemudian Allah berkehendak untuk mengujinya. Maka Dia mengambil harta dan anaknya, badannya pun berpenyakit. Orang-orang yang dikumpulkan oleh nikmat di sekelilingnya mulai menjauhinya. Orang dekat dan orang jauh menghindarinya. Yang masih baik kepadanya hanyalah istrinya dan dua orang dari sahabatnya yang mulia. 

Kedua orang ini sering mengunjunginya dan Ayyub terhibur karenanya. Salah seorang dari keduanya memikirkan keadaan Ayyub yang telah diuji sekian lama. Ayyub menanggung itu selama delapan belas tahun dan Allah belum mengangkat apa yang menimpanya. 

Terbersit di pikiran orang ini bahwa cobaan Ayyub itu mungkin dikarenakan dosa besar yang pernah diperbuat oleh Ayyub. Orang ini mengatakan apa yang ada di pikirannya kepada temannya, dan temannya ini pun tidak kuasa menyimpan apa yang dikatakan oleh rekannya. 

Dia mengatakan hal itu kepada Ayyub. Hal ini membuat Ayyub sangat bersedih, maka dia menceritakan keadaannya secara terbuka dan menepis anggapan tersebut. Pada waktu Ayyub sehat dan bugar, dia melihat dua orang saling bertikai dan keduanya menyebut nama Allah. Ayyub pulang ke rumahnya dan bersedekah atas nama keduanya, karena dia khawatir nama Allah disebut kecuali dalam kebenaran.

Di sanalah Ayyub menghadap kepada Tuhannya dengan doa memohon dari-Nya agar ujiannya diangkat, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (QS. Al-Anbiya: 83). "Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan." (QS Shad: 41

Allah menjawab doanya dan mengangkat ujian yang menimpanya. Allah Maha Berkuasa atas segala hal. Jika Dia menghendaki, sesuatu pastilah terjadi. Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mampu menghalangi-Nya.

Sudah menjadi kebiasaan Ayyub jika dia pergi buang hajat, dia diantar dan dituntun oleh istrinya karena badannya yang lemah. Jika Ayyub telah tiba di tempat yang dituju, istrinya membiarkannya menunaikan hajatnya. Setelah itu dia kembali menuntun suaminya pulang ke tempat tinggalnya.

Pada hari ketika Ayyub berdoa kepada Allah, dia terlambat kembali kepada istrinya yang sedang menunggunya. Allah mewahyukan kepada Ayyub agar menjejakkan kakinya yang lemah ke tanah, maka dari tempat yang dijejaknya itu memancarlah air. Allah meminta Ayyub agar minum air itu dan mandi darinya. Air itu menghilangkan penyakit di tubuhnya, lahir dan batin. 

Ayyub kembali sehat dan bersemangat pada saat itu juga. Kesehatan dan kekuatannya pulih seperti ia tidak pernah sakit.

Ayyub menemui istrinya dengan penuh semangat dan gairah seperti sebelum dia diserang penyakit. Ketika istrinya melihatnya, dia tidak mengenalinya walaupun dia melihatnya seperti suaminya yang dahulu sehat wal ’afiat.

Dia bertanya kepadanya tentang suaminya, seorang Nabi yang sakit-sakitan. Dia menyebutkan apa yang pernah dilihatnya dari suaminya pada saat suaminya masih sehat dan kuat. Dia sama sekali tidak menduga bahwa suaminya bisa sehat dan sembuh dari penyakitnya dalam waktu yang sesingkat itu, yaitu sewaktu dia terlambat untuk kembali kepadanya.

Kebahagiaannya begitu besar manakala dia melihat nikmat Allah kepada suaminya dalam bentuk kembalinya kesehatan dan kekuatan kepadanya. Sebagaimana Allah mengembalikan kesehatan dan kekuatannya, Allah juga mengembalikan hartanya yang hilang sebanyak dua kali lipat, serta menganugerahkan anak-anak kepadanya dua kali lipat pula. 

Allah mengirim dua awan yang tidak membawa hujan, tetapi membawa emas dan perak. Ayyub memiliki dua tempat penyimpanan hasil bumi. Yang pertama untuk gandum dan yang lain untuk jewawut. Awan pertama menumpahkan emas di tempat penyimpanan gandum dan awan kedua menumpahkan perak di tempat penyimpanan jewawut.

Pada waktu sakit Ayyub pernah marah kepada istrinya. Dia bernadzar, jika dia sembuh, dia akan memukulnya seratus kali. Setelah sembuh Ayyub merasa berat memukul istrinya yang selama dia sakit begitu sabar merawatnya, tetapi dia juga merasa berat karena tidak menunaikan nazar kepada Tuhannya. Maka Allah memberikan jalan keluar dan kemudahan. 

Dia memerintahkan Ayyub agar mengambil seikat batang gandum atau jewawut dan memukul istrinya dengan itu satu kali pukulan, dengan itu Ayyub telah menunaikan nazarnya dan tetap tidak menyakiti istrinya. Allah berfirman untuk Ayyub, "Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput, maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah." (QS. Shad: 44)

Ayyub adalah seorang yang gesit, dermawan dan humoris dalam kejujuran. Rasulullah telah memberitakan kepada kita di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nasa’i dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Manakala Ayyub sedang mandi telanjang, sekelompok belalang dari emas jatuh kepadanya, maka Ayyub memunguti dan menyimpannya di bajunya. Maka Tuhannya memanggilnya, 'Wahai Ayyub, bukankah Aku telah membuatmu kaya seperti yang kamu lihat?' Ayyub menjawab, 'Benar, ya Rabbi, akan tetapi aku selalu memerlukan keberkahan-Mu."

Versi Taurat
Barangsiapa membaca kisah Ayyub di dalam Al-Qur'an dan hadis yang sahih lalu membaca kisah ini dalam Taurat, maka dia akan meyakini bahwa salah satu sasaran pemaparan versi dalam Al-Qur'an dan penjelasan detail-detailnya di dalam hadis adalah untuk membongkar penyelewengan kisah ini menurut versi Bani Israil dan membebaskan Nabiyullah Ayyub dari tuduhan palsu dan dusta oleh orang-orang yang menyeleweng lagi zalim.

Menurut Syaikh Umar, klaim pertama yang harus diluruskan dan dikoreksi adalah klaim para penulis kisahnya dalam Taurat bahwa Ayyub bukan seorang Nabi. Dia hanyalah seorang laki-laki saleh lagi lurus. 

"Klaim kedua yang harus diluruskan dan dikoreksi adalah apa yang dikatakan oleh Taurat bahwa Ayyub marah kepada Tuhannya ketika menjalani cobaan," tutur Syaikh Umar. 

Kemarahan Ayyub kepada Tuhannya ini dipaparkan lewat perbincangan panjang antara Ayyub dan ketiga orang temannya. Walau Ayyub dengan imannya dan kepercayaannya kepada Tuhannya, dia tetap berbicara panjang kepada teman-temannya untuk menampakkan penderitaannya karena cobaan dari Allah, walaupun dia tetap baik, lurus dan melakukan kebaikan.

Dialog yang terjadi adalah dialog yang panjang. Melalui dialog ini para pengarangnya bermaksud untuk mengatasi masalah akidah, yaitu sebab-sebab Allah menurunkan ujian-Nya kepada orang saleh dan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa kepada-Nya dan teguh di atas perintah-Nya. 

Dialog itu mengangkat masalah ini dengan bahasa filsafat dan bahasa syair. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi menganggap bahwa Safar Ayyub adalah salah satu Safar hikmah.

Aneh jika Ayyub dalam Taurat adalah seorang pemarah dan pengeluh yang jauh dari pemahaman yang lurus, menolak berserah diri terhadap qadha dan qadar, dan bahwasanya teman-temannya adalah orang-orang yang mengerti dan mengetahui sehingga berusaha sepenuh daya guna untuk memberi pengertian, pelajaran dan mengembalikannya ke jalan yang benar.

Kedustaan semua itu ditunjukkan oleh hadis yang disampaikan oleh Rasulullah tentang kesabaran Ayyub dan keteguhannya untuk menerima apa yang menimpanya tanpa berkeluh kesah, sampai-sampai salah seorang temannya menduga sesuatu pada diri Ayyub. 

Dia melihat lamanya ujian yang menimpa Ayyub sebagai bukti bahwa Ayyub telah melakukan dosa besar, sehingga dia berhak menerima hukuman panjang ini. Ayyub membantah hal itu dengan menyebutkan kepada mereka tentang ketakwaan dan kebersihan hatinya semasa dia sehat wal afiat.

Apa yang ditetapkan oleh hadis menunjukkan bahwa Ayyub lebih memahami, lebih bertakwa, dan lebih mengetahui. Dia tidak bimbang. Bimbang ini tidak datang darinya, tetapi dari salah seorang temannya. 

Adalah benar ketika Taurat menyebutkan bahwa Ayyub mengerti, bertaubat, dan kembali kepada Allah. Akan tetapi, apa yang disebutkan oleh Taurat bahwa Ayyub mengeluh, merasa sempit dan marah, ini tidaklah benar sama sekali. 

Taurat sesuai dengan Al-Qur'an dalam memberitakan bahwa Ayyub dulunya adalah orang yang kaya sebelum ditimpa musibah. Dia memiliki keluarga dan anak, dan bahwa Allah mengambil harta dan anaknya sebagaimana ujian menimpa jasadnya, lalu Allah mengembalikan keluarga, anak, serta hartanya kepadanya setelah Ayyub sembuh.

Akan tetapi, Taurat menyembunyikan hakikat manakala mengklaim bahwa Allah memberi ganti harta kepada Ayyub melalui hadiah dari saudara-saudara dan kawan-kawannya. 

Padahal, dari hadis Rasulullah kita mengetahui bagaimana Allah melimpahkan harta kepada Ayyub dalam bentuk emas dan perak melalui awan. Kembalinya harta kepada Ayyub bukan melalui hadiah dari kerabat dan teman-temannya.

Taurat sesuai dengan Al-Qur'an dalam urusan penyakit yang menimpa tubuh Ayyub, yaitu dari setan. Namun perincian-perincian yang disebutkan oleh Taurat dalam perbincangan antara Allah dengan setan tidaklah benar.

Hal itu menyelisihi kaidah-kaidah syariat yang pokok lagi baku. Allah tidak berbincang dengan setan setelah Dia mengusirnya dari rahmat-Nya, walaupun terkadang Dia mengizinkan untuk menimpakan penyakit kepada hamba-hamba-Nya karena sesuatu perkara yang diinginkan olehNya.
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: