Raja Kisra Berakhir Tragis karena Hina Nabi, Bandingkan dengan Raja Heraclius yang Hormat

Raja Kisra Berakhir Tragis karena Hina Nabi, Bandingkan dengan Raja Heraclius yang Hormat
Surat nabi kepada raja-raja. Ilustrasi/al-arabiya
RESPON Raja Kisra begitu keras ketika menerima surat Nabi Muhammad SAW yang dibawa Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi. Ia langsung menyobek surat tersebut begitu mengetahui isinya.

“Aku memberikan surat Rasulullah SAW pada raja Persia. Kemudian ia mengambil surat tersebut lalu merobek-robeknya," ujar Abdullah berkisah.

Tatkala kabar itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau pun berdoa agar Allah mengoyak kerajaannya. 

Raja Kisra lantas menyurati gubernurnya di Yaman, Badzan, agar mengirim dua orang terkuatnya kepada Nabi Muhammad. Selang beberapa saat, mereka berdua tiba di Madinah dan menyerahkan surat Badzan untuk Rasulullah SAW.

Nabi tersenyum setelah mengetahu isi suratnya. Mereka kemudian diperintahkan untuk pulang dan balik keesokan harinya. “Sampaikan kepada teman kalian (Badzan) bahwa Tuhanku sudah membunuh Kisra, tuannya, malam ini, tujuh jam yang lalu,” kata Nabi Muhammad kepada dua utusan tersebut. 

Kisah penyobekan surat Nabi oleh raja Kisra ini diabadikan dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad, Baihaqi, Ahmad dan lainnya.

Dan dalam satu riwayat, tatkala Nabi melihat kumis dua utusan Yaman itu dipintal, sedang rambut di pipi dan jenggot mereka di potong, maka Nabi SAW berpaling dari mereka dan berkata: “Celaka kalian! Siapakah yang memerintahkan kalian berbuat seperti ini (yaitu memintal kumis dan mencukur rambut pipi dan jenggot)?”

Mereka berkata :”Yang memerintahkan kami adalah Tuhan kami” (yang mereka maksud adalah Raja Persia)”. Maka Nabi pun menjawab: “Akan tetapi Rabbku menyuruhku agar aku memelihara jenggotku dan supaya aku memotong kumisku”. 

Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah kalian! dan datanglah besok supaya aku kabarkan kepada kalian apa yang aku ingin kabarkan.”

Kemudian mereka berdua pun datang pada keesokan harinya, lalu Nabi SAW bersabda. “Sampaikanlah pada saudara kalian (Badzan) bahwasanya Rabbku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) telah membunuh Tuhannya (yaitu Raja Persia) tadi malam.”

Maka merekapun mendapati hal itu sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [As-Shahihah Al-Albani 1429].

Benar saja, putra Kisra yang bernama Syuriyah sendiri lah yang membunuhnya. Kekuasaan Kerajaan Kisra juga terkikis sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya hilang total setelah kalah menghadapi serangan pasukan umat Islam pada 637 M atau delapan tahun setelah Nabi berdoa. 
Di dalam kisah ini Nabi SAW telah mengetahui akan kebinasaan Raja Persia di saat berani (menyobek) surat beliau dan tidak menghormati beliau.

Beliau mengetahui hal ini karena Allah telah menetapkan untuk membinasakan orang yang membenci RasulNya, dan menyegerakan baginya kehancuran.

Allah berfirman: "Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus” [Al-Kautsar : 3]

Dan kebenaran dari (sabda Nabi SAW) bahwa raja Persia telah dibunuh oleh anaknya sendiri, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Baari. [7/733-734]

Dan peristiwa ini adalah termasuk dari kesempurnaan mukjizat (dalam terjadinya) permusuhan di antara komponen umat yang satu.

Bagaimana tidak? Sedangkan pada peristiwa yang terjadi di atas adalah dalam satu rumah, hal ini adalah bukti firman Allah dalam surat Al-Maidah : 64

“Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat” 

Raja Heraclius
Merujuk The Great Episodes of Muhammad SAW (Said Ramadhan al-Buthy, 2017) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), Penguasa Romawi Timur (Byzantium), Raja Heraclius, juga mendapat surat yang sama dari Rasulullah.

Heraclius dikenal sebagai raja yang digdaya. Di bawah pemerintahannya, Romawi Timur memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Ia berhasil mengalahkan Persia yang mencoba menyerang wilayahnya. Bahkan menyerang balik hingga ke jantung wilayah Persia. 

Heraclius juga berhasil merebut Palestina dan menegakkan kekuasaannya berlandaskan agama Kristen di sana.

Adalah Dihyah al-Kalbi yang ditugaskan Nabi Muhammad untuk menyampaikan surat kepada Raja Heraclius. Dihyah menyampaikan surat itu kepada Gubernur Bashra untuk kemudian disampaikan kepada Raja Heraclius.

Setelah membaca surat dari Nabi, Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan. Semula Heraclius disebutkan ‘mempercayai’ kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad. Namun karena para pembesar dan rakyatnya tidak menghendaki rajanya menjadi seorang Muslim, maka Heraclius tetap mempertahankan agama lamanya, Kristen.

Dalam satu kesempatan, Heraclius juga pernah berbicara dengan Abu Sufyan bin Harb tentang Nabi Muhammad. Dalam obrolan itu, Heraclius menyampaikan beberapa pertanyaan terkait Nabi Muhammad—mulai dari nasab hingga akhlaknya.

Abu Sufyan mengonfirmasi semua pertanyaan yang diajukan Heraclius tersebut. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Heraclius mengaku kalau Rasulullah akan keluar. Namun ia tidak menyangka kalau Rasulullah muncul dari bangsa Arab Makkah.

“Seandainya aku tahu bahwa aku akan sampai kepada (masa)nya, pasti aku sangat ingin bertemu dengannya. Seandainya aku ada di hadapannya, pasti aku basuh kakinya,” kata Heraclius.

Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan kepada Abu Sofyan Heraclius mengatakan, "aku telah mengetahui kalau dia akan muncul, tetapi aku tidak menyangka kalau dia berasal dari golongan kalian.' 
Pelajaran
Ibnu Taimiyah berkata: “Nabi SAW telah menulis surat kepada raja Persia dan Romawi, dan keduanya tidak masuk Islam, akan tetapi raja Romawi memuliakan surat Rasulullah SAW dan juga utusan beliau, maka negerinya tetap jaya, sehingga dikatakan bahwa kerajaan itu tetap ada pada anak keturunannya hingga hari ini."

Adapun raja Persia telah merobek surat Rasulullah SAW dan menghina beliau SAW, maka Allah menghancurkan kerajaannya dengan sehancur-hancurnya sehingga tidak terdapat setelah itu kerajaan Persia. Ini adalah bukti firman Allah. “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah orang yang terputus” [Al-Kautsar : 3]

Maka siapapun yang membenci dan memusuhi Rasulullah SAW, niscaya Allah akan menghancurkannya dan membinasakan diri dan jejaknya. 

Dikatakan pula bahwa ayat ini turun tentang Al-‘Ash bin Wail atau Uqbah bin Abi Mu’id atau juga tentang Kaab bin Malik Al-Asraf. Mereka adalah orang-orang kafir yang binasa lantaran memusuhi Rasulullah SAW.

Sedangkan engkau telah mengetahui azab Allah kepada mereka, telah disebutkan dalam pepatah yang umum. “Daging para ulama adalah racun” Maka bagaimanakah dengan daging para Nabi ? [As-Sorim Al-Maslul hal. 164-165 Fathul Baai I/44]

Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa yang mirip dengan hal ini adalah apa yang diceritakan oleh beberapa kaum muslimin yang dapat dipercaya, ahlu fiqih dan ilmu, tentang apa yang telah mereka alami berulang kali dalam pengepungan benteng-benteng dan kota-kota pesisir di Negeri Syam.

Tatkala kaum muslimin mengepung Bani Asfar (bangsa Mongol) di zaman kita ini, mereka berkata : “Kami dahulu mengepung suatu benteng dan kota selama satu bulan atau lebih sehingga hampir putus asa, akan tetapi tiba-tiba nampak pada kami bahwa penduduknya mulai mencaci Rasullullah SAW dan mencaci pribadi beliau, maka kami pun disegerakan dan dimudahkan untuk menaklukkan kota itu. 

Dan tidak sampai satu atau dua hari atau semisal itu, negeri itu ditaklukkan secara paksa dan terjadi peperangan besar”.

Surat Al-Kautsar
Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Surat Al-Kautsar, alangkah agungnya surat ini dan alangkah banyak ilmu padanya meskipun surat ini pendek. Hakekat maknanya bisa dimengerti dari akhir surat tersebut, sesungguhnya Allah SAW akan memutus segala kebaikan orang yang membenci Rasulullah SAW.

Allah Ta’ala akan memutus penyebutannya, keluarga, dan hartanya. Maka rugilah ia di akhirat kelak. Dan Allah SAW akan memutus kehidupannya sehingga tidak bermanfaat, (sehingga) ia tidak berbekal kebaikan untuk akhiratnya.

Dan AllahTa’ala akan memutus hatinya, (hingga) ia tidak memperhatikan kebaikan, dan tidak mempersiapkan hatinya untuk mengetahui dan mencintai kebaikan serta beriman kepada RasulNya, dan terputus amalannya sehingga tidak ia tidak bisa menggunakannya dalam kataatan. Allah Ta’ala juga memutusnya dari penolong sehingga ia tak mendapatkan seorang penolong pun atau pembantu. Dan memutusnya dari segala amal saleh yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, sehingga ia tidak dapat merasakan amal-amal saleh itu rasa manis dalam hatinya, meskipun dalam fisiknya ia melakukan amal-amal saleh itu namun hatinya kosong. 
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: