Prestasi Umar bin Khattab Selama Menjadi Khalifah
Prestasi Umar bin Khattab selama menjadi khalifah yang paling menonjol adalah berdirinya Kedaulatan Islam. Di samping Irak dan Syam yang sudah bergabung ke dalam Kedaulatan Islam, kemudian juga meliputi Persia dan Mesir .
Dengan demikian perbatasan kedaulatan Islam sudah mencapai Cina di sebelah timur, Afrika di sebelah barat, Laut Kaspia di bagian utara dan Sudan di selatan.
"Berdirinya Kedaulatan besar dalam sepuluh tahun itu sudah tentu merupakan suatu mukjizat," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (Pustaka Litera AntarNusa, 2000).
Mukjizat itu, menurutnya, tampak sekali setelah kedua imperium besar, Romawi dan Persia yang berkuasa masa itu, bertekuk lutut di tangan muslim yang selama bertahun sebelum itu saling bermusuhan, tak pernah tenang dan tak pernah hidup tenteram.
Bahwa mukjizat itu menjadi sempurna pada masa Umar dan dengan bimbingannya pula, sudah tentu ini berarti bahwa dia adalah orang besar.
Tanda-tanda kebesarannya itu memang sudah tampak sejak masa Rasulullah dan di masa Abu Bakar. Penilaian itu bertambah lagi dengan kemenangan yang dicapai Muslimin sesudah mereka, yang berlanjut sampai beberapa tahun berikutnya.
Dari generasi ke generasi orang sudah membuktikan bahwa lahirnya Kedaulatan atau Imperium ini bukanlah produk kepiawaian perang seorang jenius yang bertahan atau hilang karena adanya Kedaulatan itu, tetapi berdirinya itu atas dasar akhlak yang kukuh serta dilandasi oleh peradaban yang sehat.
Kalau benar pujian orang atas kebesaran Julius Caesar, Iskandar Agung, Jengis Khan dan Napoleon karena mereka telah membangun imperium-imperium besar, maka kebesaran Umar bin Khattab dengan segala peninggalannya yang sangat berharga itu jauh lebih pantas mendapat pujian.
Michael H. Hart dalam bukunya yang diterjemahan H. Mahbub Djunaidi berjudul "Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah" (Dunia Pustaka Jaya, 1982) menulis dalam masa kepemimpinan 10 tahun Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab.
Tak lama sesudah Umar pegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium.
Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian.
Menjelang tahun 641, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki.
Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum `Umar naik jadi khalifah.
Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan Umar. Menjelang tahun 641, seluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab.
Dan bukan cuma itu: pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia.
Menjelang wafatnya Umar di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar wafat.
Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Sama pentingnya dengan makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar adalah kepermanenan dan kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah peroleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya di-Arabkan hingga saat kini.
Umar sudah barang tentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab.
Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat.
Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. "Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun aspek agama bukannya tidak memainkan peranan," ujar Hart.
Menurut Hart, keberhasilan Umar betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal penyerbuan oleh Islam.
Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat, diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang ini.
Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan di bawah pemerintahannya tetap menjadi Arab hingga kini. Jelas, tentu saja, Nabi Muhammad penggerak utamanya jika dia harus menerima penghargaan terhadap perkembangan ini.
Akan tetapi, kata Hart, akan merupakan kekeliruan berat apabila kita mengecilkan saham peranan Umar. Penaklukan-penaklukan yang dilakukannya bukanlah akibat otomatis dari inspirasi yang diberikan Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan `Umar yang brilian.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment