“Kalau begitu, biarlah aku mati,” ucap Pocut Meuran Intan
Ia sembuh, tetapi kondisi tubuhnya tidak lagi sekuat sebelumnya. Kemudian, bersama putranya, Pocut Meurah Tuanku Budiman dimasukkan ke penjara
- See more at: http://atjehpost.com/read/2013/03/15/43906/0/39/Kalau-begitu-biarlah-aku-mati-ucap-Pocut-Meuran-Intan#sthash.hwO5tFXS.dpuf
Pocut Meurah Intan seorang puteri bangsawan dari kalangan Kesultanan Aceh. Ayahnya Keujruen Biheue berasal dari keturunan Pocut Bantan. Pocut Meurah menikah dengan Tuanku Abdul Majid, salah seorang anggota keluarga Sultan Aceh. Ia seorang pejabat bea cukai pelabuhan yang gigih menantang kehadiran Belanda.
Dari pernikahannya dengan Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah mendapat tiga anak laki-laki. Belanda mencatat, bahwa Pocut Meurah salah satu figur dari Kesultanan Aceh yang paling anti Belanda. Dalam laporan kolonial (Koloniaal Verslag) tahun 1905, sampai tahun 1904, satu-satunya tokoh dari kalangan Kesultanan Aceh yang belum menyerah dan tetap bersikap anti terhadap Belanda adalah Pocut Meurah Intan.
Semangat anti Belanda yang teguh itulah yang diwariskannya pada puteranya sehingga mereka bersama-sama dengan pejuang Aceh lainnya menentang Belanda.
Ia bercerai dengan suaminya karena Tuanku Abdul Majid menyerahkan diri kepada Belanda. Lalu ia mengajak anak-anaknya terus berperang. Dua diantara anaknya, Tuanku Muhammad Batee dan Tuanku Nurdin, kemudian menjadi terkenal sebagai pemimpin pergerakan.
Intensitas patroli Belanda yang semakin meningkat, membuat Pocut Meuran Intan bersama kedua putranya tertangkap marsose. Namun, sebelum tertangkap, ia masih sempat melakukan perlawanan yang amat mengagumkan pihak lawan.
Valtman, pemimpin pasukan Belanda yang berpengalaman di Aceh dan baik hati, menyebutnya sebagai heldhaftig (gagah berani). “Kalau begitu, biarlah aku mati,” ucap Pocut Meuran Intan. Lalu ia mencabut rencongya menyerbu brigade tempur Belanda. Ia mengalami luka parah. Terbaring di tanah digenangi darah dan lumpur.
Veltman mengira ia tewas lalu meninggalkannya. Kata Valtman, biar dia meninggal ditangan bangsanya sendiri. Pocut Meuran Intan ternyata masih hidup. Ia diselamatkan. Veltman kemudian mengirim dokter untuk merawat luka-lukanya.
Namun, Pocut Meuran menolak dokter Belanda itu. Ia sembuh, tetapi kondisi tubuhnya tidak lagi sekuat sebelumnya. Kemudian, bersama putranya, Pocut Meurah Tuanku Budiman dimasukkan ke penjara. Sementara putranya yang lain, Tuanku Nurdin tetap melanjutkan perjuangan sampai kemudian ditahan oleh Belanda.
Pocut Meurah Intan yang pincang dengan kedua putranya 6 Mei 1905 kemudian diasingkan ke Blora, Jawa. Pada 19 Septembar 1937 Pocut Meurah Intan meninggal.
Dari pernikahannya dengan Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah mendapat tiga anak laki-laki. Belanda mencatat, bahwa Pocut Meurah salah satu figur dari Kesultanan Aceh yang paling anti Belanda. Dalam laporan kolonial (Koloniaal Verslag) tahun 1905, sampai tahun 1904, satu-satunya tokoh dari kalangan Kesultanan Aceh yang belum menyerah dan tetap bersikap anti terhadap Belanda adalah Pocut Meurah Intan.
Semangat anti Belanda yang teguh itulah yang diwariskannya pada puteranya sehingga mereka bersama-sama dengan pejuang Aceh lainnya menentang Belanda.
Ia bercerai dengan suaminya karena Tuanku Abdul Majid menyerahkan diri kepada Belanda. Lalu ia mengajak anak-anaknya terus berperang. Dua diantara anaknya, Tuanku Muhammad Batee dan Tuanku Nurdin, kemudian menjadi terkenal sebagai pemimpin pergerakan.
Intensitas patroli Belanda yang semakin meningkat, membuat Pocut Meuran Intan bersama kedua putranya tertangkap marsose. Namun, sebelum tertangkap, ia masih sempat melakukan perlawanan yang amat mengagumkan pihak lawan.
Valtman, pemimpin pasukan Belanda yang berpengalaman di Aceh dan baik hati, menyebutnya sebagai heldhaftig (gagah berani). “Kalau begitu, biarlah aku mati,” ucap Pocut Meuran Intan. Lalu ia mencabut rencongya menyerbu brigade tempur Belanda. Ia mengalami luka parah. Terbaring di tanah digenangi darah dan lumpur.
Veltman mengira ia tewas lalu meninggalkannya. Kata Valtman, biar dia meninggal ditangan bangsanya sendiri. Pocut Meuran Intan ternyata masih hidup. Ia diselamatkan. Veltman kemudian mengirim dokter untuk merawat luka-lukanya.
Namun, Pocut Meuran menolak dokter Belanda itu. Ia sembuh, tetapi kondisi tubuhnya tidak lagi sekuat sebelumnya. Kemudian, bersama putranya, Pocut Meurah Tuanku Budiman dimasukkan ke penjara. Sementara putranya yang lain, Tuanku Nurdin tetap melanjutkan perjuangan sampai kemudian ditahan oleh Belanda.
Pocut Meurah Intan yang pincang dengan kedua putranya 6 Mei 1905 kemudian diasingkan ke Blora, Jawa. Pada 19 Septembar 1937 Pocut Meurah Intan meninggal.
No comments:
Post a Comment