Kereta Hijaz Utsmaniyah, Jadwal Berangkat Sesuaikan Waktu Shalat
SULTAN ABDUL HAMID II diangkat manjadi khalifah dimana Daulah Utsmaniyah dalam kondisi genting, baik karena ada gejolak politik dari dalam maupun serangan musuh dari luar. Sultan Abdul Hamid II dengan kekuatan yang ada memulai langkah untuk menyatukan wilayah Muslim dengan proyek yang amat besar, yakni membangun rel kereta api untuk menyambungkan Istanbul menuju Madinah. Pembangunan rel itu disamping untuk menjaga tanah-tanah suci dari serangan musuh, juga untuk mempermudah perjalanan jama’ah haji menuju Al Haramain. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 18)
Pembangunan jalur kereta api menuju Madinah dimulai pada tahun 1900. Pada tahun 1902, pembangunan jalur kereta api sampai di Amman. Sedangkan pada tahun 1906, rel dibangun sampai di Madain. Pada tahun 1908, pembangunan rel sampai kota Madinah. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 151)
Selama delapan tahun, panjang jalur kereta api yang berhasil dibangun mencapai 1464 km, dengan ditambah jalur-jalur cabang yang mencapai 1900 km. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 152)
Pengorbanan Besar
Pembangunan jalur kereta itu selesai dengan pengorbanan yang tidak kecil, terutama bagi pasukan Daulah Utsmaniyah yang memiliki peran besar dalam proses pembangunan proyek tersebut. Banyak dari pasukan Utsmaniyah yang gugur selama proses pembangunan, baik karena kehausan, kelaparan, kecelakaan kerja atau serangan dari badui Arab. Tercatat tahun 1908, terjadi lebih dari 126 kali serangan dari kaum badui. Mereka yang gugur pun dimakamkan sepanjang jalur kereta api hingga menuju kota Madinah. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 153, 154)
Disamping banyaknya korban yang berjatuhan, pembangunan jalur kereta ini juga memakan biaya yang cukup besar, yakni 8 juta lira. Sedangkan pada waktu itu, Daulah Utsmaniyah mengalami krisis dengan banyaknya hutang, baik dalam negeri maupun luar negeri. Akhirnya, untuk pertama kalinya, Daulah Utsmaniyah menjadikan sumbangan sebagai sumber utama proyek pembangunan. Sultan Abdul Hamid II pun memulai dengan memberikan sumbangan sebesar 50 ribu lira. Akhirnya umat Islam dari seluruh penjuru dunia pun memberikan sumbangan untuk Daulah Utsmaniyah, demi terwujudnya proyek ini. Dari sumbangan itu terkumpullah uang yang cukup untuk membangun sepertiga dari proyek. Selebihnya Daulah Utsmaniyah memotong gaji para pegawainya untuk menutupi kekurangan itu. Meski demikian, tidak ada keluhan dari warga Turki karena besarnya biaya proyek tersebut. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 156-158)
Non-Muslim Tidak Bisa Melanjutkan Perjalanan Memasuki Madinah
Akhirnya, setelah berhasil melalui masa-masa sulit dalam mewujudkan jalur kereta Hijaz, pada September 1908, dilakukan perayaan atas pemberangkatan kereta pertama menuju Madinah. Sebagaimana para pekerja proyek non Muslim hanya bisa melakukan tugas sampai Madain Shalih sedangkan proyek jalur menuju Madinah dikerjakan oleh para insinyur Muslim, para penumpang non Muslim pun tidak bisa melanjutkan perjalanan menuju kota Madinah, karena wilayah Al Haramain hanya untuk kaum Muslim. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 159)
Jadwal Pemberangkatan Disesuaikan dengan Waktu Shalat
Kereta Hijaz dijalankan dengan menyesuaikan waktu-waktu shalat. Jika di tengah perjalanan waktu shalat tiba, maka kereta berhenti dan seluruh penumpangnya melaksanakan shalat di gerbong khusus. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 160)
Kereta Hijaz Membawa “Ash Shurrah Ash Shulthaniyah”
Telah berjalan tradisi, bahwasannya sultan mengirim harta untuk pembiayaan kemakmuran Al Haramain yang biasa disebut “Ash Shurrah Ash Shulthaniyah” melalui jalan darat dalam waktu tiga bulan sekali. Kemudian pada tahun 1864, harta diantar melalui perjalanan laut. Pada tahun 1908 harta itu diantar melalui kereta Hijaz. Dengan kereta, maka waktu tempuh perjalanan menjadi lebih singkat dan tidak melelahkan. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 160)
Memasuki Madinah, Kereta Berjalan Amat Pelan
Ketika memasuki kota Madinah, kereta berjalan dengan amat lamban, hal ini dilakukan untuk menghormati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Para penumpang pun turun dengan tenang, hingga tidak menimbulkan kegaduhan di kota suci itu. Dan untuk menjaga kesucian bumi kota Madinah, maka rel kereta di Madinah dicuci dan disiram dengan air mawar setiap harinya di waktu-waktu yang telah ditetapkan. (Madzahir Hadhariyah min Ats Tsaqafah Al Utsmaniyah, hal. 18-19)
No comments:
Post a Comment