Peran Madrasah dalam Hadapi Krisis
Abu Al Abbas Ahmad Al Khatibi mengisahkan,”Suatu saat kami duduk di halaqah Al Ghazali. Ia berkata,’Ayahku wafat dan meninggalkan untukku dan saudaraku harta yang sedikit lalu ia habis, di mana kami tidak memiliki makanan. Akhirnya kami pergi menuju sebuah madrasah untuk belajar fiqih, namun tidak ada niatan kacuali untuk memperoleh makanan. Waktu itu belajar kami untuk memperoleh makanan bukan karena Allah, namun akhirnya kita tidak melakukannya kacuali karena Allah. (Tarikh Al Islam, 35/127)
Dari apa yang diungkapkan oleh Imam Al Ghazali, bukan hanya masalah ikhlas dalam menunutut ilmu, namun bisa diketahui bahwasannya madrasah tidak hanya melayani para penuntut ilmu di bidang pendidikan, namun madrasah juga mencukupi kebutuhan nutrisi mereka di saat normal, apa lagi di masa krisis.
Madrasah Memiliki Cadangan Logistik
Karena harus memenuhi kebutuhan pangan, maka madrasah juga memiliki gudang untuk penyimpanan makanan, minuman serta obat-obatan.Dalam Tarikh Mukhstashar Ad Duwal digambarkan men paragenai keadaan madrasah Al Mustanshiriyah, yang dibangun oleh Khalifah Al Mustanshir dari Bani Abbas.Guru di madrasah itu berjumlah 75 ulama untuk setiap madzhab.Sedangkan dalam madrasah itu ada empat madzhab yang diajarkan. Jika jumlah gurunya cukup banyak, lebih banyak lagi jumlah muridnya.Namun, meski banyak yang tinggal di madrasah itu, mereka semuanya memperoleh jatah makanan.”Dan madrasah itu memiliki gudang penyimpanan yang di dalamnya segala hal yang dibutuhkan apa yang dimasak dari makanan.Dan ada pula gudang lainnya di dalamnya berbagai macam minuman dan obat-obatan.”(Tarikh mukhtashar Ad Duwal 1/150)
Logistik Madrasah Disuplai dari Hasil Wakaf Tanah Pertanian dan Wakaf Produktif Lainnya
Shalahuddin Al Ayyubi telah mewakafkan untuk keperluan para fuqaha` dan para penuntut ilmu di madrasah Al Qamhiyah sebuah qaishariyah (bangunan yang terdiri dari banyak toko) Al Warraqin, juga tanah di Al Fayyum. Tiap bulannya, mereka memperoleh jatah gandum (qamh) dari tanah di Al Fayyum, itulah sebabnya madrasah itu dikenal dengan madrasah Al Qamhiyah. (Al Khithath, 2/364) Di masa Al Maqrizi hidup (845 H), madrasah Al Qamhiyah masih bertahan, ia menyampaikan,”Bangunan-bangunan yang berada di sekeliling madrasah telah roboh, kalau sekiranya bukan karena apa yang diperoleh para fuqaha` niscaya madrasah itu sudah musnah.” (Al Khithath, 2/364)
Di masa Shalahuddin Al Ayyubi, juga dibangun madrasah As Suyufiyah, debutan As Suyufiyah, karena letaknya berhadapan dengan pasar Suyufiyun. Madrasah itu diwakafkan untuk para penganut madzhab Al Hanafi dan Shalahuddin Al Ayyubi mengangkat Syeikh Majduddin Muhammad bin Muhammad sebagai pengajar, sekaligus sebagai nadhir, dan untuknya 11 dinar tiap bulannya. Dan untuk kehidupan guru serta para penuntut ilmu, Shalahuddin mewakafkan 32 toko. Wakaf madrasah itu sendiri tercatat pada 19 Sya’ban 572 H. Madrasah As Suyufiyah tercatat masih bertahan hingga abad ke 13 hijriyah, di mana Al Jabrati mencatat bahwa Abdurrahman Katakhda (1190 H) memiliki andil dalam memakmurkan madrasah tersebut. (‘Aja`ib Al Atsar, 1/392)
Shalahuddin Al Ayyubi juga mencukupi pengajar madrasah Ash Shalahiyah di samping makam Imam Asy Syafi’i dengan gaji sebesar 40 dinar tiap bulannya, 10 dinar sebagai nadhir, 60 rithl Mesir roti tiap harinya. Untuk mencukupi kebutuhan murid dan guru, juga diwakafkan hammam (pemandian umum), pabrik roti, serta tanah di tengah sungai Nil yang disebut jazirah Fil. (Al Khithath, 2/400)
Sedangkan untuk madrasah Asy Syarifiyah, Shalahuddin mewakafkan 30 toko untuk kesejahteraan penghuninya. Di masa Al Maqrizi (845 H), madrasah Asy Syarifiyah tetap bertahan, dan ia menyampaikan,”Kalau sekiranya bukan karena gaji yang diperoleh para fuqaha’, maka benar-benar madrasah itu sudah roboh.” (Al Khithath, 2/364)
Logistik Madrasah untuk Para Penuntut Ilmu dan Masyarakat Umum
Ibnu Bathuthah merupakan seorang pengelana Muslim yang melakukan pengembaraan di berbagai penjuru dunia.Padahal Ibnu Bathuthah bukanlah seorang pedagang kaya yang memiliki banyak harta.Ia melakukan perjalanan amat jauh, tanpa merasakan bahwa dirinya sebagai orang asing. Karena di berbagai belahan dunia Islam ada yang menyambutnya, menampungnya, dan memberinya makanan. Pihak yang menyediakan penginapan, makanan dan tempat berteduh bagi Ibnu Bathuthah adalah madrasah-madrasah serta zawiyah-zawiyah kaum shufi. Hal itu bukanlah bagian dari bentuk penghormatan bagi mereka yang memang membutuhkan bantuan, namun itulah bagian fungsi madrasah. (lihat, Asanid Mishriyin, hal. 36,37)
Dengan demikian, madrasah memiliki peran dalam ketahanan pangan, tidak hanya bagi para guru dan penuntut ilmu, namun juga bagi masyarakat luas yang memang membutuhkan bantuan.
Rep: Sholah Salim
Editor: Thoriq
No comments:
Post a Comment