Kisah Ketika Bilal Bin Rabah Adzan di Atas Reruntuhan Berhala saat Fathu Makkah
Kisah Bilal bin Rabah menyenandungkan Adzan di atas reruntuhan berhala pada saat Fathu Makkah atau Pembebasan Makkah sungguh mengharukan. Kedua telapak kaki Bilal bin Rabah menginjak bagian-bagian berhala yang telah hancur berserakan. Berhala-berhala yang sebelumnya dijadikan 'tuhan' oleh orang-orang Quraisy.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menceritakan pada peristiwa pembebasan ini orang-orang Quraisy tidak melakukan perlawanan yang berarti, dan sebagian besar sudah menyerah sebelum berperang.
Ketika Nabi Muhammad SAW bersama kaum Muhajirin dan Anshar masuk ke dalam masjid, beliau menghampiri Hajar Aswad, menciumnya, berthawaf di sekeliling Ka’bah, sambil memegang busur.
Pada waktu itu di sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala. Kemudian beliau menunjuk busurnya ke arah berhala-berhala tersebut sambil mengucapkan ayat:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” ( QS Al-Isra’ : 81 )
قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ
“Katakanlah: ‘Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.’” ( QS Saba’ : 49 )
Seketika itu pula seluruh berhala di hadapan beliau roboh. Kemudian beliau melakukan thawaf sambil menunggang unta dan tidak berpakaian ihram. Setelah sempurna, beliau memanggil Ustman bin Thalhah dan memerintahkannya untuk mengambil kunci Ka’bah.
Rasulullah SAW memasuki Ka’bah dengan ditemani Bilal bin Rabah. Baru saja masuk beliau melihat berbagai gambar, di antaranya ada gambar Ibrahim dan Ismail yang sedang berjudi menggunakan anak panah.
Rasulullah marah, dan bersabda, “semoga mereka dihancurkan Allah. Tak pernah nenek moyang kita melakukan perjudian demikian. Dan Ibrahim itu bukanlah seorang Yahudi, bukan pula seorang Nasrani, tetapi seorang yang beragama suci dan seorang Muslim, dan sekali-kali bukan dari golongan orang musyrik.”
Respons Kafir Quraisy
Keluar dari Ka’bah, Rasulullah berpidato dan mengadakan beberapa dialog dengan orang-orang Quraisy, kemudian tibalah waktunya untuk sholat Dzuhur. Atas perintah Nabi, Bilal bin Rabah naik ke atas Ka’bah, menaruh tangan ke telinganya, lalu mengumandangkan dengan adzan, irama khasnya kalimat-kalimat yang menegaskan kesaksian akan keesaan Allah dan kenabian Muhammad, yang dahulu sangat diharamkan kaum kafir Quraisy. “Allahuakbar, Allahuakbar…”
Suara Bilal bin Rabah, dan ucapan yang diulang kaum Muslim sesudah mendengar setiap kalimat Azan, terdengar oleh musuh-musuh Tauhid. Mereka sangat terganggu sehingga Shafwan bin Umayyah dan Khalid bin Usaid berkata, “Syukurlah bahwa moyang kita meninggal tanpa mendengar suara budak Ethiopia ini.”
Ketika mendengar Bilal mengucapkan “Allahuakbar”, Suhail bin ‘Aruar menutup mukanya dengan sapu tangan.
Kemudian al-Harits bin Hisyam berkata, “Demi Allah, andaikan saja aku tahu bahwa itu adalah benar, tentu aku akan mengikutinya.”
Mereka tak hanya merasa risau karena mendengar suara Bilal bin Rabah, tetapi juga merasakan siksaan mental karena berbagai bagian dari Adzan yang sepenuhnya bertentangan dengan kepercayaan mereka yang turun-temurun.
Sementara itu, Abu Sufyan berkata, “Aku tidak akan mengatakan sesuatu tentang masalah ini, karena petugas bagian informasi Muhammad sangat terampil sehingga aku khawatir kalau-kalau butir pasir di masjid dapat mengabarinya tentang percakapan kita.”
Nabi setelahnya kemudian menemui mereka dan berkata, “Aku sudah tahu apa yang kalian ucapkan.”
Lalu beliau memberitahukan apa saja yang mereka ucapkan itu. Al-Harits dan Khalid kemudian berkata, “Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah. Demi Allah, tak seorang pun yang mendengar yang kami ucapkan, dan tidak pula kami memberitahukannya kepada seseorang.”
Bilal adalah sebuah contoh, sebuah lambang kesetaraan di dalam Islam. Bilal, yang dulunya seorang budak terhina, kini oleh Islam diakui lebih mulia, lebih bernilai, lebih besar jasanya, dan diperlakukan lebih terhormat dari siapa pun di kalangan ningrat di kalangan masyarakat Arab saat itu.
Bilal tegak berdiri sholat di baris terdepan pada deret para bangsawan Quraisy dan Muhajirin. Dia menjadi salah satu tokoh yang dicintai dan cemerlang, sementara tokoh-tokoh yang paling menonjol sebelum kehadiran Islam bahkan pada zaman itu pun, berjajar sholat di belakangnya.
(mhy) Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment