Surat Yasin Ayat 68: Siklus Usia Manusia dan Ketika Umur Panjang Menjadi Tak Bernilai

Surat Yasin Ayat 68: Siklus Usia Manusia dan Ketika Umur Panjang Menjadi Tak Bernilai
Surat Yasin ayat 68 berisi perintah Allah bagi kita untuk merenungi perubahan manusia dalam siklus umurnya. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Surat Yasin ayat 68 berisi perintah Allah bagi kita untuk merenungi perubahan manusia dalam siklus umurnya. Pada ayat sebelumnya telah dinyatakan bahwa Allah SWT bisa saja seketika membutakan atau mengubah wujud mereka yang berbuat dosa, namun Ia menundanya sampai Hari Pembalasan tiba.

Allah Taala berfirman:

وَمَن نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ


Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian-(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? (QS Yasin : 68)

Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Allah mengabarkan kepada anak cucu Adam apabila ia dipanjangkan umurnya maka Allah akan kembalikan mereka ke dalam keadaan lemah setelah kuat dan tidak bersemangat setelah bergairah sebagaimana firman Allah:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ


Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” ( QS. Ar-Rum [30]: 54)

Ayat yang senada juga berbunyi sebagaimana berikut;

وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا


Dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya.” ( QS. Al-Hajj [22]: 5)

Maksud dari ayat di atas adalah bahwa Allah ingin mengabarkan kepada umatnya bahwa dunia sebagai tempat tinggal ini merupakan tempat tinggal yang akan hilang dan berpindah bukan tempat tinggal yang kekal dan tetap oleh karenanya Allah berfirman

أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Maka mengapa mereka tidak mengerti?” (QS. Yasin[36]: 68)

Allah menginginkan umatnya berpikir sejak proses permulaan mereka diciptakan lalu dewasa hingga menua agar tahu bahwa mereka diciptakan untuk tempat tinggal yang lain, yang tidak akan hilang, tidak akan berpindah serta tidak bisa menghindar darinya yaitu alam akhirat.

As-Syinqithi juga menjelaskan dalam tafsir Adwhaul Bayan bahwa pada mulanya Allah menciptakan manusia dalam keadaan jasad yang lemah, tidak berakal dan tidak berilmu.

Kemudian Allah menjadikan mereka bertambah serta berpindah dari suatu keadaan kepada keadaan lain hingga sempurna kekuatannya, berakal serta berilmu. Dan ketika sudah sampai pada puncak artinya mereka sudah menua Allah kembalikan lagi kepada keadaan semula yaitu keadaan yang serupa dengan bayi dari segi lemah fisiknya, kurang akalnya serta berkurang ilmunya.

Memanjangkan Umur
At-Tabataba’i menjelaskan, kata nu’ammir yang seakar dengan kata umur memiliki arti at-tathwil fil umur, yakni memanjangkan umur. Sementara kata nunakkis yang berasal dari kata tankis berarti membalikkan sesuatu dari atas ke bawah.

Mengesankan bahwa orang yang berumur seperti terbalik penciptaannya. Fisik yang kuat akan kembali lemah. Ilmu dan ingatan akan mulai memudar.

Menurut Ar-Razi, ayat di atas turun berkaitan dengan ucapan orang kafir, “Kami menempati dunia hanya sebentar. Andaikan Engkau memanjangkan umur kami, maka Engkau tidak akan mendapati kekurangan pada diri kami.”

Maka melalui ayat tersebut Allah seakan-akan hendak mengatakan, “Apakah kamu tidak memikirkan bahwa ketika memasuki lanjut usia, kamu akan melemah. Kami telah memanjangkan umurmu yang memungkinkanmu untuk memahami kebenaran, namun kamu telah menyia-nyiakannya.”

Umur yang panjang memang seyogianya digunakan untuk berpikir lebih matang tentang makna kehidupan dan semisalnya. Dalam Surat Fatir ayat 37 Allah SWT berfirman:

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ


Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?

Siklus Umur Manusia
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan Surat Yasin ayat 68 berkaitan dengan pernyataan dua ayat sebelumnya, bahwa bukti kuasa Allah dalam membutakan dan merubah tampilan manusia itu dapat dilihat ketika ia menua.

Ketika masih bayi, fisiknya lemah dan tidak mengetahui apa-apa. Kemudian hari demi hari fisiknya semakin kuat dan pengetahuannya semakin bertambah. Lalu ketika mulai menua, ia menjadi pikun, lemah dan butuh bantuan banyak orang selayaknya sedia kala.

Melalui fenomena tersebut, ٍSurah Yasin ayat 68 mengajak manusia berpikir bahwa Allah SWT berkuasa mengubah keadaannya. Manusia tidak kuasa menghindari penuaan. Juga mengajak berpikir bahwa kehidupan dunia ini fana serta satu-satunya sandaran yang kuat, langgeng, lagi abadi hanyalah Allah SWT.

Wahbah Az-Zuhaili mengatakan bahwa Allah SWT memperingatkan manusia supaya jangan sampai menyia-nyiakan masa muda dan umur. Masa muda dan umur yang telah dilalui tidak akan pernah kembali barang sedetikpun, sehingga tidak berlebihan kalau dikatakan waktu adalah modal manusia yang paling berharga.

Beramal Sedari Masih Muda
Hamka menambahkan, bahwa umur yang panjang tidak ada nilainya bila tidak diisi dengan amal kebaikan. Dan bahwa salah apabila ada yang menunda beramal sampai masa tuanya, karena ketika telah tua kelak tenaganya akan semakin melemah. Oleh karena itu, hendaklah kita mulai beramal sedari masih muda.

Terkait dengan diksi fil khalq (dalam penciptaan) dalam redaksi ayat, al-Biqa’I berkomentar bahwa penurunan potensi jasmani bersifat mutlak, tidak dengan penurunan potensi ruhani. Artinya, penuaan tidak berpengaruh pada sisi spiritualitas. Bisa saja seseorang semakin bertambah umurnya, semakin bertambah pula ketaatan dan ketakwaannya pada Allah SWT.

Adapun berkaitan dengan perbedaan qiraat, Nawawi al-Bantani mengemukakan dua variasi bacaan untuk kata nunakkishu dan ya’qilun. Asim dan Hamzah membaca nunakkishu sebagaimana yang tertulis di atas, sementara selain keduanya membaca nankushu. Selanjutnya Nafi’ dan Ibn Dzakwan membaca kata paling akhir ayat dengan awalan ta’, ta’qilun. Sedangkan yang lain mengawalinya dengan ya’, ya’qilun.

(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: