Tanda Akhir Zaman: Ketika Wanita Ikut Membantu Suaminya Bekerja

 

Di antara tanda akhir zaman adalah isu kesetaraan gender yang digagas Barat, agar kaum wanita mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki

SALAH SATU satu ujian terbesar umat Nabi Muhammad ﷺ adalah harta dan wanita. Kaum laki-lakinya merasa lemah jika di hadapan wanita dan kaum wanitanya lemah jika di hadapan harta.

Kedua ujian ini telah banyak menggelincirkan anak Adam. Iblis dan kaki tangannya menjadikan wanita dan harta sebagai senjata utama untuk menggelincirkan manusia dari tujuan hidupnya.

Para sahabatpun merasa lebih bisa bersabar ketika mereka diuji dengan kemiskinan dan kesulitan. Namun, mereka merasa kurang mampu ketika berhadapan dengan ujian kenikmatan dan kelapangan materi.

Rasulullah ﷺ tidak mengkhawatirkan sekiranya umat ini menjadi miskin, tetapi beliau mengkhawatirkan jika dunia ini dilapangkan untuk mereka, sehingga terjadilah fitnah. Beliau ﷺ pernah mengingatkan:

أَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوْا مَا يَسُرُّكُمْ فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلٰكِنِّي أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

“Berilah kabar gembira dan carilah apa yang dapat membuat kalian gembira. Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan terhadap diri kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan terhadap diri kalian adalah dibentangkannya kemewahan dunia pada diri kalian sebagaimana dibentangkannya kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian saling berlomba untuk mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba, sehingga harta dunia tersebut akan membinasakan kalian sebagaimana keluasan dunia membinasakan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Emansipasi, wanita memerankan tugas laki-laki

Masuknya era industri dengan ditemukannya mesip uap dan berdirinya pabrik-pabrik besar, menandai berakhirnya era keemasan zaman agraria. Era industri juga ditandainya dengan sistem ekonomi kapitalis yang menggeser budaya masyarakat agraris.

Di era ini bukan hanya kaum lelaki yang terbebani keharusan mencari nafkah. Tugas menopang ekonomi keluarga mulai melebar kepada kaum wanita dengan banyaknya pabrik dan perusahaan besar yang membutuhkan tenaga kerja mereka.

Para pemilik industri itu terus memproduk barang dan jasa yang berkaitan erat dengan ’kebutuhan’ kaum wanita, hal yang akhirnya membentuk simbiosis mutualis antara produsen dan pengguna jasa. Berbagai iklan dan promosi tentang keharusan wanita untuk bekerja di luar rumah terus berlangsung.

Hingga akhirnya isu emansipasi dan kesetaraan gender itu menjadi tuntutan kaum wanita. Slogan pembebasan dan kesetaraan kaum wanita yang hakikatnya adalah perbudakan paling kejam itu justru mendapat dukungan dunia.

Kaum wanita tanpa sadar masuk dalam jerat-jerat para kapitalis yang ingin mengeksploitasi mereka.

Salah satu dampak isu kesetaraan gender yang digagas oleh masyarakat barat adalah tuntutan agar kaum wanita mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki. Akhir abad ke-20 merupakan masa-masa tumbuh dan berkembangnya era emansipasi.

Dan memasuki abad ke 21 kita dikejutkan dengan berbagai pemandangan di jalan-jalan, kantor-kantor, pabrik-pabrik dan lapangan pekerjaan lainnya; semuanya dipadati oleh komunitas wanita.

Bahkan, lebih mengerikan lagi adalah profesi dan pekerjaan berat yang seharusnya hanya dilakukan oleh kaum laki-laki ternyata juga dilakukan oleh kaum wanita. Pekerjaan menjadi kuli pasar, pekerja bangunan, kernet bus, mendorong gerobak, polisi, pekerja di SPBU, kini sudah banyak  diisi oleh kaum wanita.

Nampaknya era kapitalis inilah yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah ﷺ dalam banyak riwayat. Nabi bersabda:

بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ تَسْلِيمُ الْخَاصَّةِ ، وَتَفْشُو التِّجَارَةُ ، حَتَّى تُعِينَ الْمَرْأَةُ زَوْجَهَا عَلَى التِّجَارَةِ

“Sesungguhnya menjelang Kiamat akan ada ucapan salam khusus dan perdagangan tersebar luas sehingga seorang wanita ikut serta dengan suaminya dalam perdagangan.” (HR: Ahmad dishahihkan oleh Ahmad Syakir isnadnya, sebagaimana riwayat Hakim).

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mendengar Rasulullah saw. bersabda,

بين يدَي الساعةِ تسليمُ الخاصَّةِ وفشوُ التجارةِ حتى تعينَ المرأةُ زوجَها على التجارةِ وتُقطعُ الأرحامُ

Menjelang hari Kiamat nanti akan terjadi: (1) pengucapan salam keapda orang tertentu saja maraknya perniagaan hingga kaum wanita membantu suaminya berdagang pemutusan hubungan tali silaturrahim, munculnya persaksian palsu, dan penyembunyian persaksian yang benar.” (HR: Ahmad dalam Musnad Ahmad dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).

Hadits di atas menggambarkan suasana maraknya perdagangan di kalangan manusia. Tugas mencari nafkah yang sebenarnya dibebankan kepada kaum lelaki, ternyata juga banyak dilakukan oleh kaum wanita.

Hadits di atas bisa merupakan satu peringatan nabi ﷺ untuk berhati-hati dengan fenomena di atas, dimana peran dan fungsi seorang wanita sudah banyak berubah di akhir zaman. Mereka tidak lagi menahan diri mereka di rumah yang itu lebih baik bagi mereka.

Namun,  justru keluar dari rumah mereka dan ikut meramaikan pasar dan pabrik dengan kehadiran mereka di tengah-tengah kaum lelaki.

Dampak buruk dari peristiwa di atas sangat terasa dalam kehidupan keluarga muslim. Dapat dibayangkan jika suami dan istri kemudian harus meninggalkan rumah mereka.

Hingga akhirnya mereka menyerahkan pendidikan anak-anaknya pada televisi atau pembantu rumah tangga. Anak menjadi haus kasih sayang dan kering dari perhatian dan cinta orangtua.

Wajar bila dikemudian hari mereka menjadi anak-anak yang durhaka dan tidak mengenal kewajiban berbakti pada orangtuanya. Inilah fenomena yang banyak terjadi pada masyarakat industri dan mereka yang terjerat jaring-jaring kapitalis liberal.

Akan tetapi, hadits di atas bisa juga memberikan isyarat lain tentang beratnya beban ekonomi yang harus dipikul oleh seorang kepala keluarga. Boleh jadi karena tanggungan anak-anak yang sangat banyak, atau suami sakit yang tidak mungkin untuk bekerja, atau suami sudah bekerja namun faktanya memang yang dihasilkan oleh suami sangat tidak mencukupi.

Sehingga tugas mencari nafkah juga harus melibatkan istri, bahkan anak-anak pun harus dilibatkan untuk bekerja.  Karenanya, jika memang keadaan menuntut yang demikian, sebagai ajaran yang rahmatan lilalamin Islam tentu memiliki solusi yang terbaik.

Ada beberapa rambu yang harus diperhatikan oleh para muslimah yang dengan terpaksa harus bekerja.

Pertama, hendaknya ia mendapat izin dari sang suami, sebab keridhaan suami sangat dibutuhkan untuk memperoleh keberkahan dalam bekerja. Kedua, hendaknya memilih pekerjaan yang sesuai dengan kodrat dan psikologi kaum wanita, sehingga kejiwaannya sebagai wanita tidak terkikis lantaran pengaruh pekerjaannya yang terlalu beraroma maskulin.

Ketiga, pastikan adab dan etika Islam tetap terjaga. Hindari sebisa mungkin pekerjaan yang beresiko ikhtilath, dan pastikan bahwa pekerjaan itu tidak terjerumus pada khalwat. Keempat, pekerjaan itu bukan hobi atau ekspresi kebebasan wanita, melainkan karena kebutuhan keluarga.

Atau karena keharusan mewariskan pekerjaan dunia wanita yang sangat dibutukan oleh muslimah lainnya. Atau karena kaum muslimin sangat membutuhkan profesi itu, semacam dokter wanita atau tenaga pengajar wanita untuk mendidik anak-anak kaum muslimin.

Kelima, pastikan bahwa pekerjaan itu tidak menghalanginya untuk melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga yang punya kewajiban mendidik anak-anaknya dan melayani kebutuhan suaminya.

Jika kelima hal di atas dapat terpenuhi, dan jika mereka ikhlas mengerjakannya karena Allah semata, mudah-mudahan kaum wanita mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena telah memikul tugas berat yang seharusnya menjadi tanggungjawab laki-laki. Wallahu a’lam bish shawab.*/ Abu Fatiah Al-Adnani

Rep: Admin Hidcom
Editor: Bambang S

No comments: