Awal Mula Kekuasaan Shalahuddin al-Ayyubi
Di antaranya yang legendaris adalah Shalahuddin al-Ayyubi (1137-1193 M). Orang-orang Barat menyebutnya Saladin. Pemilik nama lengkap an-Nashir Shalahuddin Yusuf bin Ayyub itu juga dikenang sebagai pendiri Ayyubiyah, dinasti yang meneruskan perjuangan Wangsa Seljuk dan Zankiyah dalam membebaskan Tanah Suci.
Ayah Shalahuddin, Najmuddin Ayyub, merupakan seorang panglima perang dari Suku Kurdi. Adapun kakeknya, Syadzi, pernah menjadi gubernur Tikrit, kota tempat kelahiran Saladin. Pamannya, Asaduddin Syirkuh, sempat menjabat komandan militer dan berjuang di sisi Nuruddin Mahmud (1118-1174 M), raja-kedua Dinasti Zankiyah. Dua bersaudara ini, Ayyub dan Syrikuh bin Syadzi, berjasa dalam membebaskan Damaskus untuk putra Imaduddin Zanki tersebut.
Naiknya Shalahuddin ke panggung kekuasaan tidak terlepas dari prahara yang berlangsung di Mesir. Pada 1163, Dinasti Fathimiyah yang berhaluan Syiah mengalami pergolakan politik. Tidak jelas siapa yang menjadi penguasa sesungguhnya di Kairo.
Nuruddin kemudian mengintervensi peralihan kekuasaan yang terjadi di sana. Beberapa sumber menyebut, langkah itu diambil atas bujukan wazir Fathimiyah, Syawar bin Mujir as-Sa’adi. Oleh penguasa Zankiyah tersebut, Syirkuh ditugaskan untuk berangkat ke Mesir.
Dalam menjalankan misinya, panglima Kurdi tersebut didampingi keponakannya, Shalahuddin, yang saat itu masih berusia 26 tahun. Dengan dukungan Syirkuh, Syawar berhasil menyingkirkan lawan-lawan politiknya, terutama Dirgham. Namun, wazir Fathimiyah itu kemudian berseteru dengan sekutu Zankiyahnya.
Puncaknya, Syawar berkhianat. Untuk melawan Syirkuh, ia berkawan dengan Raja Amalric I dari Kerajaan Latin Yerusalem. Pada 1164, pasukan Amalric merangsek masuk ke Mesir dan bergabung dengan para pendukung Syawar. Sejak Agustus-Oktober tahun yang sama, mereka mengepung benteng Syirkuh di Bilbais.
Mengetahui kabar pengepungan itu, Nuruddin bertolak dari Syam ke arah selatan. Penguasa Zankiyah itu menyerang kerajaan-kerajaan Latin, termasuk Antiokia. Bahkan, Pangeran Antiokia, Bohemond III, dapat ditawannya. Amalric langsung meninggalkan Bilbais untuk membantu Antiokia dalam membendung pasukan Nuruddin.
Hingga akhir tahun 1164, keadaaan mereda secara de facto di Mesir. Dua tahun kemudian, Syirkuh melakukan penyerangan. Syawar lagi-lagi bersekutu dengan Amalric. Pada Januari 1167, perang antara kedua belah pihak itu terjadi hingga ke selatan Kairo.
Pasukan Syirkuh dan Amalric berimbang pada Agustus 1167. Raja Latin Yerusalem itu lantas memutuskan untuk mundur. Barulah pada musim dingin setahun kemudian, Amalric memboyong pasukan Salib untuk menyerang Mesir lagi.
Kali ini, Syawar bergabung dengan kubu Syirkuh untuk menghalau Salibis. Namun, pasukan Amalric begitu kuat sehingga menunggu waktu saja untuk dapat menguasai Fustat. Syawar lantas memerintahkan seluruh penduduk sipil Fustat untuk mengungsi. Kemudian, prajuritnya diinstruksikannya untuk membumihanguskan kota tersebut agar tidak ada tersisa ketika Amalric mendudukinya.
Sementara itu, Syirkuh dapat mengusir pasukan Amalric sehingga berhasil menguasai kota-kota penting di Mesir. Pada Januari 1169, Kairo akhirnya jatuh ke tangan jenderal Kurdi tersebut. Syawar segera ditangkap, untuk kemudian dieksekusi mati sebagai pengkhianat.
Kedatangan Syirkuh disambut dengan penuh suka cita penduduk Kairo. Walaupun Fathimiyah bermazhab Syiah, mayoritas rakyat masih menganut Sunni sehingga, secara ideologis, sejalan dengan Zankiyah. Hanya dua bulan Syirkuh menikmati kekuasaan de facto di Mesir. Ia wafat pada Februari 1169 akibat sakit pencernaan. Keponakannya, Shalahuddin, kemudian naik sebagai penggantinya.rol
No comments:
Post a Comment