Detik-Detik Shalahuddin Bebaskan al-Aqsha (Bagian II - Habis)

Pada 12 Oktober 1187, dilaksanakanlah shalat Jumat yang amat bersejarah. Red: Hasanul Rizqa ILUSTRASI Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
Pada 20 September 1187, Shalahuddin tiba di luar benteng Yerusalem. Di depan Gerbang Damaskus, pahlawan Muslim itu memerintahkan pasukannya untuk melempari benteng tersebut dengan anak panah. Mereka juga mengerahkan berbagai cara guna menjebol dinding yang dijaga ratusan prajurit Kristen di baliknya. Enam hari lamanya, pertempuran yang tidak seimbang itu berlangsung.

Pada 26 September, dinding benteng Yerusalem akhirnya jebol. Namun, Shalahuddin tidak langsung memerintahkan pasukannya untuk menyerbu masuk. Sementara, warga sipil sudah sangat putus asa di dalam benteng. Beberapa wanita Kristen melakukan ritual, seperti memotong rambut anak-anak mereka atau menenggelamkan diri sendiri sedalam dagu dalam baskom besar berisi air. Tujuannya untuk “bertobat”, mengusir murka Tuhan.

Pada akhir bulan September, Balian dengan seorang pengawal menemui Shalahuddin di kamp khusus yang dipasang di sekitar benteng. Kesatria Salib ini bersumpah akan menghancurkan tempat-tempat suci Islam serta membantai ribuan tawanan Muslim yang masih ada di Yerusalem. Itu apabila sang sultan menjalankan penyerangan terhadap orang-orang Kristen di dalam benteng.

Shalahuddin menginginkan pembebasan Yerusalem dengan pertumpahan darah sesedikit mungkin dari pihak Muslimin. Kepada Balian, ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah seperti Salibis, yang membantai puluhan ribu rakyat sipil saat menyerbu Baitul Makdis pada 1099 silam.

Ya, kekhawatiran tentu menyelubungi benak Balian dan kaum Kristen umumnya yang masih bertahan di dalam benteng Yerusalem. Terbayang pembantaian yang mungkin saja kali ini akan kembali menimpa mereka.

Namun, Shalahuddin bertindak layaknya sang pembebas sejati. Ia membawakan perdamaian bagi kaum Kristen yang berkumpul ketakutan di Yerusalem. Hanya pasukan Salib yang diharuskannya untuk meninggalkan kota dengan membayar sejumlah denda. Betapapun begitu, sang sultan masih saja melonggarkan kewajiban pembayaran tebusan setelah menyaksikan kesengsaraan janda dan anak-anak para tawanan perang. Bahkan, cukup banyak prajurit Kristen yang dibebaskannya sama sekali sehingga dapat kembali ke Eropa tanpa disakiti. Adapun penduduk lokal Yerusalem yang beragama Nasrani tidak diganggunya sama sekali. Mereka dibebaskan untuk tetap tinggal di kota ini.

Untuk memastikan proses eksodus Salibis berjalan lancar, Shalahuddin memerintahkan semua pintu benteng ditutup kecuali satu gerbang utama. Di sana, prajuritnya memeriksa dengan teliti identitas setiap person yang keluar dari kota tersebut. Usai September 1187, seluruh Baitul Makdis sudah dikendalikan sang sultan. Hari Jumat, 12 Oktober 1187, dilaksanakanlah shalat Jumat yang amat bersejarah.

Mulai saat itu, azan kembali berkumandang dari Baitul Makdis. Masjid suci itu kemudian dibersihkan dari berbagai simbol non-Islam, termasuk salib yang selama kurang lebih 90 tahun terpasang di pucuk Qubbat ash-Shakhrah (Kubah Batu).rol

No comments: