Supersemar Dogma yang Mengakar di Otak Bangsa Sejak Sekolah Dasar
Rentetan
peristiwa politik akibat pergulan kekuasaan yang hadir di Indonesia,
sejak jaman invansi bangsa kulit putih (Kolonial) ketanah air, merupakan
teka-teki mutlak yang sampai saat ini hanya menjadi dogma dimasyarakat.
Ya bangsa ini seharusnya sudah kenyang dengan berbagai serangan
kolonial yang berbentuk politik “devide et impera” atau adu domba, tetapi
kenapa serangan politik kolonial seperti itu malah mengakar pada
pikiran-pikiran anak bangsa?? Perlu kekritisan individu untuk melihat
kabut hitam yang timbul dari rentetan peristiwa-peristiwa politik
tersebut.
Saya
pernah membaca sebuah buku yang berjudul “Di Balik Tragedi 1965”, yang
ditulis saksi hidup yang bernama Sulastomo (salah satu pendiri HMI dan
sekarang anggota Dewan Pers) , yang menuliskan sekilas tentang
pergolakan politik di era 1945 sampai dengan 1965. Diantaranya, apa yang
sebenarnya terjadi diwaktu itu? Teori lama, bahwa peristiwa itu adalah
sebuah kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia), sudah mulai dipersoalkan.
Bukankah PKI tengah menguasai isu politik nasional? Buat apa mereka
melakukan kudeta? Apakah peristiwa itu bukan peristiwa intern Angkatan
Darat? Bukankah konflik interen TNI/Angkatan Darat juga sedang merebak?
Atau, apakah bukan rekayasa CIA, KGB atau Intelejen asing lainnya,
mengingat persaingan global antara Blok Barat dan Blok Timur diwaktu
itu? Bahkan, apakah peristiwa itu bukan sebuah kudeta Soeharto pada Bung
Karno? Bukankah memang Pak Harto yang kemudian tampil sebagai penguasa
baru negeri ini? Atau, apakah bukan justru rekayasa Bung Karno untuk
menyingkirkan pimpinan TNI/Angkatan Darat yang sering membandel terhadap
kepemimpinan Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno? Ya, dari
beberapa pertanyaan diatas, saya menyimpulkan klimaks dari teka-teki
tersebut bermuara pada munculnya surat sakti alih kekuasaan yang kerap
sebut “SUPERSEMAR” (Surat Perintah Sebelas Maret), yang ditanda tangani
Bung Karno pada tanggal 11 Maret 1966.
Menjelang
peristiwa politik ditahun 1965, berbagai isu telah berkembang
dimasyarakat, yang mengindikasikan akan terjadi peristiwa politik yang
besar. Aksi-aksi sepihak terjadi dimana-mana, dari pulau Jawa sampai
Sumatera berupa perebutan hak atas tanah, yang dinilai terlalu besar dan
dimiliki oleh orang-perorangan. Karena rentetan peristiwa seperti itu,
Angkatan Darat yang kontra revolusioner terlihat reaktif seperti
kebakaran jenggot. Tidak bisa dipungkiri saat itu, Bung Karno sebagi
pimpinan tertinggi memiliki hubungan dekat dengan PKI, hal tersebut
tidak hanya membuat para jajaran Angkatan Darat putar cemburu, bahkan
hal tersebut membuat gerah bangsa Kolonial yang lebih dikenal dengan
sebutan Blok Barat saat itu. Lalu muncul bagaikan bom besar, peristiwa
yang kita kenal sebagai GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), yang
dilakukan PKI terhadap pimpinan-pimpinan Angkatan Darat saat itu.
Disini
seharusnya kita melihat SEBAB peristiwa yang disebut G30SPKI itu
muncul, baru kita melihat akibat ditimbulkan. Perdebatan yang hanya
berputar pada sebuah lingkaran ketakutan bangsa, yang menjadi celah akan
kelemahan bangsa dimata internasional yang dapat menjadi boomerang
untuk di provokasi oleh dogma yang sistematis turun temurun, dan di
dialektikakan sejak kita mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. Sebuah
patron pemikiran, bahwa saat itu yang wajib bertanggung jawab dalam
kejadian besar tersebut adalah PKI, atas penculikan 9 Dewan Jendral yang
dibantai secara sporadis dan dibuang di kawasan Lubang Buaya. Jika
ditelaah, apakah hal tersebut murni gerakan kudeta yang dilakukan PKI?
Karena ditahun pasca kemerdekaan Republik Indonesia, PKI merupakan
partai yang masuk didalam 5 besar partai yang turut serta dalam ajang
demokrasi Indonesia. Jelas pamor PKI tidak kalah menarik simpatik
kelompok masyarakat termarjinalkan (proletariat), apakah mungkin PKI
secara murni melakukan hal bodoh seperti itu? Seperti memasang bom waktu
bagi diri sendiri. Lalu, keganjilan nampak apabila PKI melakukan
kudeta. Saat itu Bung Karno selaku Presiden Republik Indonesia/Pimpinan
Dewan Revolusi berpihak kepada partai buruh tani ini, dengan asas
NASAKOM (Nasionalis Komunis).
Tentu
saja para tuan tanah dan pemilik modal juga bangsa kulit putih saat itu
tumpang tindih cari jalan keluar atas kepekikan masalah politik yang
mengacam intergritas imperalis mereka. Atas celah dari Angkatan Darat
yang merasa cemburu terhadap langkah Bung Karno yang lebih condong
mengaminkan perjuangan PKI untuk kaum termarjinalkan, Angkatan Darat
secara terang-terangan mengibarkan bendera peperangan terhadap partai
baru yang dianggap atheis itu. Kenapa saya bilang atheis, karena dogma
ini lah yang sudah mantab ditanamkan bangsa barat lewat pemerintah kita,
sejak kita mengeyam pendidikan dasar. Dan dasar isu seperti itu sukses,
selain isu kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan PKI.
Atas
kegoncangan politik Indonesia yang diakibatkan klimaksnya peristiwa
politik tersebut, muncullah insiatif politik yang diambil oleh Soeharto,
yang disebut SUPERSEMAR. Anehnya, saat itu Soeharto bukan lah
siapa-siapa, beliau hanya selaku Panglima Kostrad Republik Indonesia,
tidak banyak yang mengenal sosok yang kini disebut sebagai bapak
pembangunan ini. Tetapi kenapa beliau yang diberikan mandat khusus dari
Bung Karno?? Seharusnya hal ini yang dijadikan perdebatan. Atas perintah
SUPERSEMAR tersebut, Soeharto melakukan langkah penting pertama yaitu
pembubaran PKI. Aneh bukan, karena pada saat itu Bung Karno sedang
menjalani hubungan romantis dengan PKI, lalu lewat SUPERSEMAR
memerintahkan Soeharto untuk menjamin keamanan dirinya sebagai Presiden
Republik Indonesia. Jelas, esensi surat perintah tersebut adalah “pemberian” tugas, bukan “pelimpahan tugas”. Lalu
kenapa Bung Karno turun dari Pimpinan Tertinggi dan digantikan
Soeharto? Bahkan keberadaan teks asli dari SUPERSEMAR sendiri masih
dipertanyakan.
Asumsi
saya mengenai hal tersebut muncul karena Indonesia selalu menjadi
perhatian khusus bangsa asing, bahkan tidak menutup kemungkinan di
intervensi karena pergolakan Blok Barat dan Blok Timur. Karena saat itu
Indonesia merupakan teritori basis asas Komunisme yang cukup besar yang
bercokol di kawasan Asia Tenggara khususnya. Atas keberhasilan
propaganda asing, Soeharto pun naik menjadi pemegang kekuasaan tertinggi
negeri ini dan membentuk sebuah orde yang disebut ORBA (Orde Baru).
Selama 35 tahun doktrin tentang keberadaan PKI sebagai partai berbahaya
dan ideologi Komunis secara terang-terangan dianggap mazbab setan
dinegeri ini.
Indoktrinasi
seperti ini sudah sangat mengakar didalam otak para penerus bangsa,
karena sudah ditanamkan ketakutan dan persepsi simpang siur yang salah
tentang sejarah dari sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar,
ironisnya simpang siur sejarah seperti ini telah dibakukan dalam
kurikulum. Mau tidak mau doktrin tentang awan hitam peristiwa penting
didalam pembentukan negara Indonesia ditahun 1965 dan 1966 ini pun
semakin menjerumuskan kedalam lubang pertanyaan, bahkan menjadi
pelabelan negatif tentang peristiwa PKI, Kudeta dan SUPERSEMAR itu
sendiri.
Perlu
penetralan pemikiran untuk dapat memecahkan berbagai teka-teki masalah
yang terjadi ditahun 1965 dan 1966 tentang SUPERSEMAR dan akibatnya,
karena yang saya tulis juga belum tentu benar. Tetapi saya berharap, ini
dapat membuka serta memberikan perspektif lain tentang sejarah. Agar
kita tidak terus terjerembab didalam dogma yang sudah masuk didalam otak
kita sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar.
Yudhi A
No comments:
Post a Comment